JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan hakim agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Hakim agung Sudrajad merupakan hakim perdata di MA.
KPK menduga, hakim agung Sudrajad menerima suap senilai Rp800 juta terkait pengurusan perkara perdata kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Menelisik harta kekayaan hakim agung Sudrajad Dimyati dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada laman elhkpn.kpk.go.id, Jumat (23/9/2022), memiliki total harta kekayaan sejumlah Rp10.777.383.297 atau Rp10,7 miliar. LHKPN itu dilaporkan Sudrajad pada 10 Maret 2022 untuk periodik 2021.
Sudrajad tercatat memiliki harta berupa tanah dan bangunan sebanyak delapan bidang yang terletak di wilayah Jakarta Timur, Sleman, Bantul dan Yogyakarta. Total harta kekayaan berupa properti itu senilai Rp2.455.796.000 atau Rp 2,4 miliar.
Sudrajad juga tercatat memiliki alat transportasi berupa mobil Honda MPV 2017 dan motor Honda Vario 2011. Total harta bergerak milik Sudrajad sejumlah Rp209.000.000.
Dia juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya sejumlah Rp 40 juta. Sementara kas dan setara kas Rp8.072.587.297. Sehingga total harta kekayaan milik Sudrajad sejumlah Rp 10.777.383.297.
Selain Sudrajad, KPK juga menetapkan hakim uustisial atau panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu dan delapan orang lainnya sebagai tersangka. Kedelapan orang itu di antaranya Desy Yustria (DY) selaku PNS pada kepaniteraan MA; Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada kepaniteraan MA; PNS MA, Redi (RD); dan PNS MA, Albasri (AB). Kemudian, Yosep Parera (YP) selaku pengacara; Eko Suparno (ES) selaku pengacara; serta dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Perkara ini terkait dugaan suap pengurusan perkara perdata berupa kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Permohonan kasasi itu bermula dari pada proses persidangan di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, Heryanto dan Eko belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum kasasi pada MA. Pada 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh Heryanto dan Ivan Dwi dengan masih memercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum.
Pegawai MA yang bersedia dan bersepakat dengan Yosep dan Eko yaitu Desy Yustria dengan pemberian sejumlah uang. Desy selanjutnya turut mengajak PNS pada kepaniteraan MA Muhajir Habibie dan hakim yustisial/panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
Desy dkk diduga sebagai representasi Sudrajad dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.
Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh Yosep dan Eko kepada Desy sebesar SGD 202.000 atau senilai Rp2,2 miliar. Kemudian oleh Desy Yustria membagi lagi, dengan pembagian, Desy menerima sekitar Rp250 juta, Muhajir Habibie menerima sekitar Rp850 juta, Elly Tri Pangestu menerima sekitar Rp100 juta dan Sudrajad menerima sekitar Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly Tri.
Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan Yosep dan Eko pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi yang sebelumnya menyatakan koperasi simpan pinjam Intidana pailit.
Sebagai pemberi suap, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Redi, dan Albasri sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman