JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kabut tebal kejadian di Magelang belum juga memudar. Ada dua versi terkait kejadian yang memicu prahara yang mengubur karir Irjen Ferdy Sambo. Pertama, perbuatan perselingkuhan yang diperkuat dengan langkah Bareskrim menghentikan kasus pelecehan seksual dengan terlapor Brigadir Yosua.
Kedua, versi Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yosua yang menyebutkan bahwa kejadian di Magelang karena Brigadir Yosua membocorkan perselingkuhan Sambo kepada Putri Candrawathi.
Sumber Jawa Pos (JPG) menyebutkan, bahwa sebenarnya kejadian di Magelang sangat multitafsir. Memang Kuat, asisten rumah tangga Sambo melihat Putri dan Brigadir Yosua masuk dalam satu kamar. Setelahnya melaporkan kejadian tersebut ke Sambo.
Namun, belum bisa dipastikan apakah laporan itu yang membuat Sambo dan Putri bertengkar di Magelang, lalu Sambo memutuskan pulang lebih dulu ke akarta menggunakan pesawat dari Bandara Jogjakarta.
Sulit diterima akal bila pelecehan dilakukan dalam kondisi masuk satu kamar bersamaan. Tentunya, kini hanya Putri yang mengetahui apa yang terjadi dalam kamar tersebut. "Kuat hanya melihat Putri dan Yosua masuk ke kamar," ujar petugas yang mengetahui kasus tersebut.
Selanjutnya, versi Kuasa Hukum Brigadir Yosua Kamaruddin Simanjuntak. Dalam berbagai kesempatan, Kamaruddin menyebutkan, motif penembakan itu diawali kejadian di Magelang, di mana Yosua membocorkan perselingkuhan Sambo. "Motifnya dendam, membocorkan perselingkuhan Sambo dengan wanita lain," tuturnya.
Dengan kepulangan Sambo lebih dulu ke Jakarta, maka patut diduga merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua yang telah membocorkan informasi tersebut. "Tak hanya dendam soal dibocorkan perselingkuhan. Tapi, juga tata kelola judi dan narkoba," paparnya.
Sumber Jawa Pos pun menanggapi versi Kamaruddin tersebut. Menurutnya, kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua memiliki kepentingan untuk menutup informasi perselingkuhan yang dilakukan Brigadir Yosua. "Itu tujuannya," jelasnya.
Sementara Tim Khusus bentukan Kapolri telah bekerja keras menemukan bukti keterlibatan petinggi Polda Metro Jaya. Dari hasil pemeriksaan terhadap Wadirkrimum PMJ, Kasubdit Kamneg, Kasubdit Resmob, dan Kanit Jatanras diduga ada dua orang yang memerintahkan merekayasa CCTV. Tepatnya, 20 CCTV hasil kompilasi yang pernah diserahkan ke Komnas HAM. "Yang memerintah dua orang petinggi," jelasnya.
Kedua orang yang memerintahkan membuat kompilasi CCTV itu diduga adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dan Direskrimum PMJ Kombespol Hengki Haryadi. Fadil sendiri telah diketahui turut menceburkan diri dalam kasus ini dengan menyebarkan video pertemuannya dengan Sambo. "Direskrimum telah diperiksa Jumat dan hasilnya digelar, Senin (22/8)," ujarnya.
Irjen Fadil dan Sambo memang memiliki hubungan yang dekat. Bukan hanya kakak asuh, namun juga tergabung dalam kelompok Makassar di tubuh Korps Bhayangkara. " Saat zaman kapolri sebelumnya sudah ada," paparnya.
Pun soal nasib mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombespol Budhi Herdi Susianto. Bila sebelumnya, masih dalam pemeriksaan, kini Tim Khusus telah memutuskan Budhi untuk di tempat khusus. "Sudah dipatsuskan," jelasnya.
Sementara indikasi Sambo juga terlibat dalam konsorsium judi 303 semakin menguat. Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, dilihat dari kronologi perintah Kapolri memberantas mafia judi dengan kasus Sambo ini tentunya menguatkan keterhubungannya. "Asumsinya berhubungan ini antara Sambo dengan judi," ujarnya.
Pemberantasan judi ini tentu sangat baik. Problemnya apakah pemberantasan judi ini hanya gimmick yang menyentuh pengecer alias kelas teri atau justru gebrakan yang menjerat hingga ke akar-akar. "Jangan sampai hanya untuk menyenangkan masyarakat," jelasnya.
Dia mengatakan, selama master mind perjudian tidak tertangkap, maka persoalannya adalah good will Kapolri. Apakah konsisten dengan pernyataannya atau tidak. "Padahal mengetahui aliran dana perjudian mudah, aliran dana terorisme saja bisa kok," paparnya.
Apalagi, fenomena Kapolri yang memberikan ancaman terhadap anak buahnya yang terlibat pelanggaran. Sebelum kejadian Sambo saja sudah ada ancaman potong kepala. "Perlu bukti konkrit agar tidak menggerus wibawa Kapolri," ujarnya.
Eko Prasetyo, anggota Tim Penasihat Hukum Yosua menyatakan masih tidak yakin dan percaya dengan keterangan Irjen Ferdy Sambo berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di Magelang. Menurut dia, penyidik harus memastikan bahwa keterangan Sambo terkait dengan tindakan Yosua yang menodai harkat dan martabat mantan kepala Divisi Propam Polri itu harus dibuka dan dibuktikan. "Aneh juga bagi kami. Dia di Magelang itu satu minggu kalau tidak salah. Kapan pelecehannya, di tanggal berapa," terang Eka.
Jika memang terjadi, lanjut dia, pertanyaan berikutnya mengapa Putri tidak langsung memproses hukum Yosua? "Itu Y (Yosua, red) bisa ditangkap langsung," ujarnya.
Apalagi dengan pengawalan melekat terhadap Putri, Eka meyakini bahwa tidak mudah melakukan pelecehan terhadap Putri. "Itu kan jadi aneh," ujarnya.
Belum lagi bila melihat rekam jejak Sambo dalam kasus tersebut. Dia menyatakan bahwa sejak awal jenderal bintang dua Polri itu sudah berusaha mengaburkan fakta. Karena itu, keterangan terjadi hal yang mencederai harkat dan martabat tidak bisa dipercaya begitu saja. "Kasarnya, masa saya harus percaya sama pembohong," tegas Eka.
Untuk mengungkap peristiwa yang terjadi di Magelang, penyidik harus memastikan bisa mendapat alat bukti kuat. Bukan hanya keterangan Sambo dan Putri. Selanjutnya, pihaknya menunggu proses prarekonstruksi dan rekonstruksi dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
Eka berharap Tim Khusus (Timsus) Polri juga bisa terus bekerja mengungkap peran pihak lain, termasuk Putri yang sejak awal dinilai bersikap tidak kooperatif, baik kepada Polri, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). (idr/syn/tyo/jpg)