JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) M Guntur Hamzah memberikan enam opsi dalam gelaran Pemilu Serentak yang akan berlangsung pada 2024 mendatang. Hal ini sebagaimana pun tertuang dalam Putusan MK Nomor 55 Tahun 2019.
Menurutnya, Pemerintah dan DPR diminta bisa melaksanakannya berdasarkan konstitusional dan demokrasi.
“MK sudah memutus menyangkut bagaimana keserentakan pemilu dengan memberi opsi enam cara yang bisa dilakukan terkait format pemilu serentak. Pemerintah dan DPR yang menentukan dari berbagai aspek pertimbangan, melakukan evaluasi terhadap pemilu serentak sebelumnya, format pemilu serentak seperti apa yang ditetapkan,” kata Guntur dalam keterangannya, Selasa (23/11).
Dia menjelaskan, MK memberikan opsi model pemilu serentak, yaitu pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD. Selain itu, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota.
Kemudian, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota. Selanjutnya, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Wali Kota.
Selain itu, ada pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur.
Kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Wali Kota.
Guntur menyebut, model pemilu serentak dalam putusan MK dimaksud merupakan opsi untuk menjaga keserentakan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden. Opsi model pemilu serentak tersebut, dapat menjadi pedoman maupun petunjuk bagi penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu maupun DKPP, termasuk juga dari Pemerintah untuk menindaklanjuti putusan MK.
Guntur lantas menyinggung tenggang waktu penyelesaian perselisihan hasil Pemilu Serentak maupun pemilihan kepala daerah (pilkada). Prinsip dasar MK, lanjut Guntur, satu hari pun tidak boleh lewat dari tenggang waktu yang sudah ditentukan oleh undang-undang.
Karena itu, dalam menyikapi Pemilu Serentak 2024, pengalaman MK selama ini menunjukkan bahwa MK punya cara tersendiri menangani perkara. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi kunci dalam penyelesaian perkara di MK.
“Mau dikasih waktu 14 hari kerja, selesai. Dikasih waktu 30 hari kerja, selesai. Dikasih waktu 45 hari kerja, juga selesai. Kunci Mahkamah Konstitusi dapat menyelesaikan berbagai perkara dengan waktu yang telah diberikan, karena penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat masif. Sehingga semua distribusi dokumen-dokumen yang sudah ada, langsung kami scan yang memudahkan semua jajaran di Mahkamah Konstitusi,” tandas Guntur.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman