PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Tahun ini Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) dipastikan kembali tanpa Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P). Hingga batas akhir pembahasan, 30 September 2023 DPRD tidak mengesahkannya. Padahal tanpa APBD-P banyak program prioritas, terutama menyangkut pelayanan kepada masyarakat bakal terganggu.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kuansing H Dedy Sambudi SKM MKes mengatakan pada alokasi APBD-P itu sudah dianggarkan pembelian alat kesehatan (alkes) seperti alat cuci darah, CT-scan, alat pemeriksaan kandungan atau USG serta ambulans untuk mendukung Program Jemput Anak Melahirkan (Jamela) di daerah itu.
Pembelian kendaraan roda dua untuk ketua BPD se-Kuansing juga batal. Pengadaan sejumlah kendaraan operasional penunjang kinerja lainnya juga terganggu. Termasuk juga gaji tenaga harian lepas (THL) dan tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuansing.
“Gagalnya APBD-P ini, tentu saja banyak program prioritas dan pelayanan kepada masyarakat bakal terganggu. Sebab pada alokasi APBD-P itu sudah kita anggarkan pembelian alat kesehatan dan operasional ketua BPD se-Kuansing,” kata Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) H Dedy Sambudi SKM MKes.
Pihaknya sudah melaporkan kepada pimpinan secara utuh. Langkah lebih lanjut, tentunya tim TAPD akan berkonsultasi dengan Kemendagri, BPK serta BPKP mencari solusi terbaik untuk masalah tersebut.
Ketua DRPD Kuansing Dr Adam SH MH mengatakan seluruh rangkaian pembahasan sudah dilalui. Namun banyak anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Iya. Banyak anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara bersama. Maka, solusi bagi kami, tim TAPD harus membuat pernyataan bertanggung jawab atas anggaran, yang menurut kami akan berpotensi menyalahi aturan. Nah, mereka tidak bersedia menandatanganinya,” kata Adam kepada wartawan, Senin (2/10).
Adam juga menuturkan, keputusan DPRD tersebut adalah bagian menyelamatkan Kabupaten Kuansing dari hal-hal buruk yang akan terjadi. “Pemasukan Pemkab hanya berkisar Rp44 miliar. Sedangkan anggaran yang akan dibayarkan ratusan miliar. Bisa-bisa tahun depannya Kuansing ini tergadai. Nah, inilah yang terjadi sebenarnya,” tutur Adam didampingi Wakil Ketua DPRD Kuansing Darmizar dan Muslim.
Adam menjelaskan, anggaran dana earmark itu harus digunakan sesuai peruntukannya. Tidak bisa dana itu digunakan untuk kegiatan lain. Ia mencontohkan, ketika dana earmark itu ada di PUPR Kuansing, maka dananya hanya boleh digunakan untuk kegiatan yang sama. “Jadi, apa yang kami lakukan juga untuk kebaikan kita bersama dan juga negeri ini,” jelas Adam.
Terkait surat pernyataan yang diminta fraksi di DRPD, salah seorang anggota TPAD Jafrinaldi membeberkan, awalnya dalam pembahasan pimpinan waktu itu, Ketua DPRD minta ada surat pernyataan untuk dituangkan dalam kesepakatan KUA-PPAS.
‘’Kemudian diminta kepada pemerintah daerah agar melaksanakan kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sesuai dengan regulasi yang ada. Contoh sisa earmark, DBH dan itu semuanya terpenuhi,’’ ujarnya.
“Karena kami tak punya beban dan tidak ada niat menipu-nipu anggaran kami tuangkan itu. Hanya pada malam itu yang hadir pimpinan DPRD Waka II Pak Juprizal. Beliau tidak minta surat pernyataan itu, tentu tak kami lampirkan,’’ jelasnya.
‘’Maka kami juga menyiapkan draf yang tidak perlu itu. Mungkin jika pimpinan yang lain minta pada waktu itu, kami pun sudah siapkan. Tapi ketika nota kesepakatan sudah ditandatangani, pernyataan apalagi yang diminta,” lanjutnya.
