PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pendampingan proyek Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang sebagai proyek strategis nasional menjadi salah satu tugas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Dengan berbagai upaya yang sudah dilakukan, kini tinggal 500 meter lagi pembebasan lahan belum dilakukan.
Sesuai arahan Presiden Republik Indonesia Ir Joko Widodo kepada Jaksa Agung RI ST Burhanuddin, jaksa sebagai pengacara negara memiliki tugas untuk menyukseskan berbagai proyek strategis nasional melalui pendampingan. Di Riau, salah satunya adalah proyek jalan tol.
Diuraikan Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Raharjo Budi Kisnanto, Senin (8/11) kemarin, proyek jalan tol di Riau pada ruas Pekanbaru-Bangkinang sempat terkendala pembebasan lahannya sepanjang 2,5 kilometer. Ini berada di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Tambang, Kampar.
"Pada Mei (2021, red) kemarin kita rapat dengan pak gubernur, Bupati Kampar, sekda, PT Hutama Karya (HK), HKI dan HK Aston (aspal beton, red) memang kami usulkan pembentukan tim untuk mengawal kegiatannya," jelasnya.
Namun, masukan itu tak direspon Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau hingga Agustus lalu. "Pada awal September, pihak HK hadir ke kejati. Bilang akhir September di depan mata. Lahan masih kurang 2,5 km yang belum bebas. Kami menggunakan cara-cara intelijen turun kesana. Sekarang pembebasan lahan kurang dari 500 meter lagi," ungkapnya.
Dari penelusuran Kejati Riau, pembebasan lahan tol yang terkendala tersebut terjadi karena beberapa hal. Di antaranya, besaran ganti rugi yang tak seragam. "Ada kesenjangan dalam menerima ganti rugi. Ada yang Rp600 ribu dan ada yang Rp33 ribu per meter," kata dia.
Mendalami hal ini, Kejati Riau kemudian berkoordinasi dengan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dari koordinasi ini diketahui nilai yang berbeda berasal dari penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
"Kita saran kan baik-baik pada KJP, kekeliruan KJP disitu, mereka hanya menilai setara eksisting lahan di tempat tadi. Tapi tidak di overlay dengan RTRW di Kampar. Sudah kita sampaikan pada KJPP. Mereka tidak mau menilai lagi, " urainya.
Kendala ini kemudian dirembukkan lagi. Diungkapkan Raharjo, kontraktor jalan tol pada dasarnya tak mempermasalahkan jika dilakukan penilaian ulang. Namun kembali lagi, KJPP menolak. "Tapi KJPP nya tidak mau. Penilaian itu memang kewenangan mutlak KJPP. Jalan terakhir dalam bentuk konsinyasi. Dalam jangka waktu 14 hari akan muncul penetapan, " imbuhnya.
"Terakhir Jumat kemarin kami diskusi dengan kakanwil (BPN, red) agar dibantu. Kalau tol ini terwujud terpanjang di Indonesia," tambahnya.
Asisten Pedata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati Riau Dzakiul Fikri menuturkan, Maret 2021 lalu, pihaknya diminta pendapat hukum tentang perda tol Pekanbaru Bangkinang. "Di Perda lama itu bukan kawasan hutan. Ternyata di Perda 10/2018 itu kawasan hutan. Merujuk surat menteri LHK, " ungkapnya.
Dia menggarisbawahi, prinsipnya negara tidak boleh membayar kalau itu kawasan hutan. "Ini menjadi sesuatu yang pelik. Harus dikeluarkan dari kawasan hutan," imbuhnya.
Pihaknya kata dia lagi, sesuai perintah Jaksa Agung, mendukung proyek strategis nasional. "Diperintahkan lakukan pendampingan hukum. Ada penyadaran hukum. Prinsip proyek strategis nasional tidak boleh berhenti. Kita rangkul para pihak. Kita hindari kegaduhan," ucapnya.
Dalam melakukan pendampingan ini, usai memberikan pendapat hukum pada Pemprov Riau, pihaknya tidak mendapatkan perkembangan informasi. "Setelah kami kasih pendapat hukum, tidak ada perkembangan informasi dari pemprov. Baru Agustus kemarin muncul lagi, " ujarnya.(ali)