PENG SUYOTO

Semangat Kemerdekaan, Semangat Bangkit Kembali

Pekanbaru | Rabu, 17 Agustus 2022 - 11:31 WIB

Semangat Kemerdekaan, Semangat Bangkit Kembali
Peng Suyoto B.Com (ISTIMEWA)

Tahun ini sudah mulai kembali ada peringatan kemerdekaan. Ada acara pergelaran HUT Kemerdekaan. Semua harus bangkit dan semangat agar bisa hidup normal. Tidak terbatas ruang gerak.

Ini kondisi setelah beberapa tahun tidak ada kemeriahan peringatan hari kemerdekaan.


Cerita soal kebangsaan kali ini, membuat tokoh Tionghoa Riau Peng Suyoto mengingat kembali masa lalunya. Peng mengajak untuk semangat bangkit kembali.

Menurutnya, tema "Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat" dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Republik Indonesia pada 17 Agustus ini sangat tepat untuk memotivasi bangsa.

Bangsa Indonesia khususnya masyarakat Riau harus bangkit dari keterpurukan setelah sekian tahun dilanda pandemi Covid-19.

Ditemui Riau Pos di ruang kerjanya, Peng Suyoto bercerita tentang motivasi berjuang untuk bangkit. Seperti cerita tentang seorang anak nelayan yang harus berjuang demi cita-cita.

Begitu juga bangsa yang ingin hidup normal tanpa terbatas ruang dan waktu karena Covid-19. Harus bangkit dan berjuang melawan pandemi.

Diceritakan Peng, ayahnya hanya seorang nelayan di Pulau Bengkalis. Hanya di pulau itulah kehidupannya. Ayahnya punya tekad harus menyekolahkan dia dan saudara-sadaranya. Peng Suyoto adalah anak kelima dari enam bersaudara.

"Ayah saya seorang nelayan, kami mulai dari nol. Ayah saya ingin semua anaknya berhasil. Bangkit jadi lebih baik," kata Peng.

Memejamkan matanya sejenak, Peng seperti mengumpulkan ingatannya, kembali ke masa lalu saat dia harus berjuang.

Memang tidak pernah terbayangkan olehnya ketika kecil dulu. Masa kecilnya sejak lahir sampai SMA hanya di Pulau Bengkalis. Tiba-tiba harus menjalani kehidupan di Sidney. Belahan dunia yang berbeda.

"Sebagai nelayan, ayah saya berpikir bagaimana saya bisa sekolah ke luar negeri. Awalnya ke Jepang. Pasar ikan terbesar. Tapi yang terealisasi, saya sampai di Benua Australia," kenang Peng.

Kini dirinya sebagai Presiden Direktur PT Bengkalis Kuda Laut, dulu bahasa Inggris belepotan untuk berbicara dengan warga Sidney tempat kuliahnya.

"Awalnya memang sedih, bahasa Inggris saja masih belepotan, jauh dari keluarga. Tapi saya harus bisa. Ini jalan untuk bangkit. Untuk pesan makan saja susah, seperti orang bisu main tunjuk-tunjuk," kata Peng.

Peng memulai mengatasi persoalannya dengan jadi pelayan di sebuah restoran. Untung baginya ada restoran Indonesia di Sidney.

"Ada Sari Rasa Restauran punya orang Indonesia menerima lowongan kerja. Saya pikir kalau saya masih kendala di bahasa, sering bertemu orang maka akan membuat saya lancar berbahasa Inggris. Saya naik ke lantai dua untuk ketemu pemiliknya dan minta diterima bekerja. Awalnya pakai bahasa Inggris belepotan. Tapi akhirnya sama-sama pakai Bahasa Indonesia. Saya tidak bawa lamaran. Tapi minta kerja, akhirnya diterima," ungkap Peng.

Peng kemudian rajin bekerja dan tetap berkuliah. Dia tidak lagi menerima kiriman dari orang tuanya karena saat itu sangat sulit sekali kirim mengirim dari Bengkalis ke Sidney. Apalagi mengirim uang karena dunia perbankan dan kirim jarak jauh tidak seperti sekarang ini.

"Dulu itu belum ada transfer bang. Kadang kirim mengirim tidak sampai, tapi saya ada penghasilan dan tidak minta uang ke orang tua lagi," kata Peng.

Namun untuk biaya kuliah per tahunnya, Peng pernah kesulitan. Saat itu Peng harus membayar sekitar 10 sampai 11 ribu dolar Australia. Itu sama dengan sekitar Rp100 juta sekarang.

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook