JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama sejumlah organisasi profesi, seperti Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia, dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengeluarkan pernyataan tertulis soal tuntutan ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan (nakes).
Dalam surat yang dikeluarkan pada Jumat (27/3) itu disebutkan, jika hal tersebut tak dipenuhi maka nakes diminta sementara tidak ikut melakukan perawatan pasien Covid-19.
Surat yang ditandatangani oleh Ketua IDI Daeng M Faqih itu menjelaskan tiga hal yang tengah terjadi. Pertama, bahwa dalam konsisi pandemi saat ini, kemungkinan setiap pasien yang diperiksa adalah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) atau pasien Covid-19. Kedua, setiap nakes berisiko tertular. Ketiga, jumlah nakes yang terjangkit semakin meningkat bahkan sebagian meninggal dunia.
Oleh sebab itu, organisasi profesi meminta terjaminnya APD yang sesuai untuk setiap nakes. Apabila hak ini tidak terpenuhi, maka anggota profesi dari masing-masing organisasi terkait diminta untuk sementara tidak ikut melakukan perawatan penanganan pasien Covid-19. Selain demi melindungi diri, juga untuk menjaga keselamatan sejawat. Karena sejawat yang tertular, selain akan jatuh sakit juga akan berdampak pada terhentinya pelayanan penanganan pada pasien. Selain itu dapat menularkan pada pasien.
Daeng menegaskan bahwa surat tersebut merupakan himbaun pada nakes. Bukan ancaman. ”Jadi yang pakai APD boleh merawat pasien Covid-19, yang tidak pakai APD tidak diperkenankan merawat pasien Covid-19,” ujarnya.
Diakuinya, jumlah APD saat ini tidak cukup. Masih diperlukan dalam jumlah banyak dan kontinyu, karena APD idealnya hanya dipakai sekali. Apalagi, seiring bertambahnya pasien. Yang artinya, kebutuhan pun terus bertambah.
Dikonfirmasi tentang kondisi APD yang kian menipis, Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta yang menjadi salah satu RS rujukan pasien Covid-19, Syafak Hanung, tidak banyak merespon. Dia hanya mengungkapkan, akan melakukan pengecekan terlebih dahulu sebab baru ada tambahan. ”Tadi (kemarin, red)ada tambahan dari DKI dan donasi,” katanya.
Namun diakuinya, secara garis besar kondisi ketersediaan APD ini sempat langka. Pihaknya sempat membeli dengan harga selangit. ”Alhamdulillah ada donasi dan pemberian dari Kemenkes. Serta mulai ada di distributor,” ungkapnya.
Direktur Utama RS Paru Dr H.A Rotinsulu Bandung, Edi Sampurno, memastikan APD di rumah sakit yang dipimpinnya masih cukup. Dia menegaskan jika keberadaan APD sangat penting untuk melindungi nakes.
Malaysia Dipilih untuk Uji Coba Obat Covid-19
Pasien Covid-19 di Malaysia memiliki harapan untuk sembuh. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memilih Malaysia sebagai salah satu negara untuk uji coba efektivitas Remdesevir. Itu adalah obat yang diklaim paling efektif untuk menangani pasien yang terkena virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
Badan Keamanan Nasional (NSC) Malaysia mengungkapkan bahwa negara tersebut terpilih karena kemampuan Kementerian Kesehatan dalam melakukan penelitian. ’’Kementerian Kesehatan akan memberikan Remdesevir pada pasien Covid-19 dan memonitor semua efek samping serta efektivitasnya,’’ ujar Dirjen Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah seperti dikutip The Straits Times.
Malaysia bukan satu-satuya negara yang dipakai sebagai tempat uji coba. Ada 45 negara yang ditunjuk. WHO menyebut ini sebagai solidarity trial alias uji coba solidaritas. Pasien di Oslo University Hospital, Norwegia menjadi orang pertama yang menjalani terapi tersebut.
Ada empat jenis yang digunakan untuk uji coba WHO tersebut. Yaitu remdesivir, obat malaria chloroquine dan hydroxychloroquine serta kombinasi obat HIV lopinavir dan ritonavir. Yang terakhir adalah kombinasi lopinavir dan ritonavir ditambah dengan interferon-beta. Setidaknya salah satu dari pengobatan di atas diharapkan ampuh. Itu karena hingga detik ini anti virus untuk SARS-CoV-2 belum siap. Butuh sekitar setahun lagi jika harus produksi masal.
Anggota DPR Meninggal dalam Status PDP
Anggota DPR dari fraksi PDIP Imam Suroso meninggal Jumat malam (27/3) sekitar pukul 20.50 dalam status pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19. Jenazah yang sebelumnya dirawat di RSUP dr Kariadi Semarang telah dilakukan pemulasaran sesuai protokol Covid-19 dan langsung dimakamkan di kediaman Imam di Dukuh Saliyan, Kelurahan Pati Lor, Pati, Sabtu (28/3).
Seorang anggota keluarga Imam kepada Radar Kudus mengatakan, lokasi pemakaman sesuai dengan pesan almarhum yang meminta dimakamkan di dekat rumahnya ketika meninggal. ”Langsung dimakamkan setelah ambulans tiba di Pati,” ungkapnya.
Berdasar informasi yang dihimpun, Imam menunjukkan gejala demam sejak Rabu (18/3) di Jakarta sebelum pulang ke Pati. Imam kemudian melakukan sejumlah agenda di Pati. Termasuk pembagian hand sanitizer dan masker di Pasar Puri Baru bersama dokter dan staf RS Mitra Bangsa Pati pada Jumat (20/3). Setelah itu, Sabtu (21/3), Imam mengalami demam tinggi serta nyeri tenggorokan dan dirawat dokter pribadi.
Sejak saat itu tim kesehatan mulai menduga bahwa Imam masuk ODP karena gejala yang menyerupai terinfeksi Covid-19. Imam dan keluarga disarankan untuk isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. Namun, sehari berselang, demamnya makin tinggi. Batuknya juga semakin parah. Keluarga lantas melarikan Imam ke RSUP dr Kariadi Semarang.
Secara terpisah, anggota Fraksi PDIP Johan Budi menyatakan kehilangan sosok yang peduli dan setia kawan. ”Fraksi PDIP dan semua anggota DPR tentu merasa sangat kehilangan. Pengalaman saya selama bergaul, beliau adalah sosok yang supel dan periang,” kata Johan Budi.
Dia mengaku kaget mendengar kabar duka itu. Apalagi, dirinya tidak pernah mendengar anggota komisi IX DPR itu sakit. ‘‘Ini menyadarkan kita bahwa Covid-19 sangat berbahaya dan bisa menyerang siapa saja,’’ ujar Johan.(put/mar/fal/mia/sha/ayi/jpg)