JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sugi Nur Raharja menjalani sidang perdana secara virtual atas kasus dugaan ujaran kebencian yang di PN Jakarta Selatan, Selasa (19/1). Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaannya terhadap Sugi Nur.
Salah seorang Jaksa bernama Didi menyatakan, kalau Sugi Nur telah melakukan perbuatan penyebaran ujaran kebencian.
“Bahwa terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA),” katanya di PN Jakarta Selatan, Selasa (19/1).
Menurutnya, video tersebut dibuat pada 16 Oktober 2020 lalu di Sofyan Hotel, Jl Prof. DR Soepomo, Tebet Barat, Jakarta Selatan. Saat itu, wawancara dilakukan bersama ahli hukum tata negara, Refly Harun yang dalam kasus ini dijadikan sebagai saksi oleh kepolisian.
Jaksa Didi AR lantas menjelaskan tentang poin dakwaannya itu di persidangan, yang mana menjadi persoalan dalam kasus yang menjeratnya itu. Jaksa juga menyebutkan, akun Youtube MUNJIAT Channel merupakan milik Sugi Nur dan dibuat pada lima tahun lalu. Sugi Nur disebut membuat akun tersebut melalui registrasi dari akun email munjiatc@gmail.com.
“Bahwa terdakwa dapat mengoperasikan komputer dan internet dengan cara belajar sendiri atau otodidak dan juga dapat mengedit video atau foto serta terdakwa mempunyai akun dan nomor handphone sebagai berikut,” tuturnya.
Dalam sidang kali ini, Sugi Nur hadir secara virtual karena berada di Rumah Tahanan Bareskrim Polri. Melalui tim kuasa hukumnya yang terdiri dari Aziz Yanuar, Eggy Sudjana, Novel Bamukmin, Achmad Michdan, dan Ahmad Khazinudin, Gus Nur menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.
Diskriminatif
Sementara itu, Pengacara Sugi Nur, Azis Yanuar menyebutkan, proses hukum yang menjerat Sugi Nur Raharja atau Gus Nur terkesan sangat tebang pilih. Penegakan hukum pada Gus Nur pun dinilai diskriminatif belaka.
“Jadi lagi-lagi kita saat ini dihadapkan dengan dugaan penegakan hukum yang diskriminatif dan tidak adil, yang mana dangat melukai rasa keadilan masyarakat,” ujar Azis.
Menurutnya, pada sekitar tahun 2018 silam, Sugi Nur pernah melaporkan seseorang ke polisi atas dugaan kasus serupa yang dialaminya saat ini, yakni tentang UU ITE dengan pasal yang sama pula. Namun, laporan tersebut hingga saat ini hanya berjalan di tempat saja atau mandek tanpa ada proses hukum lanjutan.
“Nah sekarang justru berlaku sebaliknya terhadap dia sebagai terlapor. Sekarang kita bisa lihat faktanya beliau ditahan dan ditangkap, diperlakukan seperti itu dan sampai sekarang prosesnya disidangkan,” tuturnya.
Maka itu, tambahnya, penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terkesan tebang pilih. Pihaknya pun menyesalkannya, tapi dia tetap berharap kalau hakim dalam persidangan Gus Nur ini bisa berlaku adil.
Sugi Nur didakwa pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Atau, Pasal 45 ayat (3) jo, pasal 27 ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sumber : JawaPos.com
Editor : M Ali Nurman