JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Ketentuan penyelenggaraan sertifikasi halal masih tahap kedua pada 17 Oktober 2021. Pada tahap ini obat-obatan, kosmetik, dan barang gunaan wajib bersertifikat halal. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
Ketentuan sertifikasi halal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Pada tahap jaminan produk halal diwajibkan untuk makanan, minuman, serta hasil dan jasa sembelihan. Selama tahap pertama ini, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) telah melakukan sertifikasi halal untuk 27.188 produk.
Ketua MUI bidang fatwa Asorun Ni’am Sholeh mengatakan, memasuki tahap kedua jaminan produk halal itu, pemerintah perlu terus melakukan sosialisasi.
"Selain itu pemerintah juga harus melakukan edukasi terkait kewajiban (sertifikasi halal, red) bagi produsen obat-obatan dan kosmetika," katanya di Jakarta, kemarin (17/10).
Asrorun mengatakan sosialisasi dan edukasi itu penting. Yaitu untuk membantu para produsen mendaftar sertifikasi halal. Sehingga bisa menjamin kehalalan produk yang mereka produksi melalui sertifikasi halal. Dia juga menyampaikan pemerintah harus segera menyiapkan instrumen sertifikasi halal bagi produk obat-obatan dan kosmetika serta barang gunaan. Kemudian instrument tersebut segera disampaikan luas ke masyarakat, khususnya pelaku industri. Sehingga mereka bisa memahami ketentuan sistem jaminan produk halal.
"Di sisi lain produsen obat-obatan dan kosmetika juga perlu segera melakukan penyesuaian dengan kewajiban (sertifikasi halal) ini," katanya.
Menurut Asrorun saat ini tingkat pendaftaran sertifikasi halal untuk kategori obat-obatan dan kosmetika sudah menunjukkan tren peningkatan. Dia berharap tren ini bisa dilanjutkan ke depannya. Sementara itu Menag Yaqut Cholil Qoumas mengatakan capaian pendaftaran sertifikasi halal pada tahap pertama patut diapresiasi. "Namun BPJPH Kemenag juga perlu terus bertransformasi. Mengingat sasaran jumlah pelaku usaha lebih dari 65,5 juta," katanya. Angka ini sangat jauh dibandingkan jumlah sertifikasi halal yang sudah masuk di BPJPH yakni 27.188 produk.
Untuk tahapan kedua kewajiban sertifikasi halal berlaku mulai 17 Oktober 2021. Ketentuan penahapan kewajiban sertifikasi halal berjalan hingga 17 Oktober 2026 nanti. Yaqut mengatakan pentahapan ini bertujuan supaya pelaksanaan sertifikasi halal berjalan dengan baik. Kemudian bisa menghindari potensi kesulitan di lapangan.
"Khususnya bagi pelaku usaha dalam menjaga keberlangsungan dan pengembangan usahanya," katanya.
Yaqut mengakui cakupan produk dalam jaminan produk halal sangat luas. Meliputi makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, produk kimiawi, sampai barang gunaan yang dipakai dan dimanfaatkan masyarakat. Menurutnya kebijakan penahapan kewajiban sertifikasi halal merupakan sebuah keniscayaan dalam penerapan sertifikasi halal yang bersifat mandatory atau wajib.
Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham mengatakan penahapan masing-masing produk pada tahap kedua ini berbeda-beda. Dia mencontohkan untuk obat tradisional, obat kuasi, dan suplemen kesehatan dimulai 17 Oktober 2021 hingga 17 Oktober 2026. Ketentuan ini berlaku juga untuk produk kosmetik, kimiawi, rekayasa genetika, dan sejumlah barang gunaan. Seperti barang gunaan kategori sedang, penutup kepala, dan aksesoris.
Sementara itu untuk obat bebas dan obat bebas terbatas berlaku mulai 17 Oktober 2021 hingga 17 Oktober 2029. Sedangkan untuk obat keras dikecualikan psikotropika hingga 17 Oktober 2034. Sementara untuk barang gunaan seperti alat kantor, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan, berlaku hingga 17 Oktober 2026.(wan/jpg)