CUACA

Dear Nelayan, BMKG sebut Fenomena El Nino, Tangkapan Ikan Akan Lebih Banyak

Nasional | Senin, 24 Juli 2023 - 14:20 WIB

Dear Nelayan, BMKG sebut Fenomena El Nino, Tangkapan Ikan Akan Lebih Banyak
Nelayan asal Kepulauan Meranti saat akan pergi menangkap ikan. (DOK.RIAUPOS.CO)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang datang dalam waktu bersamaan diprediksi membuat puncak musim kemarau tahun ini lebih kering dari sebelumnya. Imbasnya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan.

Situasi tersebut berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.


Karena itu, menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, pemerintah daerah perlu segera melakukan aksi mitigasi dan kesiapsiagaan.
“Lahan pertanian berisiko mengalami puso alias gagal panen akibat kekurangan pasokan air saat fase pertumbuhan tanaman,” ungkapnya kemarin (22/7).

Namun, lanjut Dwikorita, di sektor perikanan, kondisi tersebut biasanya justru berpotensi meningkatkan tangkapan ikan. Itu terjadi karena perubahan suhu laut dan pola arus selama El Nino dan IOD positif yang mendingin. ”Karena itu, peluang dari kondisi ini harus dimanfaatkan sehingga dapat mendukung ketahanan pangan nasional,” jelas dia.

Dwikorita mengatakan, fenomena El Nino dan IOD positif yang saling menguatkan membuat musim kemarau tahun ini menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah. Jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, pada musim kemarau ini menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak ada hujan sama sekali. ”Puncak kemarau kering ini diprediksi terjadi pada Agustus hingga awal September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan 2020, 2021, dan 2022,” paparnya.

Berdasar pengamatan BMKG, indeks El Nino pada Juli ini mencapai 1,01 dengan level moderat, sementara IOD sudah memasuki level indeks yang positif. Sebelumnya, pada Juni hingga dasarian 1 bulan Juli, El Nino masih dalam level lemah sehingga dampaknya belum dirasakan.

Namun, setelah itu, El Nino dan IOD positif yang sifatnya global dan skala waktu kejadiannya panjang dalam hitungan beberapa bulan terjadi dalam waktu yang bersamaan. ”Dalam rentang waktu tersebut, sebagian wilayah Indonesia masih ada yang diguyur hujan akibat adanya dinamika atmosfer regional yang bersifat singkat sehingga pengaruh El Nino belum dirasakan secara signifikan,’’ kata Dwikorita.

Sementara itu, Plt Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, sepanjang musim kemarau ini, sektor pertanian bisa terdampak. Terutama lahan pertanian tadah hujan yang masih menggunakan sistem pertanian tradisional yang sangat bergantung pada iklim dan curah hujan. Selain itu, kondisi kekeringan tersebut dapat berujung pada bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Jika tidak terkendali, hal itu bisa menimbulkan krisis kabut asap.

Menurut dia, kondisi tersebut tidak hanya berdampak terhadap kualitas lingkungan, tetapi juga ekonomi, sosial, hingga kesehatan masyarakat. ”Belum lagi, di musim kemarau udara akan menjadi lebih kering dan banyak debu sehingga juga sangat rentan terhadap persebaran penyakit,” ujarnya.

Ardhasena mengingatkan semua pihak untuk menghemat penggunaan air di dalam maupun di luar rumah. Kemarau kering yang melanda akibat El Nino dan IOD positif diperkirakan membuat debit air sungai maupun sumber mata air mengalami penurunan. Hal tersebut dapat berdampak pada ketersediaan dan pasokan air bersih.

Terpisah, Kepala Divisi Kampanye Walhi Puspa Dewy mengungkapkan, persoalan ancaman kekeringan di Indonesia akibat iklim bukan terjadi tahun ini saja. Karena itu, seharusnya BMKG meminta kepada pemerintah untuk menyiapkan skema-skema menghadapi ancaman tersebut.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook