JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kehadiran Menko Perkonomian pada momen donor plasma konvalesen pada Senin (18/1) memunculkan tanda tanya. Sebab, donor plasma konvalesen hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang menjadi penyintas Covid-19.
Kemarin (19/1), Juru Bicara Kemenko Perekonomian Alia Karenina pun membenarkan hal itu. Airlangga nyatanya memang pernah terjangkit Covid-19.
"Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sempat terdeteksi positif Covid-19 di tahun 2020 lalu. Dan saat itu, sudah diterapkan 3T (testing, tracing dan treatment) secara optimal,’’ ujar Alia, kemarin.
Dia melanjutkan, sebagai bentuk rasa syukur karena sudah diberikan berkah kesehatan dan sembuh dari Covid-19, maka Airlangga mendonorkan plasma konvalesen untuk membantu percepatan tingkat kesembuhan pasien Covid-19 lain.
‘’Selain itu, beliau (Airlangga) juga berharap semakin banyak penyintas corona yang mendonorkan plasma di masa yang akan datang,’’ jelas Alia.
Berdasar panduan resmi dari Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat, Donor plasma itu adalah pengambilan darah plasma dari penyitas Covid-19. Kemudian plasma tersebut diberikan sebagai terapi kepada pasien Covid-19 yang sedang dalam perawatan.
Syarat untuk bisa donor plasma konvalesen adalah sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19 yang dibuktikan dengan hasil Swab/PCR. Kemudian kondisi badan harus sehat. Pendonor juga harus bebas gejala setelah 14 hari sembuh dari Covid-19.
Berat badan pendonor tidak boleh kurang dari 55 kg, berusia 18-60 tahun, dan disarankan laki-laki. Perempuan juga bisa menjadi pendonor asalkan belum pernah hamil. Para penyitas yang memenuhi syarat tersebut, kemudian menghubungi UDD PMI untuk mengatur jadwal pengambilan plasma darah.
Ariani mengatakan, wanita hamil tidak bisa melakukan donor plasma karena dikhawatirkan mengandung antibodi Anti HLA dan anti HPA dalam tubuhnya. “Kemudian pendonor tidak boleh memiliki penyakit-penyakit yang berat,” jelasnya.
Komunitas Plasmahero ini lantas menghubungkan pendonor pada unit UDD PMI yang menerima donor terutama membantu informasi dalam proses skrining. Proses seleksi awal inilah yang kata Ariani memakan waktu lama. Sekitar 3 sampai 4 jam. Calon pendonor akan menjalani pemeriksaan kesehatan dan wawancara terkait riwayat penyakit.
”Sementara pengambilan darahnya hanya 1 hingga 1-1,5 jam. Kalau datangnya pagi bisa selesai hari itu juga. Tapi kalau datangnya siang sore, pengambilan jadi besok harinya,” jelas Ariani.
Petugas kemudian akan melakukan pengambilan darah. Hanya plasma yang di ekstrak dari darah pendonor sementara sel darah sisanya masuk kembali ke tubuh pendonor.(dee/jpg)
Plasma darah yang layak untuk terapi harus memiliki karakter reaktif 1 per 160 hingga 1 per 320. “Lebih rendah dari itu misalnya 1 per 80 sudah dianggap tidak reaktif lagi,” jelasnya.
Satu orang pendonor rata-rata bisa memberikan 600 hingga 800 cc plasma darah tergantung berat badannya. Satu kantong darah berisi 200 cc. Itu artinya 1 orang donor bisa menghasilkan 2 hingga 4 kantong. Sementara 1 pasien Covid-19 rata-rata membutuhkan 1 hingga 2 kantong. “Jadi 1 kali donor bisa menyelamatkan 1 sampai 3 nyawa,” jelasnya.
Plasma pendonor kemudian diberikan pada pasien penderita Covid-19 dengan gejala sedang hingga berat sesuai dengan rekomendasi dokter. “Tapi donornya masih belum memadai. Setiap hari rata-rata ada 200 kantong permintaan dari rumah sakit. Satu unit PMI baru bisa produksi 40 sampai 50 kantong,” pungkasnya.
Kenaikan kasus menjadi momok dalam penanganan Covid-19. Apalagi angka keterpakaian tempat tidur di beberapa daerah cukup tinggi. Kesulitan mencari tempat tidur tak jarang ditemui oleh keluarga pasien Covid-19.
”Setiap kali ada libur panjang, satu sampai dua minggu kedepan akan ada lonjakan kasus,” ujar Dirjen Yankes Kemenkes Abdul Kadir. Pada libur panjang sebelumnya tidak terlihat kepadatan di rumah sakit lantaran okupansi tempat tidurnya masih rendah. Menurut Kadir masih sekitar 55 hingga 60 persen. Sehingga jika ada kenaikan kasus maka tidak terlihat ada masalah.
Lebih lanjut, Kadir mengatakan bahwa 30 persen kasus aktif akan membutuhkan perawatan di rumah sakit. 30 persen ini terdiri dari 25 persen perawatan isolasi dan sisanya ICU.
”Kalau dilihat secara keseluruhan, ketersediaan tempat tidur di Indonesia dibandingkan dengan pasien yang masuk maka masih ada space,” ungkapnya. Sebab banyak bed occupancy rate (BOR) di wilayah yang masih berkisar 60 persen. Namun jika melihat zona merah, maka jumlahnya mengkhawatirkan.
Maka dia meminta rumah sakit di wilayah zona merah untuk menambah bed perawatan Covid-19. Kadir mencontohkan ada 1.000 tempat tidur di sebuah rumah sakit dan hanya 200 tempat tidur yang dialokasikan untuk pasien Covid-19. Maka pemerintah meminta untuk menaikkan hingga 400 tempat tidur.
”Kalau ada penambahan tempat tidur ini membutuhkan waktu yang panjang,” ungkap Kadir. Contohnya jika harus menambah tempat tidur di ICU maka harus membuat ruangan yang bertekanan negatif dan perlu peralatan pendukung. Belum lagi sumber daya manusia (SDM) yang terampil. ”Sementara kami prediksi masa ini akan selesai pada satu atau dua minggu kedepan,” imbuhnya.
Dampak libur panjang Natal dan Tahun Baru akan terasa setidaknya sampai awal Februari. Setelah itu jumlah kasus akan cenderung datar. ”Saat datar ini merupakan waktu bagi RS untuk mengkonversikan tempat tidur guna layanan biasa,” ujarnya.
Khusus untuk DKI Jakarta, ada 61 rumah sakit yang belum memberikan layanan bagi pasien Covid-19. Untuk itu Kemenkes mengeluarkan surat edaran agar seluruh rumah sakit bisa memberikan layanan kesehatan bagi pasien Covid-19. ”Kalau penambahan bed ini belum memungkinkan maka akan kami bangun rumah sakit lapangan,” ucap Kadir.(dee/mia/tau/lyn/wan/jpg)