JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid mengungkapkan dalam sejarah perjalanan negara Indonesia sampai saat ini, telah mengalami beberapa perubahan konstitusi.
Ia mengatakan, di era orde lama yang dipimpin Bung Karno ada Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, lalu di era orde baru yang dipimpin Soeharto dipakai kembali UUD 1945 dengan jargon kembali ke UUD 1945 secara murni dan konsekwen.
Kemudian, masuk era reformasi konstitusi mengalami perubahan menjadi UUD NKRI Tahun 1945. Di era inilah terjadi perubahan yang sangat istimewa, sebab pasca amandemen, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara yang salah satu kewenangannya memberikan mandat kepada Presiden.
"Walaupun begitu, MPR masih memiliki sesuatu yang luar biasa yakni memiliki kewenangan tertinggi yang tidak dimiliki lembaga lain yaitu merubah dan menetapkan UUD," kata politisi PKB yang akrab disapa Gus Jazil dalam acara Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘Urgensi Pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara’ di Media Center MPR/DPR RI, Jakarta, Jumat (19/3/2021).
Dalam perjalanan era reformasi, kata dia muncul wacana besar di tengah masyarakat tentang perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amandemen terbatas UUD NRI Tahun 1945.
MPR periode 2014-2019 kemudian merespon wacana itu dengan melakukan berbagai kajian bersama elemen-elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, akademisi dan lainnya dan menghasilkan rekomendasi untuk dilanjutkan oleh MPR periode 2019-2024.
“Saya rasa, munculnya gagasan perubahan yang berdasar atas kehendak rakyat adalah ciri negara yang menjalankan demokrasi dengan baik dan jika arahnya demi kebaikan negara serta seluruh rakyat Indonesia harus untuk dilaksanakan," tambahnya.
"Lagi pula, konstitusi itu dibuat rakyat sebagai pemegang penuh kedaulatan negara yang perwakilannya ada di MPR dan DPR, apapun maunya rakyat mesti diakomodir, tentu dengan berpedoman pada ketentuan yang ada,” jelasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Eka G Putra