JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah masih mematangkan aturan terkait validasi database nomor identitas asli atau International Mobile Equipment Identity (IMEI) di telepon seluler (ponsel).
Regulasi ini rencananya akan berlaku mulai 17 Agustus 2019, bertujuan untuk meredam peredaran ponsel black market (BM) di tengah masyarakat. "Momentum 17 Agustusannya yang diambil," kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian, Janu Suryanto, kemarin.
Menurut Janu, pihaknya masih melakukan pembahasan terkait teknis regulasi. Memang Kemenperin sudah mempersiapkan platform atau situs untuk masyarakat agar dapat mengecek IMEI ponsel masing-masing di https://imei.kemenperin.go.id/.
Namun, Janu menyebut sistem masih terus dikembangkan dan belum ada sinyal bahwa sistem telah siap dan bisa segera dirilis. "Dari sisi Kemenperin, draf RPM dan sistem sedang dipersiapkan. Masih bisa berkembang. Kominfo yang jadi lead-nya," ujar Janu.
Ia menjelaskan, masih banyak hal di dalam regulasi IMEI yang harus diuji coba. Terutama dalam hal keandalan security, supaya ketika sistem siap, keamanan tak gampang ditembus.
Untuk menguji sistem tersebut, Kemenperin telah menjadwalkan uji coba dengan salah satu operator, yakni Telkomsel. Uji coba dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan celah yang harus diperbaiki. "Saya sudah minta uji coba sistem kita dengan Telkomsel pekan depan. Kita akan persiapkan infrastrukturnya," jelas Janu.
Xiaomi, salah satu produsen smartphone yang merajai pasar Indonesia menyarankan kepada konsumennya agar memperhatikan beberapa hal penting sebelum membeli ponsel pintar agar terhindar dari ponsel BM. Pertama, periksa kotak belakang. Pastikan kotak belakang memiliki entitas kepemilikan pabrik.
PT Sat Nusapersada saat ini memproduksi semua smartphone resmi Xiaomi, dan memastikan bahwa entitas kepemilikan adalah PT Xiaomi Technology Indonesia.
Kemudian perhatikan stiker garansi. Xiaomi memperkenalkan stiker garansi Xiaomi di seluruh produk smartphone resminya. Stiker ini diperkenalkan pertama kali di Redmi 7A dan akan bertahap disematkan seluruh produk smartphone resmi Xiaomi ke depannya.
Pada kesempatan berbeda, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mempertanyakan alasan penerapan aturan validasi IMEI yang terkesan buru-buru.
Anggota Ombudsman Alvin Lie, menjelaskan jika alasannya keberadaan ponsel BM mengganggu pendapatan negara, sesungguhnya pendapatan negara bisa dilindungi dengan cara memperkuat Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak.
"Kalau argumen pendapatan negara itu, cukup cegat di hulu. Ketika barang masuk ke Indonesia atau ketika barang didistribusikan. Kalau barang masuk itu di Bea Cukai dan kalau didistribusikan itu ada Ditjen Pajak," ujar Alvin lagi.
Oleh karena itu, Alvin mengatakan, sesungguhnya pendapatan negara bisa dilindungi hanya dari sisi administrasi. Misalnya juga dengan melakukan pengetatan terhadap distributor, importir, dan transaksinya. "Kenapa harus repot-repot dan menimbulkan potensi masalah bagi konsumen atau masyarakat," tegasnya.
Sumber : Jawa Pos
Editor Rinaldi