PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Upaya untuk bisa menjadi kepala desa (kades) dinilai memerlukan biaya politik yang tinggi. Hal ini membuat rawan terjadi penyimpangan terhadap dana desa. Di Riau ada 15 penyimpangan dana desa yang diproses hukum.
Proses terhadap penyimpangan penggunaan dana desa ini ditangani oleh aparat penegak hukum (APH), baik jaksa maupun kepolisian. Ini adalah penanganan perkara sepanjang tahun 2021.
Demikian disampaikan Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Raharjo Budi Kisnanto, Rabu (16/3) kemarin. Dia menyebut, untuk menjadi kades biaya politik yang diperlukan tinggi menyebabkan penyelewengan terjadi.
Selain itu, ketidaktahuan pertanggungjawaban menjadi faktor lainnya. "Apalagi sekarang itu dari pusat langsung ke desa, maka baik dari penyaluran hingga penggunaan, tetap kita monitor, " imbuhnya.
Salah satu cara memonitor adalah dengan melakukan sosialisasi melalui program ‘Jaksa Jaga Desa’ demi mencegah tindak pidana korupsi tahun 2022 yang digelar Rabu (16/3). Kegiatan ini dihadiri perwakilan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Kepala Kejari, dan Kepala Seksi Intelijen Kejari dari 10 kabupaten se Riau.
Sosialisasi perlu dilakukan kata Asintel untuk mencegah terjadinya korupsi dana desa. "Jaksa melakukan pendampingan dan pengamanan terkait penggunaan dana desa tersebut, " imbuhnya.
Mekanisme pendampingan yang dilakukan adalah dengan pengajuan terlebih dahulu oleh Dinas PMD. "Setelah itu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi dengan melibatkan unsur dari inspektorat, kejaksaan, dan PMD," singkatnya.(ali)