Dampak Kampanye Hitam Sawit, Tak Segan Boikot Produk Uni Eropa

Nasional | Kamis, 21 Maret 2019 - 11:30 WIB

Dampak Kampanye Hitam Sawit, Tak Segan Boikot Produk Uni Eropa
MASUKKAN TBS: Seorang petani memasukkan tandan buah segar (TBS)ke truk di Kalimantan Timur, belum lama ini. Saat ini minyak kelapa sawit kembali mendapat serangan dari Uni Eropa. Pemerintah dituntut segera meningkatkan konsumsi dalam negeri. (DOKUMEN KALTIM POST/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah mereaksi keras larangan ekspor minyak sawit mentah alias CPO (crude palm oil) oleh Uni Eropa (UE). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan tidak akan segan memboikot produk UE jika negosiasi terkait dengan sawit menemui jalan buntu.

’’Kami tidak paham kenapa (pelarangan terhadap CPO, red) bisa begitu kencang. Kami sudah minta ke sana, tetapi kami bukan pengemis. Kita punya dignity, sovereignty,’’ tegas Luhut saat ditemui di Kementerian Luar Negeri kemarin (20/3).

Baca Juga :Harga TBS Sawit Riau Naik Jadi Rp2.577 per Kg

Saat ini Indonesia tercatat sebagai pemasok sawit terbesar UE. Indonesia juga mengimpor banyak produk dari UE. Di antaranya, truk, bus, mobil, dan pesawat terbang. Saat ini UE merancang renewable energy directives II (RED II).

Aturan baru tentang energi itu bertujuan mengurangi konsumsi bahan bakar nabati alias BBN (biofuel) berbasis CPO secara bertahap. Pada 2030, UE berharap tidak ada lagi konsumsi terhadap bahan bakar tidak ramah lingkungan tersebut.

Pada Rabu (13/3), Komisi Eropa menerbitkan regulasi turunan (delegated acts) kebijakan RED II yang memasukkan sawit sebagai bahan bakar nabati tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (indirect land use change).

Berdasar hasil kajian Komisi Eropa, 45 persen ekspansi CPO sejak 2008 berdampak pada kehancuran hutan, lahan gambut (peatland), dan lahan basah (wetland). Serta terus-menerus meningkatkan emisi gas rumah kaca.

Komisi Eropa menetapkan angka 10 persen sebagai batas berbahaya tidaknya minyak nabati bagi lingkungan dalam kriteria ILUC. Namun, patokan itu dikeluhkan negara-negara produsen CPO seperti Indonesia dan Malaysia. Sebab, kriteria yang dipakai tidak diakui secara universal.

Menurut kajian yang sama, ekspansi produksi minyak kedelai (soybean oil) hanya 8 persen merusak lingkungan. Ekspansi produksi minyak rapeseed dan bunga matahari (sunflower) menyumbangkan 1 persen kerusakan alam saja.

Tiga komoditas yang diklaim lebih ramah lingkungan itu memang menjadi pesaing utama sawit di pasar global. Luhut berkeberatan dengan rencana UE melarang ekspor sawit. ’’Seharusnya teman-teman (Uni) Eropa mengerti. Jangan lihat dari kacamata kalian saja. Lihat juga dari kacamata kami,’’ tuturnya.

Menurut dia, produksi CPO juga berkontribusi mengentaskan kemiskinan. Selain itu, Indonesia tidak tinggal diam memerangi dampak kerusakan alam akibat ekspansi produksi sawit. Pemerintah telah memoratoriumkan pembukaan hutan untuk perluasan perkebunan kelapa sawit atau penciptaan lahan sawit baru.

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap sawit. Merujuk data Center on Food Security and the Environment, Stanford University & TNP2K, sawit mengentaskan sekitar 10 juta penduduk dari kemiskinan sejak 2000. ’’Penurunan tingkat kemiskinan di daerah penghasil kelapa sawit lebih cepat,’’ ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Industri itu juga penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan energi nasional untuk menggantikan bahan bakar fosil. Targetnya, produksi bisa mencapai 9,1 juta kl melalui program biodiesel (B20) sejak 2015.

Menko Darmin menggarisbawahi hubungan baik Indonesia dengan UE di bidang ekonomi. Khususnya di bidang perdagangan dan investasi. Kemitraan strategis ASEAN dan UE saat ini ditunda. Indonesia pun bakal mengkaji ulang hubungan bilateral dengan negara-negara UE terkait regulasi yang diskriminatif tersebut.

’’Kami khawatir, jika diskriminasi terhadap sawit terus berlanjut, hubungan baik Indonesia dengan Uni Eropa yang terjalin sejak lama terpengaruh,’’ kata Darmin. Apalagi, saat ini Indonesia terlibat dalam pembahasan intensif soal Indonesia-UE CEPA (comprehensive economic partnership agreement).

Isu sawit yang oleh pemerintah disebut sebagai kampanye hitam itu membuat ekspor CPO ke Eropa turun. Pada November tahun lalu, ekspor CPO Indonesia turun 21 persen menjadi 320,77 ribu ton.(vir/c14/hep/das)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook