JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pertamina harus mencari partner dalam Blok Rokan untuk jaga produksi. Pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu mendapat sambutan positif dari elemen masyarakat.
‘’Kami menyambut baik pengumuman ini dan mengapresiasi Kementerian ESDM, karena dengan hal ini jelas membuktikan bahwa pemerintahaan saat ini tidak pro asing dan tetap mengutamakan BUMN. Stigma bahwa pemerintah pro asing sudah terpatahkan” kata Mamit Setiawan Direktur Executive Energy Watch dalam keterangan tertulis yang diterima JPG, Jumat (24/8).
Mamit menjelaskan, Pertamina mempunyai waktu yang lebih lama untuk lebih mengenal dan mempersiapkan diri dalam mengelola Blok Rokan. “Jangan sampai mereka mengalami hal yang sama saat peralihan Blok Mahakam dari Total kepada Pertamina, di mana produksinya langsung turun tidak sesuai dengan target,” ungkapnya.
Padahal, sambungnya, sudah ada peralihan selama 1 tahun dari sebelum kontrak habis. Tahun 2017 produksi Blok Mahakam adalah sebesar 1.200 mmscfd. “Saat ini produksi gas di Blok Mahakam 957 mmscfd dari target 1.008 mmscfd dan minyak sebesar 43.000BOPD dari target 46.000 BOPD” tambah Mamit.
Menurut Mamit, proses pemilihan partner kita serahkan kepada Pertamina untuk mencari yang terbaik dan memang mempunyai pengalaman dalam mengelola industri hulu migas.
“Selain itu juga calon partner tersebut harus mempunyai dana yang cukup serta teknologi dalam mengelola Blok Rokan. Mereka tidak harus berpartner dengan kontraktor eksisting saat ini yaitu Chevron Pacific Indonesia (CPI),” sergahnya.
Ia tegaskan, biarkan proses berlangsung Businees to Businees dengan transparan sehingga tidak menimbulkan kecurigaan di masyarakat. Mamit juga menyampaikan bahwa dengan share down ini Pertamina harus tetap menjadi operator dalam mengelola Blok Rokan.
“Pertamina bisa share down maksimal 39 persen karena ada jatah PI daerah sebesar 10 persen, jadi Pertamina tetap menjadi pemegang saham terbesar dan tetap sebagai operator” pungkas Mamit.(jto/lim)