Pasar Cik Puan Tak Bertuan

Pekanbaru | Rabu, 16 Oktober 2019 - 09:58 WIB

Pasar Cik Puan Tak Bertuan
TERBENGKALAI: Kondisi bangunan Pasar Cik Puan yang sudah lama dibiarkan terbengkalai, Rabu (2/10/2019). DEFIZAL / Riau Pos

(RIAUPOS.CO) -- Pembangunan Pasar Cik Puan di Jalan Tuanku Tambusai makin buram. Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tak kunjung sepakat. Sepuluh tahun, nasib pedagang tak kunjung jelas. Bangunan pasar yang diharapkan, masih saja berupa tiang pondasi yang mulai berlumut dimakan usia.

Dua tahun awal pembangunan gedung Pasar Cik Puan, 2010 dan 2011 berjalan lancar. Wali Kota Pekanbaru saat itu Herman Abdullah menargetkan pasar selesai dalam tiga tahun anggaran. Namun molor hingga ia meninggalkan kursi wali kota.


Wali Kota Pekanbaru terpilih Firdaus memutuskan tidak melanjutkan pembangunan pasar pada 2012. Ia beralasan, ada dua kepemilikan aset di lokasi pembangunan pasar. Yaitu Pemko Pekanbaru dan Pemprov Riau. Menurutnya, hal ini harus didudukkan dahulu agar tidak terjadi masalah.

Sejak 2012 hingga sekarang pembangunan pasar mangkrak. Hampir setiap tahun diadakan pertemuan antara pemko dan pemprov untuk membahasa masalah Cik Puan. Tapi, tetap saja tak ada titik temu.

Hingga perkembangan terakhir, masalah ini sampai melibatkan aparat penegak hukum.

Gubernur Riau Syamsuar saat dikonfirmasi Riau Pos mengatakan, permasalahan yang ada di Pasar Cik Puan masih dalam proses penyelesaian. Penyelesaian ini, sebut Syamsuar, difasilitasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Sekarang ini dalam proses. Penyelesaiannya juga difasilitasi KPK. Jadi kita tunggu saja pokok penyelesaiannya,” ungkap Syamsuar, Kamis (10/10). 

Mengenai apakah aset yang dimiliki Pemprov akan diserahkan ke Pemko, Syamsuar mengaku, belum dapat memastikannya. Sebab menurut mantan Bupati Siak itu, pihaknya masih membicarakannya.

“Itu kita belum tahu lagi (apakah diserahkan, red). Ini akan dibicarakan lagi antara Pemrov dengan Pemko, serta difasilitasi Bidang Datun Kejati Riau dan KPK. Kita tunggu saja hasilnya,” papar Syamsuar. 

Terhadap aset yang dimiliki Pemrov, Syamsuar berencana akan mengusulkan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Karena, saat ini di Kementerian tersebut ada pekerjaan untuk pasar-pasar mangkrak. 

“Kalau aset kami, nanti kami usulkan ke Kementerian PUPR. Saat ini di sana pekerjaan PU terhadap pasar-pasar mangkrak,” ujarnya.

Sebelumnya Wali Kota Pekanbaru Firdaus ST MT beberapa waktu lalu mengatakan, akan menyerahkan aset Pasar Cik Puan kepada Pemprov Riau. Hal ini disampaikannya usai  memimpin rapat invetarisasi penyediaan dan pemanfaatan infrasturktur yang akan dikoordinasikan dengan Pemprov Riau. 

Untuk rencana kelanjutan pembangunannya, kata Firdaus, pihaknya mengawali dengan penyelesaian status aset Pasar Cik Puan. Jika ini telah terselesaikan, selanjutnya dipertegas melalui kerja sama dengan pihak provinsi agar pembangunan dapat dilanjutkan kembali. 

“Sekarang pencatatan asetnya ada di Pemko dan Pemprov. Ini kan tidak boleh. Kami mengalah saja. Silahkan asetnya tercatat di provinsi semuanya,” ungkap Wako. 

Dengan diserahkan seluruh aset tersebut dirinya berharap, pengelolaan Pasar Cik Puan diberikan ke Pemko Pekanbaru. Namun disampaikanya, apabila Pemprov tidak mengizinkan, pihaknya memberikan lampu hijau untuk pengelolaannya dilakukan oleh mereka.   “Kalau Pemprov tidak mau juga, silahkan mereka yang mengelola sendiri,” paparnya. 

Di kesempatan berbeda, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (DPP) Kota Pekanbaru Ingot Ahmad Hutasuhut mengatakan Pemko  berkeinginan agar pembangun Pasar Cik Puan tak memakai anggaran negara  atau daerah. Melainkan melibatkan investor.

‘’Karena, yang harus dipikirkan bukan hanya pembangunan namun juga pengelolaan pasar. Jika dibangun menggunakan anggaran negara, pengelolaan pasar akan menghabiskan anggaran daerah yang cukup banyak,’’ katanya, Rabu (9/10).

Lebih lanjut dipaparkannya, dalam pengelolaan pasar, situasi harus dilihat dengan realistis. Terutama terkait kekuatan anggaran daerah. ‘’Dulu memang ada wacana dibangun melalui APBN. Pengelolaan perlu dibicarakan karena maintanance (pemeliharaan, red) kan biaya juga,’’ imbuhnya.

Wako sendiri sejak awal menginginkan agar pembangunan pasar itu menggunakan sistem build operate transfer (BOT). ‘’Ini dibangun oleh pihak ketiga. Kalau ternyata provinsi buat wacana lain, kita ingin dibahas bersama. Karena setelah dibangun nanti pemanfaatan nya seperti apa. Perlu dipertimbangkan,’’ sambung Ingot.

Sekali lagi, dia menggarisbawahi bahwa persoalan pasar bukan hanya membangun tapi juga mengelola yang juga memerlukan biaya. ‘’Jadi persoalannya bukan hanya membangun saja. Konsekwensinya perawatan juga. Pendapatan kan diatur dengan peraturan daerah. Sementara peraturan daerah sangat rendah retribusinya. Kita perkirakan tidak balance dengan maintance dan penyiapan lainnya,’’ singkatnya.

Terhadap Pasar Cik Puan, Wali Kota Pekanbaru Firdaus pernah menegaskan  tak akan menggunakan dana APBD Kota Pekanbaru untuk membangun Pasar Cik Puan. Ia lebih memilih untuk menggandeng investor dan akan membuat bangunan pasar modern 15 lantai yang terintegrasi.

Dia kala itu beralasan, jika  diteruskan bangunan yang lama, pasar hanya memiliki kapasitas 850 kios. Sementara pedagang sudah mencapai 1.100 orang. Jika pun harus diteruskan, dengan keadaan harga barang seperti sekarang, diperlukan Rp50 miliar sampai Rp60 miliar agar bisa operasional.

Kondisi ini pulalah yang membuat Firdaus tak mau mengeluarkan APBD untuk meneruskan pembangunan. Ia menyebut terlalu besar uang negara jika harus dihabiskan ke sana. Belum lagi, dia berhitung subsidi untuk operasional akan memberatkan dengan kisaran Rp3 miliar hingga Rp4 miliar per tahun. Jika dikalkulasikan untuk 30 tahun harus mengeluarkan Rp170 miliar.

Ia pun menjelaskan secara rinci manfaatkan menggaet investor untuk pembangunan pasar ini. Menurutnya, jika kerja sama dengan pihak ketiga, maka Pemko akan mendapatkan pengembalian Rp20 miliar dari bangunan yang dihancurkan. Rencananya akan dibangun bangunan 15 lantai. Lantai 1 dan 2 untuk 1.200 kios, lantai 3 dan 4 jadi mal, dan  lantai 5 sampai 15 hotel dan apartemen. Setelah 30 tahun kembali ke pemerintah. Bangunan seperti itu paling tidak biaya diperlukan Rp300 miliar. Setelah penyusutan nilainya masih ada Rp150 miliar. Dengan begini diklaim APBD Pekanbaru satu rupiah pun tak terganggu.(rir/ali/yls)

Laporan TIM RIAU POS, Kota

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook