ROMA (RIAUPOS.CO) - "Saya akan membawa Italia kembali ke tempat selayaknya berada. Kami sudah lama tidak memenangi Euro. Dan, itulah target objektifku". Begitu yang dijanjikan Roberto Mancini setelah ditunjuk Federasi Sepakbola Italia (FIGC) sebagai allenatore Italia pada 14 Mei 2018.
Saat itu, Gli Azzurri enam tahun berada dalam awan kelabu. Setelah tersingkir dari fase grup Piala Dunia 2014, Italia kandas di perempatfinal Euro 2016, dan puncaknya: gagal lolos ke Piala Dunia 2018!
Karena itu, setelah Italia lolos dari kualifikasi Euro 2020, Mancio –sapaan akrab Mancini— kembali menegaskan janjinya. Mantan kiper Italia Walter Zenga jadi saksinya saat pertemuan pada 20 Desember 2020.
"Kali terakhir aku berbicara dengannya (Mancini) di Dubai akhir tahun lalu, dia begitu konfiden berkata kepadaku bahwa Italia akan memenangi Euro (2020)," ungkap Zenga saat jadi analis dalam tayangan langsung final Euro 2020 di Sky Sport Italia,kemarin (12/7).
Menurut pria yang tahun lalu masih menangani klub Serie A Cagliari Calcio tersebut, Mancini tidak pernah main-main dengan janjinya. Selama 1.155 hari menangani Gli Azzurri, Mancini bekerja begitu keras dalam membangun fondasi permainan yang kokoh bagi Giorgio Chiellini dkk.
Mancini sadar, Italia dalam beberapa tahun terakhir tidak lagi memiliki sosok pemain bintang atau setidaknya jadi patron. Untuk mendapatkan skuad pilihannya di Euro 2020, pelatih kelahiran Jesi (kota di Provinsi Ancona) 56 tahun silam itu sampai memanggil 58 pemain dalam setahun terakhir. Alhasil, skuad Italia pun tidak lagi didominasi oleh pemain dari klub-klub besar Italia. Klub medioker seperti US Sassuolo, misalnya, bisa menempatkan sampai tiga nama dalam daftar 26 pemain Gli Azzurri untuk Euro 2020. "Dia (Mancini) bukan pemimpi dan dia berhak (atas juara Euro 2020)," jelas Zenga yang capaian terbaiknya bersama Italia di Euro adalah semifinalis edisi 1988 tersebut.
Di Wembley Stadium kemarin, Mancini membawa Italia mengangkat trofi juara Euro kali kedua setelah 1968 usai mengalahkan Inggris lewat adu penalti 3-2 (1-1). Tertinggal oleh gol cepat dalam sejarah final Euro via Luke Shaw (1 menit 57 detik), Italia tidak lantas tertekan. Chiellini dkk perlahan-lahan mengendalikan tempo, bahkan mendikte permainan setelah turun minum.
Pengalaman menang adu penalti (4-2) atas Spanyol di semifinal sedikit banyak menjadi modal Italia untuk mempermalukan Inggris di depan 67.173 penonton Wembley Stadium yang mayoritas mendukung The Three Lions.
"Nyaris tidak ada orang yang percaya kami bisa masuk ke final lalu menjuarainya. Victory yang sepertinya mustahil bisa kami dapatkan, bahkan untuk sekadar dipikirkan," ungkap Mancini yang juga pernah memenangi trofi juara di Wembley sedekade lalu (Piala FA 2011 bersama Manchester City) .
Selain kesabaran dan ketekunan dalam menyeleksi pemain, Mancini dianggap membuat Gli Azzurri sebagai sebuah tim yang kreatif. Tim yang mmebuat para pemainnya menikmati permainan ketimbang sekadar memburu kemenangan semata.
"Itulah yang membuat Mancini leluasa memainkan skema apa pun, 4-3-3 atau 3-4-2-1 (seperti dalam final kemarin, red)," tulis Richard Hall dalam analisisnya di Football Italia.
"Di timnas, saya seperti sedang bermain sepakbola lima lawan lima dengan teman-teman saya," klaim wide attacker Italia, Lorenzo Insigne kepada La Gazzetta dello Sport.(ren/dns/jpg)