JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Gempa tektonik dangkal mengguncang Kota Ambon di Provinsi Maluku pada kamis pagi (26/9) sekitar pukul 06.46 WIB. Gempa dirasakan kuat oleh warga dan merusak sejumlah bagunan. 20 orang dilaporkan meninggal akibat tertimpa bangunan.
BMKG melaporkan pada bahwa pusat gempa berada di darat pada jarak 42 kilometer di timur kota Ambon pada kedalaman 10 kilometer. Hasil analisis BMKG menunjukkan informasi awal gempabumi ini berkekuatan M=6,8 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi M=6,5.
20 Orang meninggal dunia dengan rincian 3 orang berasal dari Desa Tial di Kecamatan Batu Kuda, Lembah Argo, Ambon 1 orang, Nania dan Skip 1 orang, Desa Liang di Kabupaten Maluku Tengah 6 orang, Desa Waai di Maluku Tengah 3 orang. Serta 3 orang lagi dari Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). 1 orang staf Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon serta 2 orang lain yang masih belum teridentifikasi.
Plh. Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo menyatakan bahwa hingga saat ini gabungan tim SAR dari BPBD Maluku dibantu TNI/Polri sedang melakukan operasi pencarian dan penyelamatan. Korban kemungkinan masih bisa bertambah. Korban luka telah mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Al-Aqsha dan lainnya di Puskesmas Air Besar. Sementara itu warga Kota Ambon ada yang mengungsi ke rumah kerabat terdekat. BPBD setempat masih melakukan pendataan paska kejadian tadi pagi.
Salah satu warga Kelurahan Karang Panjang, Ambon, Priska Birahy mengungkapkan dirinya sedang tidur pada Kamis pagi saat tiba-tiba ia terbangun merasakan kasur yang berguncang hebat. Penghuni rumah dan warga sekitar berhamburan keluar dan menuju ke lapangan kelurahan. "Semuanya teriak-teriak panik," tutur Priska kepada Jawa Pos (JPG), kemarin (26/9).
Priska sendiri merasakan beberapa kali gempa susulan yang guncangannya terasa. Di antaranya jam 9 pagi hingga jam 3 sore. Pagi setelah gempa pertama, masyrakat kota Ambon diguncang kepanikan akan terjadinya tsunami. Jalan Skip Kota Ambon yang merupakan akses menuju perbukitan macet karena dipadati oleh kendaraan dari dua arah. "Yang dari kota mau lari ke bukit. Takut tsunami. Yang dari bukit pingin ke bawah takut longsor," tuturnya.(tau/lyn/wan/jpg)