JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Bantuan kuota internet dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak menganut sistem akumulasi, tapi sistem gugur. Sistem ini maksudnya, peserta didik dan pendidik yang tak mendaftarkan nomor ponselnya pada September, otomatis hanya akan terima bantuan di tiga bulan sisanya.
Sebagai informasi, penyaluran bulan September tahap I dan II sudah berlangsung sejak awal pekan lalu. Sejauh ini baru 27.305.495 juta nomor ponsel pendidik dan peserta didik yang sudah memperoleh bantuan ini. Padahal targetnya sebanyak 50,7 juta siswa, 3,4 juta guru, 5,1 juta mahasiswa, dan 257.217 dosen.
Plt Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbud Hasan Chabibie mengungkapkan, kondisi ini diperkirakan terjadi karena pendataan nomor ponsel di satuan pendidikan masih belum rampung. Kemudian, surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) yang juga belum diselesaikan oleh pihak satuan pendidikan.
"Atau, satuan pendidikan memang tidak membutuhkan. Karena mungkin merasa sudah mampu dan berpikiran sebaiknya untuk yang lebih memerlukan saja," paparnya dalam temu media secara daring, Selasa (29/9).
Kendati begitu, jumlah tersebut diyakini akan terus meningkat seiring dengan proses permutakhiran data, verifikasi dan validasi data, serta penyempuranaan surat pernyataan SPTJM. Hasan menyampaikan, selain mempercepat pendataan nomor pendidik dan peserta didik, urusan SPTJM ini juga menjadi kunci. Sebab, SPTJM berisikan pernyataan tanggungjawab dari kepala sekolah mengenai keabsahan nomor ponsel yang diserahkan. Bahkan sebagai syarat, SPTJM ini wajib ditandatangi langsung oleh kepala sekolah di atas materai. Untuk menerapkan kehati-hatian, pihaknya pun sengaja memeriksa secara manual puluhan ribu SPTJM tersebut.
"Ada sekitar 11.230 SPTJM yang terpaksa harus dikembalikan untuk dilakukan perbaikan karena tidak memenuhi syarat," paparnya.
Karenanya, dia meminta agar pihak satuan pendidikan segera merevisi dan mengirimkan kembali sehingga bantuan bisa segera diberikan. Pasalnya, bila tidak segera disusulkan, kesempatan siswa, guru, dosen, dan mahasiswa untuk menerima bantuan bulan September bisa hangus. Sebab, meski kesempatan untuk mendaftarkan nomor ponsel ke dapodik dan PD Dikti masih terus dibuka, namun bantuan hanya diberikan untuk di bulan berikutnya. Alias, hanya menerima tiga bulan saja. Seperti diketahui, bantuan subsidi kuota internet ini diberikan selama empat bulan, mulai September-Desember 2020.
"Yang terlambat masih bisa masuk. Tapi tidak mendapatkan lengkap," tutur Hasan.
Lalu, ke mana sisa anggaran subsidi kuota Rp7,2 triliun jika tak terserap seluruhnya? Hasan memastikan dana tersebut akan dikembalikan ke kas negara. Dirinya pun turut menyinggung soal risiko kerugian negara bila terdapat kuota sisa. Menurutnya, adanya sisa kuota ini relatif kecil sekali. Angka 30-35 Gb itu sudah berdasarkan aktivitas anak. Di mana, dalam satu hari bisa 2-3 jam melakukan belajar tatap muka virtual.
"Hitunglah satu jam 500 Mbps. Virtualnya 60 jam sebulan. Sudah 30 Gb sendiri, belum lagi saat ada tugas lain," ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, mengenai pengelompokan jenis kuota menjadi kuota umum dan belajar dilakukan karena kembali pada esensi awal bansos ini diberikan. Yakni, proses belajar mengajar bisa dilakukan dengan baik. Dia meyakinkan, siswa masih bisa buka media sosial ataupun main tiktok dengan kuota umum. Tentunya, tanpa menyentuh kuota belajar yang memang dikhususkan untuk belajar.
Memang, kuota belajar ini hanya dikhususkan untuk aplikasi dan laman tertentu saja. Tapi, Hasan meyakinkan bahwa aplikasi belajar tersebut bukan harga mati. Pihaknya membuka diri untuk melakukan update aplikasi saja yang ingin dimasukkan dalam kuota belajar ini. Termasuk, aplikasi belajar buatan sekolah maupun kampus yang sengaja dibuat selama pandemi.
"Silakan usulkan pada kami. Kami terbuka untuk meng-update nanti," jelas pria yang hobi berpeci tersebut.
Hal ini turut menjawab keluhan soal minimnya kuota umum yang dikhawatirkan tak cukup. Hasan menegaskan, bahwa sejatinya dari aplikasi yang kerap digunakan saat pembelajaran jarak jauh (PJJ) sudah terakomodir dalam kuota belajar. Merujuk pada survei yang dilakukan pihaknya pada Mei 2020, bahwa kebanyakan siswa belajar dengan cara mengerjakan soal dari para guru dengan menggunakan aplikasi WhatsApp (WA).
Data ini didukung oleh survei selanjutnya pada Juli 2020 dengan menggandeng Telkomsel. Diketahui bahwa konsumsi video conference paling tinggi didominasi oleh WA Call, Zoom, Google Hangout, maupun Webex.
"Dan aplikasi ini sudah masuk ke dalam kuota belajar," katanya.
Sementara itu, Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Purwanto mengungkapkan, biaya untuk kebijakan bantuan kuota ini sudah disetujui dan ditetapkan untuk empat bulan mendatang. Penerapan anggarannya diserahkan secara langsung pada Kemendikbud yang nanti berkoordinasi dengan pihak operator seluler.
"Kami meminta Kemendikbud untuk mengkoordinasikan dengan operator selular agar harga yang diterima sesuai dengan identitas kegiatan dan dianggap wajar," katanya.
Mengenai kemungkinan dana sisa, Purwanto menegaskan, bahwa dana tersebut hingga kini berada di rekening negara. Kemendikbud hanya diberi "cek" untuk bisa dicairkan ke KPPN. Sehingga, kalaupun ada sisa, dana masih berada di rekening negara. Dia berharap, bantuan ini bisa bermanfaat bagi seluruh pihak. Sehingga, proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik.
Kemendikbud mulai September sampai Desember nanti akan mengirim bantuan kuota internet bagi pendidik dan peserta didik. Untuk peserta didik jenjang PAUD bantuan diberikan sebesar 23 GB perbulan dengan rincian 5 GB kuota umum 15 Gb kuota belajar.
Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah di SD, SMP, SMA, SMK mendapatkan 35 GB per bulan, dengan rincian 5 GB kuota umum dan 30 GB, kuota belajar. Sementara untuk guru diberikan 42 GB, yang terdiri dari 5 GB kuota umum dan 37 GB kuota belajar. Sementara dosen dan mahasiswa mendapat 50 Gb dengan rincian, 5 Gb kuota umum dan sisanya kuota belajar.(mia/jpg)