Kepala Bapenda ini menyebutkan, pihaknya tidak pernah mengatakan tidak bersedia, bahkan dari TAPD sudah siapkan. “Kami seluruhnya tanda tangan, mulai dari Sekda sampai Kasubag yang terlibat dalam TAPD menandatangani itu. Kami meyakini bahwa sumber pendanaan sesuai regulasi,” jelasnya.
Ekonom sekaligus tokoh masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing) Edyanus Herman Halim menilai, kegagalan pengesahan APBD-P Kuansing adalah kegagalan kerja wakil rakyat. Legislator, menurut Akademisi Universitas Riau asal Kuantan Tengah ini telah gagal menjalankan fungsi budgeting atau penganggaran yang diembannya.
Selain menjalankan fungsi sebagai lembaga pengawasan dan tugas lainnya, menurut Edyanus fungsi budgeting merupakan fungsi penting yang dimiliki oleh lembaga DPRD. Selain itu, DPRD juga punya fungsi kontrol yang lagi-lagi soal kontrol penganggaran. ‘’Apapun yang diajukan pemerintah, DPRD punya hak untuk melakukan koreksi,’’ ungkapnya.
Ketika Pemerintah Kabupaten Kuansing mengajukan anggaran, maka tugas DPRD untuk melakukan kontrolnya. Lihat, pelajari dan rapatkan. Kalau ada yang tidak sesuai aturannya, kata Edyanus, coret saja. Jangan pula, kata dia, APBD-P yang tidak disahkan.
‘’Apapun yang diajukan eksekutif, DPRD punya hak untuk melakukan koreksi. Tapi bukan berarti tidak jadi. DPRD harus menjalankan fungsi itu dengan baik,’’ kata Edyanus.
Edyanus menilai, alasan DPRD tidak melakukan ketok palu karena pemerintah gagal meyakinkan dasar dari sebuah penganggaran sebagai hal yang tidak bisa diterima. Justru DPRD yang seharusnya menilai hal itu.
‘’Mereka (DPRD, red) harus tahu. Mereka harus tahu, kalau ini tidak sesuai undang-undang silakan coret, itu tidak sesuai aturan, coret. Lalu alihkan ke yang sesuai landasan undang-undang. Jangan karena merasa tidak sesuai aturan, lalu harus minta keterangan. Memangnya ini ujian,’’ ungkapnya.
Apa yang dipertontonkan DPRD Kuangsing saat ini, menurut Edyanus, adalah kegagalan wakil rakyat Kuansing dalam menjalankan fungsi budgeting. ‘’Gagalnya menjalankan fungsi budgeting dalam menilai, memperbaiki dan menetapkan,’’ tegasnya.
Ketika eksekutif mengajukan anggaran yang amburadul, digodok hingga menjadi baik dan rapi oleh legislatif. Menurut Edyanus, legislatif punya Banggar, selain itu punya ahli, bahkan setiap fraksi punya staf ahli. Hingga tidak ada alasan tidak punya kemampuan penilaian atau koreksi terhadap rencana anggaran yang diajukan eksekutif.
Sementara itu, anggota DPRD Riau Dapil Kuansing Mardianto Manan berpendapat tak disahkannya APBD-P tersebut sangat merugikan masyarakat. Menurut dia, APBD- P merupakan keberlanjutan postur anggaran yang ada pada APBD murni atau tahun berjalan.
Sehingga ketiadaan APBD-P maka sejumlah program yang perlu dilanjutkan dan dievaluasi tidak dapat dilaksanakan hingga akhir tahun. “Sangat berdampak ke masyarakat. Karena dua kali berturut-turut dengan orang yang sama, aktor yang sama dan kandas di ruang yang sama, yang di Gedung DPRD Kuansing. Bisa kita baca siapa berbuat apa, nampak semua itu,” ujar Mardianto Manan, Senin (2/10).
