MOROWALI (RIAUPOS.CO) - Ledakan smelter nikel milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), yang merupakan salah satu tenant yang beroperasi di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah terjadi pada pukul 05.30 WITA, Ahad (24/12/2023). Akibat insiden itu, setidaknya 13 orang karyawan meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.
Menyusul terjadinya ledakan hebat tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, minta pemerintah menghentikan sementara (moratorium) operasional semua smelter perusahaan asal Tiongkok di Indonesia.
Dalam hal ini, Anggota Komisi VII dari Fraksi PKS itu meminta Pemerintah mengaudit semua smelter tersebut secara ketat karena sering terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban jiwa.
"Audit harus dilakukan secara profesional, objektif dan menyeluruh terhadap aspek keamanan dan keselamatan kerja. Jangan sampai karena ada pertimbangan politik, Pemerintah mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan itu," ujar Mulyanto kepada JawaPos.com, Ahad (24/12/2023).
"Sudah menjadi rahasia umum kalau sebagian besar alat kerja di smelter-smelter milik Tiongkok diimpor dari Tiongkok juga. Bahkan sampai komponen terkecil seperti baut dan mur. Karena itu kita perlu tahu kualitas barang yang selama ini dipakai untuk menunjang operasional smelter. Jangan-jangan barang dan suku cadang yang dipakai tidak memenuhi syarat yang ditentukan," imbuh Mulyanto.
Lebih lanjut, Mulyanto mengaku prihatin atas terjadinya kecelakaan kerja yang kembali terjadi di smelter milik perusahaan Tiongkok. Kali ini menyebabkan paling sedikit 35 orang korban, dimana sebanyak 13 orang meninggal dunia. Padahal beberapa waktu sebelumnya terjadi kecelakaan kerja di smelter PT. GNI yang mengakibatkan 2 orang meninggal dunia.
"Ini ledakan terbesar dalam sejarah pengoperasian smelter milik perusahaan Tiongkok di Indonesia. Pemerintah agar sungguh-sungguh untuk menindaklanjuti kasus ini. Kita perlu tahu apa penyebab dari ledakan smelter tersebut, apakah karena faktor lemahnya keandalan pabrik, murni faktor kelalaian manusia, atau ada sebab-sebab lain. Pemerintah bertanggung-jawab untuk mengusut tuntas kasus ini," lanjut Mulyanto.
Mulyanto juga meminta PT ITTS untuk bertanggung-jawab dalam pengobatan, perawatan, pemakaman dan pemberian santunan. Bahkan, peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga, utamanya bagi Pemerintah.
Sehingga, kata dia, harus benar-benar dipahami dan menjadi momentum untuk mengevaluasi semua kesepakatan kerjasama dengan perusahaan China. "Pemerintah harus mencari akar-masalahnya sehingga dapat dicegah kejadian seperti ini berulang di masa depan," tandasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra