Secara umum, anggota Komisi III memberikan apresiasi dan pujian bagi pemaparan Listyo di fit and proper test tersebut. Anggota dar Fraksi PPP Arsul Sani menyebut bahwa program-program yang disusun oleh Listyo tidak saja bersifat transformatif, tetapi juga mengarah ke revolusi Polri secara keseluruhan.
Dia juga mengapresiasi visi-misi Listyo yang ingin meningkatkan pemanfaatan big data dalam proses penegakan hukum. Namun Arsul memberi catatan bahwa penyediaan big data juga membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Juga ada potensi terjadinya pelanggaran HAM di kalangan masyarakat karena big data akan masuk ke pendataan warga dan kemungkinan menjangkau data-data pribadi mereka.
“Predictive policing ini memerlukan perubahan kultur dari polisi yang terbiasa menindak menjadik polisi yang terbiasa melayani,” jelas Arsul. Dalam artian, jangan sampai penerapan teknologi untuk penegakan hukum justru memunculkan potensi penyalahgunaan wewenang lagi oleh aparat kepolisian. Arsul meminta adanya pendalaman konteks perubahan kultur ini agar benar-benar terlaksana di tubuh Polri, bukan hanya wacana yang ideal di atas kertas.
Kedekatan dan Pengalaman
Komjen Listyo Sigit Prabowo sudah diprediksi menjadi calon kuat kapolri saat menjabat Kabareskrim. Sedari awal modalnya sebagai Kapolres Surakarta kala Jokowi memimpin kota itu diperhitungkan. Apalagi, pascamenjadi ajudan Presiden Jokowi, karirnya paling moncer diantara alumnus Akpol 1991.
Saat menjadi Kapolres Surakarta pada 2011, Nama Jokowi sebagai wali kota sudah mulai populer. Karena berbagai prestasinya dalam membangun Surakarta. Tentunya, antara wali kota dengan kapolres jelas memiliki banyak sentuhan.
Pengamat Kepolisian dari Partnership for Advancing Democracy and Integrity (PADI) M. Zuhdan menuturkan, idealnya kepemimpinan Polri dipilih secara merit system atau kebijakan berdasar kualifikasi, kompetensi dan kinerja. Namun, kepemimpinan kepolisian saat ini lebih sering terjadi karena hubungan patrimonial antara presiden dengan calon kapolri di masa lalu. ”Memang ini akan bagus secara koordinasi,” tuturnya.
Tapi, kondisi itu cenderung menimbulkan conflict of interest. Yang kemudian akan mempersulit lembaga Polri untuk independen dan netral dari kepentingan kekuasaan. ”Di sisi lain, Polri selama ini telah memiliki tradisi internal birokrasi bahwa sirkulasi kepemimpinan berdasarkan senioritas angkatan,” jelasnya.
Lalu, terkait kompetensi dan pengalaman. Diketahui bahwa Komjen Listyo pernah memimpin Polda Banten, yang saat itu bertipe B. Polda Banten menjadi polda tipe A pada Desember 2018, beberapa bulan setelah Komjen Listyo menjadi Kadivpropam Polri. ”Pengalaman memimpin polda tipe A penting, karena rentang kendali wilayah dan tantangan kamtibmasnya,” tuturnya.
Pengalaman Listyo sebagai Kabareskrim menjadi modal utamanya. Apalagi, menuntaskan kasus-kasus besar. Beberapa di antaranya ada kasus yang sempat mangkrak kendati posisi kabareskrim sempat berganti. Barulah tuntas saat dipimpin Komjen Listyo. ”Pengalaman menjadi kabareskrim ini juga sentral,” paparnya.
Yang juga menjadi kekhawatiran, akan terjadi kecenderungan dalam tubuh Polri. Cenderung mendekati dunia politik untuk mempercepat karir. ”Ini dikhawatirkan mempengaruhi independensi, netralitas, profesionalisme dan integritas kepolisian,” ujarnya.
Menurutnya, sebaiknya seleksi calon kapolri diperbaiki melalui merit system sekaligus menghargai sistem kultural kepemimpinan Polri. Untuk mewujudkan polisi yang lebih netral dan tetap kuat legitimasinya di internal kepolisian. ”Sistem karir jalan pintas melalui jalur politik perlu diantisipasi,” urainya.
Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan pemilihan Listyo sebagai calon tunggal Kapolri dilandasi berbagai pertimbangan. Menurutnya yang dinilai terkait kapabilitas, loyalitas, kapasitas, dan integritas calon. ”Jangan diartikan macem-macem,” tuturnya kemarin di Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
Menurutnya, seorang pemimpin puncak memiliki tanggungjawab yang luar biasa. Maka harus memiliki kemampuan yang luar biasa pula. Moeldoko mengatakan bagaimana Listyo menghadapi permasalah sudah terbukti. Kriteria lainnya, seorang pemimpin harus memiliki loyalitas yang kuat. Untuk jabatan sebagai Kapolri, yang dilihat adalah loyalitasnya kepada negara.
Yang cukup menghebohkan Listyo bakal meloncati empat angkatan di atasnya untuk menjadi Kapolri. Dia merupakan angkatan 1991. Sementara di atasnya masih ada angkatan 1987 hingga 1990. Mengomentari hal ini, Moeldoko menilai Presiden Jokowi tidak hanya mempersoalkan terkait senioritas seseorang, namun lebih pada kemampuannya. (idr/lyn/deb/ted)
Laporan JPG, Jakarta