Saya ini seperti Anda: jadi anggota grup WA. Lebih 15 grup. Saya jenis anggota yang juga seperti Anda: kurang aktif. Sering disindir kok hanya mantengi. Tidak pernah berkomentar.
Saya sendiri belum pernah minta untuk dimasukkan ke salah satu dari grup-grup itu. Tiba-tiba saja nama saya ada di situ. Sebagian memberi tahu lebih dulu. Lebih banyak yang dianggap pasti mau. Belakangan saya gak ‘kejak’. Tidak mau tambah. Kalau dituruti bisa lebih 30. Belakangan saya langsung exit ketika muncul grup baru: sudah terlalu banyak. Kadang juga terlalu mirip.
Variasi grup yang saya ikuti itu lebar sekali. Ada yang sangat agamis. Misalnya ada yang selalu posting ‘satu hari satu hadis’. Atau memposting bahan renungan: isinya ayat-ayat Quran. Banyak juga yang menulis agar kita lebih taat lagi beragama.
Di lain pihak saya juga diikutkan dalam grup yang tidak percaya agama. Bahkan tidak percaya Tuhan. Isinya seru sekali. Yang dibahas lebih banyak filsafat kebebasan berpikir. Juga tentang moralitas: apakah orang yang beragama moralnya pasti lebih baik. Apakah kian kelihatan beragama seseorang itu kian tinggi pula moralitasnya. Apakah yang tidak beragama tidak punya hak untuk bermoral baik.
Stop. Saya tidak boleh mengutip ulang apa yang ada di postingan grup itu. Aturan sebuah grup WA seperti aturan di sebuah keluarga. Tidak boleh mengutip isi pembicaraan di grup tanpa minta ijin yang posting. Pembicaraan di situ untuk kepentingan intern keluarga. Bukan konsumsi umum.
Stop. Bisa sensitif.
Saya juga diikutkan grup yang khusus membahas pertanian. Ada juga yang khusus membahas komputer.
Ada lagi grup yang isinya mementingkan ideologi. Satu lagi grup yang sangat kapitalis. Lalu ada grup yang sangat Islam. Tapi ada juga yang sangat Kristen - -dan saya juga diikutkan di situ. Lalu ada yang sangat Budha.
Bahkan ada grup dari aliran mistik dan tahayul. Pun saya dimasukkan. Tentu ada juga grup yang sangat pribumi. Lalu ada pula yang sangat Tionghoa. Dua-duanya saya ada di dalamnya. Grup yang sangat politik banyak. Lalu grup yang sangat kesehatan.
Maka beraneka aspirasi berseliweran di HP saya. Otak saya pun mencelat-mencelat ke sudut sana-sini.
Di beberapa grup itu, kadang ada yang monoton. Misalnya kalau ada yang meninggal dunia. Isi grup hanya ucapan duka cita. Mulai pagi sampai besoknya. Seolah tidak ikut berduka kalau tidak posting duka cita di grup.
Saya tidak pernah ikut berduka di situ. Kasihan yang membaca, terutama yang harus menghapus begitu banyak data. Padahal belum tentu semua anggota grup kenal keluarga yang meninggal itu. Saya pilih kirim WA langsung ke keluarga yang berduka, kalau itu saya kenal.
Demikian juga kalau ada yang dapat gelar atau penghargaan. Isi grup itu ucapan selamat melulu.
Saya tidak seharusnya jengkel dengan yang seperti itu. Kan salah sendiri. Mengapa mau menjadi anggota grup dari begitu banyak aliran. Saya akhirnya menyadari itu salah saya sendiri. Ya sudah.
Saya biasa sudah bangun pukul 03.30. Mungkin begitulah umumnya orang tua. Dulu, jam 02.30 baru pulang kantor. Kini jam segitu sudah siap-siap bangun.
Tentu saya juga sama seperti Anda. Bangun tidur lihat layar HP. Di pagi seperti itu saya harus lebih sabar. Isi pembicaraan di grup umumnya ajakan untuk bangun. Salat tahajud. Banyak banget. Seolah mereka tahu saya perlu dibangunkan. Seolah mereka juga tahu untuk salat malam harus digiring lewat HP.
Sebentar kemudian mulai membanjir ajakan salat subuh. Isinya sama. Hanya copy paste. Ada yang pakai ayat. Pakai gambar. Pakai meme. Pakai kaligrafi. Dari satu grup ke grup yang lain nadanya sama. Isinya sama. Memenya sama.
Saya pernah posting usulan. Di satu grup: bagaimana kalau yang mengajak salat subuh itu satu orang saja. Yakni salah satu saja dari anggota grup yang paling rajin. Atau digilir.
Pun kalau usul itu dipenuhi saya masih akan menerima lebih 5 ajakan salat subuh yang sama. Sehingga kalau usul itu ditolak, bayangkan, berapa banyak saya menerima ajakan yang sama, dengan bunyi yang sama, meme yang sama, desain yang sama.
Sambutan atas usul itu terbelah. Ada yang setuju, ada yang emosional religius. Saya tidak menanggapi. Sak karepmu.
Itu tidak hanya di Islam. Juga yang Kristen. Sudah tahu bahwa grup yang satu ini didirikan untuk membahas satu bidang tertentu masih saja sering ada postingan ayat-ayat Alkitab.
Saya pernah posting sekali. Hanya itu. Usulan saya: agar soal politik dan agama jangan diposting di situ. Anggota grup di situ sangat beragam aliran agama, politik dan sukunya. Lebih baik tidak posting di luar misi. Tapi, para juru dakwah memang marketer yang militan. Mereka tetap saja posting isi Al Kitab.
Ya sudah.
Harus saya akui ada juga beberapa grup yang istiqamah di jalurnya. Grup penggila durian, misalnya, sangat steril. Mereka disiplin: hanya posting soal durian. Menyenangkan. Semangat posting mereka sangat tinggi. Tapi mereka konsisten: tidak ada hal lain yang lebih penting di dunia ini kecuali durian. Rupanya durian itu tidak beragama, tidak berpolitik, dan tidak pernah kuliah di fakultas dakwah.
Tentu ada juga grup yang isinya banyak “bertengkar”. Sebenarnya seluruh anggota grup itu dari satu aliran keagamaan yang sama. Tapi secara politik mereka berbeda perahu.
Ketika ada yang mengajak agar mendukung partai A, banyak yang marah. Ada yang berpendapat baiknya ke partai B. Ada juga yang bilang baiknya ke partai C. Tentu ada yang berpendapat berikan saja kebebasan.
Serunya bukan main. Politik itu benar-benar memabukkan. Kontroversi di bidang politik benar-benar bisa dipakai untuk melupakan banyak isu: minyak goreng, antrean solar, dan IKN. Apalagi kenaikan BBM. Pun Ferdy Sambo.
Pertengkaran di satu grup ada yang sampai membuat mereka pecah. Saling ngambek. Bikin grup sendiri-sendiri. Dua-duanya memasukkan nama saya sebagai anggota.
Saya pun tidak pernah berniat mendamaikan pertengkaran itu. Pekerjaan sudah terlalu banyak. Maka saya pilih mengambil keuntungan dari pertengkaran itu: saya exit dari dua-duanya.
Alasan saya: tidak enak kalau saya memihak. Horeeee. Bebas. Merdeka. Bisa mengurangi jumlah grup di WA.
Tapi ada juga yang perlu saya kutip di sini:
YANG ❤
Yang singkat itu : “WAKTU.”
Yang menipu itu : “DUNIA.”
Yang dekat itu : “KEMATIAN.”
Yang besar itu : “HAWA NAFSU.”
Yang berat itu : “AMANAH.”
Yang sulit itu : “IKHLAS.”
Yang mudah itu : “BERBUAT DOSA.”
Yang sulit itu : “SABAR.”
Yang sering lupa itu : “BERSYUKUR.”
Yang membakar amal itu : “GHIBAH.”
Yang berharga itu : “IMAN.”
Yang menentramkan hati itu : “DZIKIR.”
Yang mendorong ke neraka itu : “LIDAH.”
Yang ditunggu ALLAH itu : “BERTOBAT.”***