TOKYO (RIAUPOS.CO) - Kesungguhan Jepang menyelamatkan warganya dari serangan pandemi corona (Covid-19) sedang dipertanyakan.
Partai oposisi Jepang, Konstitusional Demokratik, dalam sesi parlemen menuduh pihak pemerintah sengaja menyembunyikan keadaan sebenarnya terkait lonjakan sebaran corona di negara tersebut. Itu demi Olimpiade Tokyo 2020 tetap berlangsung sesuai jadwal pada 24 Juli.
Kecurigaan ini muncul lantaran Pemerintah Jepang baru gencar mengeluarkan pernyataan darurat corona dan mengambil langkah-langkah preventif setelah Olimpiade resmi ditunda sampai tahun depan pada Selasa lalu (24/3/2020).
Itu berdasarkan hasil rapat Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dengan Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach.
Abe pada Sabtu (28/3) baru mengumumkan bahwa Jepang saat ini di ambang lompatan besar sebaran corona. Dia menyebut kasus-kasus baru semakin sulit terlacak dan mulai di luar kendali.
"Ketika sebaran melonjak dan sulit dikendalikan, strategi kami (dalam menghadang corona, red) jadi berantakan," ucapnya dilansir Time.
Perdana Menteri 65 tahun itu bahkan menyebut Jepang memiliki kemungkinan bisa menghadapi kondisi yang sama dengan Eropa maupun Amerika Serikat (AS). Yakni puluhan ribu warganya sudah positif terinfeksi Covid-19. Abe juga baru membuat gugus tugas baru yang bertugas khusus untuk mengatasi pandemi ini pada Kamis (26/3).
Sehari setelah Olimpiade dipastikan batal, Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, meminta warganya tidak bepergian keluar rumah pada akhir pekan sampai pertengahan April.
Dia juga menyebut kasus baru corona di hari itu mencapai 41. Melonjak tajam dibanding pada awal pekan yang hanya 16. Sabtu kemarin, Tokyo memastikan ada 63 kasus baru yang terkonfirmasi. Koike menyebut sedang menimbang untuk melakukan lockdown di wilayah pemerintahannya.
Sampai Ahad (29/3), Kementerian Kesehatan Jepang menyebut sudah ada 2.578 kasus positif corona di seluruh negara tersebut. Sebanyak 1.000 di antaranya sembuh, dan 64 meninggal.
Pernyataan-pernyataan darurat corona yang baru keluar inilah yang membuat oposisi pemerintahan Jepang curiga. Sebelum Olimpiade resmi dibatalkan, jajaran pemerintah selalu menyebut negara mereka aman. Seakan hanya ingin meyakinkan dunia internasional bahwa mereka siap menggelar Olimpiade tepat waktu.
Padahal, hanya selang sehari Olimpiade resmi dibatalkan, Koike sudah menyebut ada lonjakan kasus corona dan langsung bersiap melakukan lockdown untuk wilayah Tokyo.
"Apakah ini hanya kebetulan?" ucap Maiko Tajima, anggota parlemen dari partai oposisi Konstitusional Demokratik dilansir Time.
Mantan Perdana Menteri Jepang, Yukio Hatoyama, bahkan menyebut pemerintahan Jepang di bawah kepemimpinan Abe lebih mengutamakan Olimpiade dibanding keselamatan warganya. Dia juga mengklaim pemerintah sengaja mengumumkan jumlah pasien corona lebih sedikit dari yang seharusnya.
"Corona telah menyebar saat mereka menunggu (kepastian gelaran Olimpiade, red). Bagi mereka olimpiade yang utama. Bukan penduduk Tokyo," ucap Hatoyama.
Abe sudah menyangkal tuduhan tersebut. Dia memastikan pemerintah Jepang tidak pernah memanipulasi jumlah kasus corona. Dia juga menolak tuduhan bahwa pemerintah Jepang telah menggabungkan jumlah kasus kematian corona dengan penyakit pneumonia.
"Saya sadar ada kecurigaan kami menyembunyikan angka-angka itu. Tapi saya yakin itu tidak benar. Jika ada yang ditutupi, itu akan tampak pada jumlah kematian," jelas Abe.
Sumber: Reuters/CNN/Time/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun