JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Hingga September 2019, impor migas secara nasional tahun ini mencapai USD 15,86 miliar. Di sisi lain, nilai ekspor hanya USD 9,42 miliar. Akibatnya, terjadi defisit neraca migas hingga USD 6,44 miliar.
Defisit neraca migas itulah yang menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai komisaris utama (Komut) Pertamina yang baru.
Kemarin (22/11) Presiden Joko Widodo menetapkan posisi Ahok di perusahaan minyak pelat merah tersebut.
Menteri BUMN Erick Thohir menuturkan, penunjukan Ahok tersebut telah melewati tim penilai akhir (TPA). ”Insya Allah sudah putus dari beliau (presiden). Pak Basuki akan jadi Komut Pertamina,” jelasnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Sebagai Komut Pertamina, Ahok akan didampingi Wakil Menteri BUMN Budi Sadikin sebagai wakil Komut.
Di jajaran direksi juga ada perubahan. Pertamina akan memiliki direktur keuangan yang baru setelah Pahala Mansury didapuk menjadi Dirut Bank BTN. Emma Sri Martini, direktur utama PT Telkomsel, akan mengisi slot yang ditinggalkan Pahala.
Erick menjelaskan, masuknya Ahok sebagai Komut Pertamina bisa berlangsung dalam waktu dekat. ”Kalau Pertamina kan bukan (perusahaan) Tbk. Jadi, bisa segera proses. Bisa hari ini (kemarin, Red) atau Senin,” ujarnya. Dia menegaskan bahwa Ahok diwajibkan mundur dari keanggotaannya di PDIP.
Apa alasan pemilihan Ahok sebagai Komut Pertamina? Bos Mahaka itu menjelaskan, hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan. Ke depan, Pertamina memiliki tugas besar untuk mengurangi impor migas. Sebagaimana diketahui, komoditas migas menjadi sektor yang berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan Indonesia.
Dengan tugas yang tidak mudah itu, Erick menilai, dibutuhkan teamwork yang tidak hanya mengandalkan direktur utama. ”Saya rasa, Pak Basuki berbeda. Pak Ahok berbeda. Kita perlu figur pendobrak supaya ini sesuai dengan target. Toh, beliau komisaris utama,” tuturnya. Dia juga mengaku sudah menginstruksi para Dirut bersama komisaris BUMN untuk bekerja sebagai tim dan menghindari konflik.
Mengenai adanya penolakan dari Serikat Pekerja Pertamina, Erick beranggapan bahwa pro-kontra merupakan hal yang wajar. Itu tidak hanya terjadi pada Ahok, tetapi juga pada jabatan lain. Namun, dia meminta semua pihak memberikan kesempatan untuk bekerja. ”Kadang-kadang kita suuzan orang ini begini-begini tanpa melihat hasil,” ungkapnya.
Sementara itu, menimbang beban berat Pertamina sebagai BUMN strategis yang mengusung dua peran sekaligus, yaitu PSO (public service obligation) dan menghasilkan keuntungan, kalangan pemerhati ekonomi menilai bahwa siapa pun komisaris Pertamina akan mempunyai pekerjaan rumah yang berat. Tidak terkecuali Ahok.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyampaikan, figur Ahok memang memiliki kelebihan dari sisi memimpin institusi. Sikap tegas serta memiliki budaya kerja yang cepat dan tanggap disebutnya sebagai keunggulan. Namun, menurut dia, Pertamina juga membutuhkan sosok yang cakap dalam bidang bisnis energi, khususnya perminyakan, dengan segala risikonya.
”Memang, secara keseluruhan, kita masih meragukan apakah nanti masuknya Pak Basuki bisa membawa perubahan besar di Pertamina,” ujar Eko saat dihubungi.
Dia menyebut sejumlah PR Pertamina terkait dengan bisnis. Pertama, dituntut menghasilkan laba yang lebih tinggi di tengah situasi harga minyak yang tidak begitu bagus. Dengan pergerakan harga minyak di level USD 60 sampai USD 65 per barel, ditambah melandainya permintaan energi sebagai dampak pelemahan ekonomi global, kondisi tersebut sangat menantang keberlangsungan bisnis Pertamina. ”Sementara yang dicari dari Pertamina adalah sustainability kontribusinya, baik dari sisi dividen, pajak, maupun yang lain,” kata Eko.
Namun, lanjut dia, jika melihat PR kedua, yaitu Pertamina harus menjalankan penugasan seperti yang diinginkan pemerintah serta mengawasi berbagai kebijakan manajemen terkait target-target pemerintah, figur Ahok dinilai pas. ”Karena mungkin komisaris sebelumnya kurang begitu garang untuk memaksakan berbagai macam target. Nah, ini bisa jadi klop karena beliau figur yang sangat tegas,” terang Eko.
”Saya rasa konteks pemerintah menunjuk beliau untuk itu. Mengawal penugasan di dalam Pertamina supaya berjalan sebagaimana mestinya,” sambungnya.
Dia menambahkan, dibutuhkan waktu untuk melihat progres Pertamina di bawah kepemimpinan Ahok. Menarik pula untuk menanti terobosoan Ahok dalam mewujudkan keinginan-keinginan Indonesia di sektor perminyakan. Sebut saja realisasi pembangunan kilang minyak di Indonesia. ”Kebijakan dan dukungan seperti apa untuk bisa menghubungkan keinginan Indonesia membangun kilang minyak sendiri sehingga minyak di Indonesia tidak hanya berhenti di hulu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ahok menyatakan kesiapannya membantu pemerintah di mana pun dirinya dibutuhkan. Pernyataan itu disampaikannya saat mendatangi kantor Kementerian BUMN dua pekan lalu.
Secara terpisah, Pertamina enggan berkomentar banyak mengenai penunjukan Ahok sebagai komisaris utama. Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menegaskan bahwa pemilihan itu merupakan kewenangan pemerintah.
”Penetapan tersebut merupakan wewenang pemegang saham, dalam hal ini wewenang penuh dari pemerintah,” tegas Fajriyah menjawab pertanyaan Jawa Pos.
Editor :Deslina
Sumber: jawapos.com