INTEGRASI NIK CEGAH POTENSI KESALAHAN DATA

Cukup lewat Aplikasi, Kemenag Uji Coba Cara Baru Daftar Haji

Nasional | Kamis, 27 Januari 2022 - 09:59 WIB

Cukup lewat Aplikasi, Kemenag Uji Coba Cara Baru Daftar Haji
Ilustrasi (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pendaftaran haji bakal semakin mudah. Tidak perlu datang ke kantor Kemenag kabupaten/kota. Melalui layanan online, calon jemaah bisa mendaftar haji sambil rebahan di dalam rumah. Sistem baru ini sedang tahap uji coba menjelang peluncuran secara nasional.

Layanan pendaftaran haji secara online itu merupakan amanah dari Peraturan Menteri Agama (PMA) 13/2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler. Kemenag sudah memiliki aplikasi terkait penyelenggaraan haji, yang bernama Haji Pintar. Saat ini aplikasi ini baru sebatas bisa digunakan untuk melihat perkiraan tahun keberangkatan haji serta informasi-informasi umum penyelenggaraan haji lainnya.


Di dalam PMA 13/2021 itu diatur dengan rinci prosedur pendaftaran haji. Khusus untuk pendaftaran haji secara online, ditetapkan untuk diberlakukan paling lambat setahun dari diterbitkannya PMA 13/2021 itu. Untuk diketahui PMA 13/2021 yang ditandatangani Menag Yaqut Cholil Qoumas ditetapkan pada 30 Juli 2021. Sehingga paling lambat sistem pendaftaran haji secara online dijalankan secara nasional pada 30 Juli 2022 depan.

Kasubdit Pendaftaran dan Pembatalan Haji Reguler Kemenag Muhammad Hanif mengatakan sejatinya pendaftaran haji secara online sudah bisa dilakukan. "Jadi begini, pendaftaran haji yang elektronik masih uji coba. Belum bisa diluncurkan secara umum," katanya, kemarin (26/1).

Hanif menuturkan peluncuran layanan pendaftaran haji secara online melalui aplikasi juga harus mempertimbangkan kesiapan petugas di kantor Kemenag kabupaten/kota. Dia mengatakan saat ini tidak kurang terdapat 500 unit kantor Kemenag di tingkat kabupaten/kota.

Sesuai dengan ketentuan di dalam PMA 13/2012, pelaksanaan layanan pendaftaran haji secara online dimotori oleh petugas Kemenag tingkat kabupaten dan kota. Bukan di Kemenag tingkat pusat. Skemanya adalah calon jemaah haji membuat akun terlebih dahulu di aplikasi pendaftaran haji. Setelah itu jamaah mengambil foto serta melengkapi dokumen-dokumen kemudian diunggah ke aplikasi.

Setelah itu petugas di kantor Kemenag kabupaten/kota melakukan verifikasi dokumen-dokumen yang diunggah jemaah. Setelah seluruh dokumen terverifikasi, petugas menerbitkan lembar bukti surat pendaftaran haji (SPH) secara elektronik. Di dalam SPH ini sudah tercantum nomor porsi keberangkatan haji reguler untuk tiap-tiap jemaah.

Dengan alur seperti itu, Hanif mengatakan layanan pendaftaran haji secara online memerlukan jaringan internet yang baik untuk seluruh wilayah Indonesia. Sebab kantor Kemenag kabupaten/kota juga tersebar di seluruh Indonesia. Dalam tahap uji coba ini, Hanif mengatakan Kemenag mempelajari kendala-kendala yang muncul.

"Jangan sampai ketika sekarang diumumkan sudah bisa daftar haji secara online, ternyata ada masalah. Ada jemaah yang kesulitan upload dokumen, kemudian protes," tuturnya.

Hanif menuturkan Kemenag berupaya mempersiapkan sistem layanan pendaftaran haji online ini sebaik mungkin. Sehingga ketika nanti diluncurkan secara resmi, bisa meminimalisir potensi kendala teknis di lapangan. Dia mengakui dengan adanya layanan pendaftaran haji online tersebut, bisa memudahkan jemaah. Jemaah bisa mendaftar haji, meskipun tidak sedang berada di lokasi sesuai identitas KTP-nya. Misalnya ada calon jemaah ber-KTP Kota Pekanbaru, Jawa Timur. Kemudian saat ini yang bersangkutan sedang berdinas di Jakarta. Maka orang ini tidak perlu datang ke Pekanbaru untuk mendaftar haji. Pendaftaran haji cukup dilakukan dari Jakarta.

Inovasi layanan pendaftaran haji lainnya adalah dengan mobile berbasis kendaraan mobil. Hanif mengatakan layanan ini sudah dilakukan di Bangka dan sejumlah wilayah di Sumatera Selatan. Layanan ini secara prinsip sama seperti daftar haji ke kantor Kemenag kabupaten/kota. Tetapi petugasnya yang datang ke titik-titik tertentu. Sama seperti layanan Samsat Keliling atau SIM Keliling.

Hanif menuturkan banyak daerah yang akses ke pusat kabupaten itu jauh. Perlu waktu berjam-jam, bahkan ada yang sampai menginap. Kemudian ada juga yang layanan transportasi menuju pusat kabupaten tidak tersedia setiap hari. Hanif mengatakan layanan pendaftaran haji secara keliling ini, tentu tidak akan diterapkan di semua wilayah. Karena masih banyak daerah yang akses ke pusat kabupaten relatif mudah.