Dikatakan dia, eksekutif dan legislatif merupakan satu kesatuan di dalam pemerintahan. Maka keduanya tidak bisa terpisahkan dan harus bersinergi dalam rangka pembangunan. Apabila satu unsur gagal, maka keduanya akan gagal dalam menjalankan pemerintahan yang ada.
“Kemarin informasinya dari DPRD mengatakan ada nomenklatur yang tidak pas, ada UU yang tidak cocok. Sudah diminta ke pemkab untuk dipenuhi. Tapi kata pemkab sudah dipenuhi permintaan DPRD. Tapi terbantainya dalam tanda kutip di DPRD,” sambung Mardianto.Masih dari informasi yang dia terima, bahwa DPRD terlihat sengaja melambatkan pembahasan finalisasi APBD-P. Apalagi waktu finalisasi baru dibahas pada 30 September lalu. Padahal bila merujuk kepada aturan yang ada, bisa dilakukan pembahasan beberapa hari jelang deadline akhir.
“Kalau memang ending-nya 30 September, jangan tanggal segitu di finalisasi. Kan bisa tanggal 25, 26, dan 27 sehingga kalau tak putus sehari, kan masih ada waktu. Yang anehnya ditempatkan pada akhir itu. Nampaknya ada semacam ‘’dalam tanda kutip’’ penggiringan supaya gagal. Siapa dalangnya saya ga tahu. Seakan dengan mengulur-ulur waktu,” tuturnya.
Kepada eksekutif dan legislatif di Kuansing, Mardianto meminta agar menghentikan segala bentuk persoalan politik yang ada. Menurut dia, bila ingin membangun Kuansing, maka semua pihak harus melupakan semua pertikaian yang terjadi di masa lalu.
“Sudahlah berkelahi tu, sudahlah. Mari kita berdamai, kita berpikir ke depan, jangan berpikir ke belakang. Masalah ada blok si A, si B, si C. Ga usah ada blok lagi. Ga ada hebatnya orang yang menggagalkan APBD-P itu,” ajaknya.
“Sudahlah tu, duduk sama-sama mari berpikir. Jangan pikirkan politik ke depan, tapi kita bicara pembangunan ke depan. Jangan berpikir kita mau jadi apa nanti, kita mau jadi bupati. Tapi bagus kita berpikir dengan APBD yang sangat minim, kita bisa bangun Kuansing. Sudahlah bertelaga tu,” ujarnya.
Dari 12 pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Riau. Hingga saat ini baru tiga kabupaten/kota yang telah menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD Perubahan tahun 2023 untuk di evaluasi oleh Gubernur Riau.
‘’Hingga saat ini kami baru menerima Ranperda APBD P 2023 dari tiga kabupaten/kota di Riau. Yakni Pekanbaru, Dumai dan Pelalawan,’’ ujar Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau Indra SE melalui Sekretaris Ispan, Senin (2/10).
Lebih lanjut dikatakannya, Ranperda APBD-P Dumai 2023 telah selesai dievaluasi oleh Pemerintah Provinsi Riau pada 15 September 2023. Kemudian draf APBD-P Pekanbaru dan Pelalawan saat ini masih proses evaluasi.
“Diperkirakan paling lambat 19 Oktober 2023 hasil evaluasi untuk Pekanbaru dan Pelalawan sudah bisa diserahkan atau setelah 15 hari kerja sejak dokumen kelengkapan evaluasi APBD-P dinyatakan lengkap,” ujarnya.
Sementara itu, saat ditanyakan terkait APBD-P Kabupaten Kuansing yang tidak disepakati, menurut Ispan, maka sampai batas waktu tiga bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran, kepala daerah melaksanakan pengeluaran yang telah dianggarkan dalam APBD Murni. “Kalau untuk sanksi, itu diberikan jika terjadi keterlambatan penyampaian Ranperda APBD atau pengesahan APBD murni,” jelasnya.(yas/sol/end/nda/das)
Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru