Jakarta (RIAUPOS.CO) - Pada awal dekade ’90-an, pemerintah merekrut pegawai negeri sipil (PNS) dalam jumlah besar. Dampaknya, saat ini hingga 2025 bakal terjadi gelombang pensiun PNS yang juga dalam jumlah besar. Kondisi itu menjadi momentum penataan aparatur sekaligus memaksimalkan pelayanan publik berbasis teknologi informasi (TI).
Terjadinya gelombang pensiun tersebut dibahas dalam forum kampanye Semangat Berbagi Peran yang digelar Pemimpin.ID di Jakarta, Sabtu (29/1). Pendiri Negarawan.id yang juga PNS Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Arya Dwari Rahmani mengatakan, gelombang pensiun PNS besar-besaran sejatinya terjadi mulai 2021. Bahkan, jika dihitung sampai 2024 saja, diperkirakan ada 706 ribuan PNS yang pensiun.
‘’Pada 2021 sampai 2025, pemerintah menghadapi gelombang pensiun PNS besar-besaran. Mereka adalah PNS yang diangkat pada 1990-an,’’ ujar Arya.
Mewakili unsur pemerintah, dia mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) atau PNS dengan sistem yang semakin baik. Dengan begitu, bisa direkrut PNS dari pemuda-pemuda yang memiliki kompetensi dan kualitas mumpuni di bidangnya.
Arya menambahkan, saat ini tuntutan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik sangat besar. Masyarakat menuntut adanya layanan birokrasi yang sesuai dengan perkembangan zaman. Khususnya pelayanan publik yang memanfaatkan perkembangan teknologi. Masyarakat masih memandang pelayanan publik di era revolusi industri 4.0 kok masih begini-begini saja.
Lebih lanjut, Arya mengatakan, budaya kerja di lingkungan birokrasi sekarang sudah berbeda dengan zaman dahulu. Saat ini tidak harus menunggu tua untuk menduduki jabatan eselon di kementerian dan lembaga. Menurut perhitungannya, sekitar 30 persen jabatan eselon diisi ASN dengan usia 20-an sampai 30-an tahun. ’’Artinya (birokrasi) kita tidak seperti era dulu. Bukan lagi eranya yang jadi pejabat eselon adalah ASN usia senior,’’ tuturnya.
Selain itu, Arya mengungkapkan bahwa sistem seleksi jabatan secara terbuka sudah berjalan dengan baik. Meskipun jumlah ASN muda yang menduduki jabatan eselon masih sekitar 30 persen, dampaknya baik ke depannya.
Dalam kesempatan yang sama, CEO Pemimpin.id Dharmaji Suradika menuturkan, Indonesia memerlukan banyak pemimpin. ’’Pemimpin bukan hanya yang ada di balik layar atau jajaran paling belakang,’’ tuturnya.
Untuk mencetak pemimpin, diperlukan keterlibatan banyak pihak, di antaranya, industri, birokrasi, dan media. Dia menyambut baik munculnya semangat para ASN muda untuk mencetak pemimpin guna perbaikan layanan birokrasi.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, pada awal dekade 1990-an memang terjadi pengangkatan PNS dalam jumlah besar. Khususnya untuk formasi guru. Sebab, saat itu pemerintah membuka akses pendidikan seluas-luasnya untuk mengejar wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas).
Menurut dia, adanya gelombang pensiun PNS dalam jumlah besar merupakan momentum yang bagus. ’’Kalau kita bicara ingin good governance, basisnya adalah TI,’’ katanya. Dengan demikian, pelayanan publik dimaksimalkan memanfaatkan teknologi. Sementara itu, jumlah PNS tidak perlu banyak-banyak. Dia mengatakan, saat ini jumlah PNS secara nasional masih sekitar 4 juta jiwa. Angka idealnya cukup di kisaran 2,5 juta jiwa.
Untuk mengurangi jumlah PNS, pemerintah tidak melakukan dengan cara memaksa PHK atau pensiun dini. Tetapi dengan cara membuka lowongan PNS baru di bawah jumlah yang pensiun pada tahun tersebut.
Bahkan beberapa tahun lalu, pemerintah sama sekali tidak membuka lowongan PNS baru. ’’Ke depan rekrutmen PNS baru harus disesuaikan dengan analisis beban kerja. Jangan asal menetapkan kuotanya sekian,’’ ujarnya.(wan/c7/oni/jpg)