OLEH ADNAN KASRY

Puasa dan Hari Lingkungan Hidup

Pekanbaru | Selasa, 05 Juni 2018 - 10:36 WIB

Puasa dan Hari Lingkungan Hidup

RIAUPOS.CO - Donella Meadows dan kawan-kawan pada 1972 melalui buku legendaries The Limits to Growth menyuarakan “Humanity was moving further into unsustainable territory”. Buku ini lahir dari sekelompok intelektual yang gelisah atas masa depan kehidupan di bumi. Sebelumnya tahun 1968 di Accademia de Licei, Roma, industrialis talia Aurelio Peccei mendiskusikan tantangan seluruh umat manusia yang melahirkan Club of Rome.

Bencana ekologis yang semakin menampakkan diri dan semakin mengkhawatirkan kehidupan di bumi melahirkan Konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia berlangsung di Stockholm, Swedia, 5-16 Juni 1972. Deklarasi Stockholm inilah yang mendasari pembentukan kementerian atau lembaga tinggi negara lingkungan hidup pada setiap negara anggota PBB di bawah United Nations of Enviromental Pogramme dengan markas besarnya di Nairobi (Kenya).

Baca Juga :Raih Selempang di Negeri Rantau

Pembangunan Berkelanjutan

Peristiwa-peristiwa embargo minyak oleh Organization of Arab Petroleum Exporting Country akibat perang Yom Kipur melumpuhkan ekonomi dunia tahun 1973, ditemukannya lubang ozon Antartika tahun 1985, dan terjadinya ledakan nuklir di Chernobyl serta semakin meningkatnya kerusakan muka bumi hampir di seluruh dunia melahirkan KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro menghasilkan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Disusul hadirnya Protokol Kyoto tahun 1997 untuk mengurangi emisi karbon. 

Dan tahun 2000 di New York , KTT Milenium menghasilkan tujuan pembangunan milenium (MDGs). Kemudian tahun 2002 berlangsung KTT Dunia tentang pembangunan berkelanjutan di Johannesburg menghasilkan dokumen perlindungan SDA dan keanekaragaman hayati. Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim berlangsung Desember 2010 di Doha, Qatar, dan 25-27 September 2015 KTT Pembangunan Berkelanjutan PBB di New York  menghasilkan agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Kemudian guna mengganti Protokol Kyoto yang berakhir tahun 2012, serangkaian konferensi internasional berkenaan dengan perubahan iklim berlangsung dan terakhir pada Desember 2015 menghasilkan Perjanjian Paris (Paris Agreement).

Keadilan Ekologis dalam Merawat Bumi

Sepanjang pengetahuan manusia sampai saat ini, hanyalah planet bumi tempat makhluk hidup menjalani kehidupannya. Allah SWT telah berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, ‘ Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau.

‘Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’ (Al-Baqarah: 30). Dan manusia pun menerima amanah Allah. “Sesungguhnya kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan bodoh” (Al-Ahzab: 72). Dan Allah SWT juga telah memperingatkan penyebab kerusakan lingkungan melalui Ar-Rum: 41; “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.  

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (Al A’raf: 56). Dengan demikian, Allah SWT telah memberikan kepercayaan penuh kepada manusia untuk memanfaatkan, memelihara dan merawat bumi sebagai satu-satunya planet tempat makhluk hidup melaksanakan kehidupannya.

Menyadari kedahsyatan kerusakan lingkungan dan bencana ekologis ini, PBB pada tahun 2018 ini mendeklarasikan peringatan Hari Lingkungan Hidup  Sedunia tahun 2018 bertemakan “ Connect with Nature” yang akan dirayakan di Kanada, memiliki misi untuk mengajak penduduk bumi berinteraksi dengan alam, mengenali, dan menikmati keindahan alam sehingga tergeraklah keinginan untuk melindungi bumi. Secara kebetulan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2018 berada dalam bulan suci Ramadhan 1439 H, bulan di mana umat Muslim diwajibkan menahan diri dari segala perbuatan yang mungkar, termasuk merusak ekosistem kehidupannya.

Ulama Besar Yusuf Al-Qaradhawi berpendapat, bukan Allah yang menzhalimi manusia, tetapi manusialah yang menzhalimi diri mereka sendiri, sebagaimana disebutkan dalam Alquran: “Itulah semua disebabkan perbuatan kedua tangan kamu. Dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hambaNya” (Al-Hajj: 10).

Bagaimanapun, memang harus ada perangkat hukum yang berwenang menjatuhkan sanksi  bagi para perusak lingkungan. Akan tetapi, selama manusia tidak sadar, perangkat ini pun tidakkan pernah mampu menyelesaikan masalah yang terjadi sampai ke akar-akarnya. Yusuf Qaradhawi berpendapat, harus dikembangkan suatu terapi dan penyadaran dalam diri manusia, yang merupakan sebuah komitmen tertinggi yang tiada duanya. Ia adalah iman yang benar kepada Allah SWT dan segenap ajarannya. Termasuk pula kepada alam akhirat. Karena hanya komitmen seperti inilah yang mampu mengubah manusia secara fundamental dari dalam, hingga kemudian ia menjadi tahu siapa dirinya, siapa Tuhannya, apa tujuannya hidup, serta bagaimana mencapai semua itu.***

Oleh Adnan Kasry, Dosen Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Unri

        









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook