PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pihak BRK Syariah akhirnya memberikan klarifikasi resmi terhadap informasi menyangkut pinjaman Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti dengan mengagunkan gedung pemerintahan. Pihak BRKS menegaskan tidak ada jaminan berupa aset atau tidak ada fisik aset yang digadaikan sebagai jaminan.
Pemimpin Divisi Sekretariat Perusahaan BRK Syariah Edi Wardana mengatakan, pada dasarnya pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah sebagai alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan atau kekurangan kas dengan tujuan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.
"Hal tersebut sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 Tanggal 21 Desember 2018 tentang Pinjaman Daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 979/1833/SJ Tanggal 7 April 2022 tentang Pertimbangan Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Lain, Lembaga Keuangan Bank, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank," katanya, Senin (17/4).
Lebih lanjut dikatakannya, pada tahun 2022, BRK Syariah memberikan fasilitas pembiayaan kepada beberapa pemerintah daerah, di antaranya kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. Fasilitas pembiayaan diberikan dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur di daerah tersebut.
"Pembiayaan tersebut berdasarkan permohonan pinjaman daerah dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 900/BPKAD/2022/751 tanggal 25 Juli 2022 perihal pinjaman daerah. Pinjaman daerah yang diberikan tersebut juga mengacu pada Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor S-69/MK.7/2022 tanggal 22 Juni 2022 perihal tanggapan atas permohonan pelampauan batas maksimal defisit APBD Kabupaten Kepulauan Meranti TA 2022 yang dibiayai dari pinjaman daerah," paparnya.
Disebutkan Edi, fasilitas pembiayaan yang diberikan menggunakan akad syariah yaitu musyarakah mutanaqishah (MMQ) dengan sumber pengembalian pinjaman daerah adalah berasal dari APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban. Plafon pembiayaan yang diberikan adalah maksimum sebesar Rp100 miliar, di mana Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti hanya mempergunakan sebesar Rp59,3 miliar (sampai dengan batas akhir masa penarikan 31 Desember 2022).
"Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti telah melakukan beberapa kali angsuran, di
mana sampai dengan posisi 31 Maret 2023 sisa pinjaman (baki debet) adalah sebesar Rp47,2 miliar. Jangka waktu fasilitas pembiayaan ini akan berakhir pada 7 Desember 2024," sebutnya.
Dalam fasilitas pembiayaan ini tidak ada jaminan berupa aset atau tidak ada fisik aset yang digadaikan sebagai jaminan. Berdasarkan akad antara bank dengan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, fasilitas pembiayaan yang diberikan didukung oleh Surat Persetujuan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap Pinjaman Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti kepada bank dan Surat Pernyataan Bupati Kepulauan Meranti secara Notarial terkait penganggaran pembayaran angsuran dalam APBD Kabupaten Kepulauan Meranti sampai dengan pembiayaan dinyatakan lunas.
"Kedua hal tersebut juga merupakan persyaratan dalam mengajukan pinjaman daerah sebagaimana tersebut dalam Peraturan Pemerintah No 56 Tahun 2018 tanggal 21 Desember 2018 tentang Pinjaman Daerah," katanya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kepulauan Meranti Fauzi Hasan tidak mengetahui persis isi akad antara pihak bank dan Pemkab Meranti. Namun, ia tidak menampik bahwa pembahasan usulan pinjaman telah melalui persetujuan dari mereka selaku DPRD Kepulauan Meranti, berdasarkan sejumlah pertimbangan hingga tertuang dalam postur APBD 2022 lalu.
"Pertimbangan percepatan pembangunan infrastruktur jalan menggunakan dana pinjaman sebesar Rp100 miliar. Usulan sudah melalui prosedur yang berlaku. Seperti rekomendasi sejumlah kementerian terkait. Artinya semua mekanisme telah dipenuhi sehingga persetujuan kami keluarkan," ungkapnya.
Namun persetujuan hanya mencakup bahwa dana itu digunakan untuk pembangunan empat ruas jalan poros di empat kecamatan di Kepulauan Meranti. Tapi, Fauzi secara tegas mengatakan pihaknya tidak terlibat dalam mengesekusi kesepakatan terhadap metode pinjaman yang tertuang dalam akad kredit antara debitur dan kreditur.
"Kesepakatan yang tertuang dalam akad kredit, kami tidak terlibat lagi. Kami hanya menyetujui jika dana itu digunakan untuk pembangunan jalan," bebernya.
Bahkan, hingga saat ini mereka tetap mengawal jalannya progres pembangunan, termasuk proses pencairan hingga cicilan.(sol/wir)