JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Hujan di kawasan Senayan sejak Ahad dini hari (27/1) seakan tidak berarti. Ribuan perempuan berseragam hijau tetap kukuh melaksanakan hajatnya di stadion terbesar Indonesia, Gelora Bung Karno. Para ibu yang rata-rata sudah paruh baya dan berusia senja itu berkumpul memperingati 73 tahun lahirnya organisasi Muslimat NU.
Sejak Sabtu (26/1), para jamaah dari penjuru Indonesia sudah tiba di kompleks GBK. Ada yang menggunakan pesawat. Lainnya menggunakan transportasi laut. Tidak ketinggalan para ibu yang menggunakan jasa kereta api. Juga mereka yang dibawa oleh ratusan bus belasan jam melewati jalur darat. Siti Robikah adalah salah satunya. Perempuan asal Kademangan, Blitar, itu sudah tiba di Jakarta sejak Sabtu pukul 22.00. Tidak kurang dari 400 muslimat asal Kabupaten Blitar berangkat ke Jakarta menggunakan tujuh buah bus.
’’Kalau keberangkatan diumumkan terbuka, bisa-bisa semua jamaah ikut ke Jakarta,’’ tuturnya.
Hoaks menjadi salah satu fokus utama dalam peringatan bertajuk Khidmah Muslimat NU, Jaga Aswaja, Teguhkan Bangsa itu. Ribuan muslimat mendeklarasikan penolakan terhadap hoaks, ujaran kebencian, fitnah, dan ghibah.
’’Hoaks, no. Fitnah, no. Ghibah, no,’’ seru Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa.
Dia meminta agar seruan itu juga diikuti dan diimplementasikan oleh seluruh kader Muslimat hingga level anak ranting. Muslimat akan menjadi bagian yang ikut mengajak seluruh elemen bangsa membangun pikiran yang positif. Dia menjelaskan, Muslimat NU memiliki lebih dari 59.600 majelis taklim. Hampir setiap hari selalu ada ada kajian keagamaan.
’’Ada ustazah, mubaligah, pendakwah, itu yang akan menyampaikan (pesan antihoaks),’’ lanjutnya.
Tentunya menggunakan konteks keagamaan yang mudah dipahami oleh para jamaah muslimat. ’’Rasulullah SAW mengajak kita agar jangan ghibah, jangan bergunjing,’’ tuturnya memberi contoh.
Teks-teks dalam Alquran dan hadist cukup kuat dalam memberi penjelasan. Keterangannya akan dipadukan dengan referensi dari UU ITE. Khususnya mengenai hoaks dan ujaran kebencian. Targetnya, minimal lingkungan keluarga para jamaah Muslimat bisa dibentengi dari hoaks dan ujaran kebencian.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan potensi perpecahan dalam pemilu. Sesama tetangga tidak saling sapa gara-gara beda pilihan di pilkada.
’’Di dalam majelis taklim yang sama tidak saling omong gara-gara pilihan presiden. Bener nggak?’’ ujar Presiden.
Karena itu, dia meminta para Muslimat untuk lebih mampu mengendalikan diri. Dengan tidak mencela, saling menghina, termasuk tidak ikut menebar hoaks hanya karena perbedaan. ’’Sudah menjadi sunnatullah bahwa kita berbeda-beda,’’ lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.(byu/jpg)