Dia mengatakan inovasi layanan pendaftaran haji ini membutuhkan integrasi data kependudukan. Meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK). Untuk itu beberapa waktu lalu Ditjen PHU Kemenag bekerjasama dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri untuk integrasi data kependudukan. Hanif mengatakan dengan integrasi data kependudukan tersebut, petugas yang melayani pendaftaran haji mendapatkan berbagai kemudahan. Misalnya tinggal menginput NIK, maka data calon jamaah sudah langsung muncul. Integrasi data kependudukan ini juga bisa mencegah adanya duplikasi data pendaftar haji.

Selain itu integrasi data kependudukan ini penting ketika ada pelimpahan atau luncurkan porsi haji. Misalnya ada calon jamaah haji yang meninggal ketika masih dalam antrian, nomor porsinya bisa dilimpahkan ke anak kandung atau saudara kandung. Nah untuk memastikan pelimpahan porsi ini sesuai ketentuan, diperlukan data dari KK.

"Jangan sampai (dilimpahkan) ke orang lain," katanya.

Secara umum Hanif mengatakan di tengah pandemi Covid-19 saat ini, pendaftaran haji masih terus dibuka. Tetapi dia mengakui jumlahnya menurun. Dia memperkirakan rata-rata jumlah pendaftar haji di masa pandemi sekarang tinggal 30 persen dari kondisi normal.

Bahkan tingkat pendaftaran haji sepanjang 2021 mengalami penurunan dibandingkan 2020 lalu. Misalnya pada November dan Desember 2020 jumlah pendaftar haji berskira 37 ribu orang tiap bulannya. Tetapi pada bulan yang sama di 2021 susut tinggal 21 ribuan tiap bulannya.

"Yang mengalami peningkatan sekarang pembatalan haji," katanya. Hanif mengatakan pembatalan ini umumnya dikarenakan faktor ekonomi. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang, sejumlah masyarakat membutuhkan uang. Sehingga dia mengambil kembali uang setoran awal pendaftaran haji sebesar Rp25 juta/orang. Akibatnya pendaftaran haji mereka dibatalkan.

Meskipun pendaftaran haji selama pandemi Covid-19 menurun, bukan berarti antrean haji semakin pendek. Sebaliknya antrean haji masih tetap panjang. Sebab dua tahun terakhir tidak ada pemberangkatan haji. Misalnya masa tunggu di Provinsi Jawa Timur sekarang 32 tahun. Padahal pada Juni 2020 lalu, masa tunggu antrian haji di Jawa Timur 29 tahun. Kondisi serupa hampir terjadi di provinsi lainnya.

Sementara itu, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan, integrasi data haji dan umrah bisa ditingkatkan. Bahkan, dia berharap Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) bisa mengikuti Ditjen Pajak dan BPJS Kesehatan yang akan menggunakan NIK sebagai pengganti NPWP dan nomor kepesertaan nomor BPJS.

Hal itu menjadi bagian dari upaya mewujudkan single identity number. Zudan menjelaskan, integrasi juga akan memudahkan jamaah dan petugas. "Tinggal input NIK data jamaah langsung keluar. Terdata di mana, termasuk data sudah melaksanakan ibadah haji berapa kali," ujarnya, kemarin (26/1).

Zudan berharap, integrasi data akan memberikan kontribusi positif untuk perbaikan tata kelola penyelenggaraan haji dan umrah. "Menjadi lebih cepat dan terstruktur sehingga menghasilkan rancang bangun penyelenggaraan haji dan umroh yang lebih baik," kata Zudan.

Dia menambahkan, saat ini telah terdata di data warehouse Dukcapil lebih 272 juta penduduk by name by address lengkap dengan NIK. Data tersebut terus diperbarui dengan menginput data penduduk yang berpindah domisili atau status yang mencapai 500 ribu penduduk per bulan.

NIK untuk Nomor Identitas BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai nomor identitas peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).  "Selama ini BPJS Kesehatan telah memanfaatkan NIK sebagai keyword data kepesertaan tunggal untuk mencegah terjadinya duplikasi data dalam proses pendaftaran program JKN-KIS," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron, kemarin (26/1). Ke depan NIK dapat digunakan untuk mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan.

Ghufron mengungkapkan, penggunaan NIK sebagai identitas peserta JKN-KIS juga selaras dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pada pasal 13 huruf a bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berkewajiban memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta. Selain itu, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2008 tentang Administrasi menyebutkan bahwa NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.

"Penggunaan NIK sebagai nomor identitas peserta JKN-KIS diharapkan juga dapat meningkatkan akurasi data peserta JKN-KIS secara terintegrasi," tutur Ghufron.

Dia juga menjabarkan manfaat penggunaan NIK untuk nomor identitas peserta, nantinya peserta tidak perlu mencetak fisik kartu kepesertaan KIS. "Peserta yang hendak mengakses layanan Program JKN-KIS cukup menyebutkan NIK, menunjukkan KTP-el atau KIS Digital melalui aplikasi Mobile JKN," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan dukungannya kepada BPJS Kesehatan dalam upaya pemanfaatan NIK sebagai bagian dari pelayanan publik. Menurut Zudan, dengan pemanfaatan NIK menjadi nomor identitas ini diharapkan juga akan mendorong seluruh masyarakat untuk segera memiliki KTP-el/NIK. "Era integrasi data kita awali di tahun 2013 dan BPJS Kesehatan bersama sembilan lembaga pemerintahan lain menjadi institusi pertama yang percaya dengan data Dukcapil," kata Zudan.(wan/far/lyn/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook