JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sejumlah wilayah di Tanah Air akan merasakan fenomena astronomi berupa Matahari akan terbenam lebih lama pekan ini. Pada 25-31 Januari mendatang, wilayah-wilayah di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara akan merasakan terang lebih lama lantaran Matahari akan terlambat terbenam.
Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (Lapan) Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan fenomena tersebut. Fenomena ini terjadi saat solstis Juni, yakni ketika Matahari berada di posisi paling Utara saat tengah hari yang terjadi setiap tanggal 20 atau 21 Juni setiap tahunnya.
Bumi berotasi pada porosnya dengan kemiringan 66,6 derajat terhadap bidang edar atau ekliptika. Secara bersamaan, Bumi juga bergerak mengelilingi Matahari dengan sumbu rotasi yang miring tersebut.
Kemiringan Bumi saat mengelilingi Matahari dapat menyebabkan waktu terbit dan terbenamnya Matahari bervariasi menjadi lebih cepat atau lebih lambat.
Dikutip dari laman Edukasi Sains Lapan, akibat kondisi sumbu yang miring ini menyebabkan terjadi perbedaan waktu terbit dan terbenam Matahari yang kadang lebih cepat tetapi terkadang juga lebih lambat selama satu tahun periode.
Saat sumbu rotasi di belahan utara Bumi miring ke arah Matahari, maka Matahari akan terbit lebih cepat dan terbenam lebih lambat di wilayah belahan Bumi utara. Di saat yang sama, belahan Bumi selatan jauh dari Matahari, sehingga waktu terbit akan lebih lambat, tetapi waktu terbenamnya akan lebih cepat.
Begitu juga sebaliknya saat sumbu di Bumi bagian selatan miring ke arah Matahari, maka Bumi bagian selatan yang akan mengalami Matahari terbit lebih cepat dan terbenam lebih lambat. Giliran Bumi belahan utara yang mengalami Matahari terbit lebih lambat dan terbenam lebih cepat, fase inilah yang saat ini tengah berlangsung.
Seperti sudah disinggung di atas, Mentari yang akan terbenam lebih lama ini terjadi di Indonesia kali ini bisa disaksikan di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Ketiga pulau itu merupakan wilayah Indonesia yang berada di belahan Bumi selatan.
Peneliti Pusat Sains Antariksa Lapan-BRIN Andi Pangerang menyebutkan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena fenomena ini merupakan peristiwa yang terjadi di setiap tahun.
Jadi masyarakat tidak perlu berpikir terlalu jauh, apalagi sampai panik. Selain sudah lazim terjadi, peristiwa terbit tenggelamnya Matahari seperti ini bisa diprediksi oleh manusia dengan ilmu pengetahuan.
“Sekitar 10 bulan lagi, sejak 13 hingga 18 November 2022 mendatang, Matahari akan terbit lebih cepat untuk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara,” jelas Andi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman