JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kekhawatiran PKS terhadap nasib gugatan pasal 222 UU Pemilu tentang Presidential Threshold benar-benar menjadi kenyataan. Kamis (29/9), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak uji materi yang diajukan oleh salah satu partai berbasis Islam tersebut.
Dalam pertimbangannya, hakim MK Enny Nurbaningsih mengatakan, MK telah memutus norma serupa dalam perkara-perkara sebelumnya. Dan karena permohonan juga sudah jelas, Mahkamah berpendapat tidak terdapat urgensi untuk mendengar keterangan para pihak dalam persidangan pokok perkara. ''Oleh karenanya, Mahkamah tidak memanggil atau menghadirkan Pihak Terkait untuk didengar keterangannya,'' ujarnya.
Sebagaimana putusan sebelumnya, lanjut Enny, norma terkait PT dalam tafsiran MK merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka dari pembuat UU. Meski demikian, kata Enny, Mahkamah mengapresiasi kajian PKS terkait penentuan interval range angka ambang batas berbasis kajian ilmiah. Yakni melalui penghitungan indeks Effective Numbers of Parliamentary Parties (ENPP).
Kajian itu dinilai dapat memperkaya dalam penyusunan kebijakan. ''Namun demikian, hal tersebut bukan ranah kewenangan Mahkamah untuk memutusnya,'' tegas Enny. MK kemarin juga menolak gugatan Partai Buruh terkait UU yang sama.
Terpisah, Kuasa Hukum PKS Zainudin Paru mengatakan, walaupun gugatannya ditolak MK, pihaknya tetap menghormati MK. Apalagi, dalam pertimbangan putusannya, MK mengapresiasi gagasan penentuan presidensial threshold yang disampaikan PKS.
Zainudin memahami ketidakberanian MK untuk mengabulkan perkara itu. Karena, menurutnya, tentu akan memunculkan perubahan yang besar atau melawan kekuatan yang besar. ''MK juga enggan memberi kesempatan kepada kami untuk menyampaikan pembuktian, sehingga langsung buru-buru diputuskan pasca sidang pemeriksaan pendahuluan,'' jelasnya.(jpg)