JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sambil menunggu dibukanya pengiriman jamaah umrah, Kementerian Agama (Kemenag) menggodok harga referensi atau patokan minimal paket umrah. Dengan sejumlah pelonggaran, harga referensi diperkirakan mengalami penurunan.
Setelah terjadi kasus penipuan umrah dengan harga paket yang sangat murah, Kemenag menetapkan harga minimal atau harga referensi sebesar Rp20 juta/jamaah.
Kemudian setelah ada pandemi Covid-19, akhir 2020 Kemenag menaikkan harga minimal paket umrah menjadi Rp26 juta/orang.
Saat ini Kemenag menggodok patokan terbaru harga minimal umrah. ’’Kita sedang membahas poin per poin pelayanan umrah,’’ ujar Kasubdit Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Haji Khusus Kemenag Noer Alya Fitra dalam media gathering Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag di Jakarta kemarin (18/10).
Pelayanan umrah yang memengaruhi biaya paket, antara lain, akomodasi atau sewa hotel di Saudi. Kemudian, layanan transportasi selama di Saudi, tiket penerbangan, dan biaya karantina. Dia mengakui bahwa pandemi Covid-19 memicu terjadinya kenaikan tarif minimal umrah sekitar 30 persen.
Namun, untuk tarif yang sedang digodok saat ini, dia mengatakan masih bisa berubah lagi. ’’(Harganya, Red) tetap akan dibahas bersama asosiasi umrah untuk mendapatkan biaya referensi yang paling realistis,’’ katanya. Pejabat yang akrab disapa Nafit itu mengatakan, tidak tertutup kemungkinan patokan minimal biaya umrah itu menjadi lebih murah.
Penyebabnya, antara lain, pada tarif yang berlaku saat ini, penetapan biaya karantina mempertimbangkan penggunaan hotel. Tetapi, saat ini Kemenag membuka opsi pelaksanaan karantina jamaah umrah di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta atau di Asrama Haji Bekasi. Dengan demikian, harganya bisa lebih terjangkau ketimbang karantina di hotel.
Durasi karantina yang lebih pendek juga memengaruhi patokan biaya umrah. Sebelumnya, paket umrah dihitung dengan masa karantina delapan hari atau bahkan lebih di Indonesia. Kemudian, ketentuan karantina setiba di Arab Saudi selama tiga hari. Tetapi, saat ini karantina di Indonesia rencananya hanya lima hari. Di Arab Saudi jamaah tidak perlu karantina selama memenuhi ketentuan vaksin di sana.
Meski begitu, Nafit meminta jamaah bersabar menunggu keputusan resmi dari Kemenag. Selain keputusan soal patokan biaya umrah, juga keputusan tentang kapan bisa kembali berangkat umrah. Dia mengatakan, ketika penyelenggaraan umrah ditutup oleh Saudi, ada lebih dari 59 ribu calon jamaah yang sudah terdaftar di sistem Kemenag. Dari jumlah tersebut, 41 ribu orang sudah membayar. ’’Ada yang membayar awal dan membayar lunas,’’ katanya.
Dari jumlah tersebut, calon jamaah umrah yang sudah memiliki tiket dan visa sekitar 18 ribu orang. Lalu, ada 1.628 calon jamaah umrah yang sudah berada di negara transit, tetapi batal melanjutkan perjalanan ke Saudi. Mereka kembali ke Indonesia karena pintu kedatangan di Saudi telanjur ditutup akibat pandemi.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief mengatakan, durasi karantina sangat dinamis. Semuanya bergantung pada kebijakan satgas Covid-19 dengan melihat kondisi pandemi di Indonesia. ’’Minggu lalu (karantina setelah dari luar negeri, Red) wajib delapan hari, sekarang turun lima hari,’’ katanya.
Lebih jauh lagi, saat itu pernah ada aturan karantina 14 hari. Kemudian, diturunkan jadi delapan hari. Dia menegaskan, Kemenag masih berkoordinasi dengan kementerian terkait durasi karantina. Yang jelas, dia mengatakan, asrama haji dipersiapkan sebagai tempat karantina jamaah umrah.
Dia juga mengomentari penggunaan vaksin booster kepada jamaah umrah yang sebelumnya telah disuntik vaksin Sinovac. Dia mengatakan, kebijakan itu bakal menyesuaikan hasil lobi-lobi antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia dan Kemenkes Arab Saudi.
’Syukur-syukur, vaksin versi Indonesia (Sinovac, Red) diterima,’’ katanya. Dia menegaskan, urusan vaksinasi merupakan domain Kemenkes. Kemenag hanya mengikuti aturan yang berlaku.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kemarin (18/10) mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berupaya negosiasi dengan pemerintah Arab Saudi. ”Kebetulan baru terjadi pertukaran menteri di Arab. Menteri hajinya bekas menteri kesehatan, teman saya,” ucapnya. Dari rapat-rapat yang dilakukan, menteri haji Arab Saudi berkenan untuk membantu pemerintah Indonesia.
”Sebenarnya, Sinovac sudah bisa, tapi harus karantina lima hari,” ucapnya. Dengan adanya celah itu, menurut Budi, ada peluang calon jamaah umrah dan haji bisa berkunjung ke Arab Saudi. ”Cuma di sana lebih lama. Tidak apa-apalah karena salat di Masjid Nabawi dan Masjidilharam berlipat pahalanya,” ungkapnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaima