Tak Lagi Wajib Bermasker, Epidemiolog: Jangan Terburu-buru Lepas Masker

Nasional | Selasa, 17 Mei 2022 - 23:59 WIB

Tak Lagi Wajib Bermasker, Epidemiolog: Jangan Terburu-buru Lepas Masker
Pemerintah telah mengizinkan masyarakat lepas masker di luar ruangan. Namun, saat di dalam ruangan atau di dalam angkutan umum, warga tetap harus bermasker. Salah satunya di dalam KRL. (DERY RIDWANSAH/JAWAPOS.COM)

JAKARTA (RIAUPOS.CO)  – Presiden Joko Widodo sudah mengizinkan masyarakat tak memakai masker di ruangan terbuka atau outdoor. Menanggapi hal itu, epidemiolog meminta masyarakat tetap waspada dalam menafsirkan kebijakan tersebut.

Pasalnya tak semua ruangan terbuka itu baik, dan bukan berarti ruangan tertutup juga tak baik. Ada beberapa indikator yang memengaruhi salah satunya status vaksinasi dan booster.


Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman meminta masyarakat jangan terlalu bereuforia menanggapi keputusan itu. Masker dan vaksinasi adalah duet terbaik dalam mengatasi pandemi Covid-19. Sehingga menurutnya, bukan soal masker, tetapi yang utama adalah status vaksinasi seseorang.

’’Kita harus sangat hati-hati ya menarasikan ini, jangan sampai membangun euforia atau percaya diri berlebihan yang akhirnya membuat kita abai dan merugikan diri sendiri,” jelas Dicky kepada JawaPos.com, Selasa (17/5/2022).

Dia menambahkan, penggunaan masker adalah perilaku yang selain mudah, murah, juga efektif dalam mencegah penularan penyakit udara seperti halnya Covid-19. Apalagi ditambah akselerasi vaksinasi. Ini jadi kombinasi signifikan yang terkontribusi dalam menurunkan potensi penularan.

’’Kombinasi ditambah dengan adanya prokes termasuk perbaikan kualitas udara dan ventilasi, ini jadi upaya kita mengarah keluar dari pandemi,” ucap dia.

Ia mengakui cakupan 2 dosis di Indonesia sudah tercukupi. Akan tetapi untuk vaksin dosis ketiga atau booster, Indonesia masih jauh dari target.

Berdasarkan data dari Our World in Data, vaksin 1 dosis mencapai 73 persen. Vaksin 2 dosis mencapai 60 persen. Dan vaksin 3 dosis atau booster baru 13 persen. Apalagi di tengah munculnya Omicron plus, kata Dicky, membuat seseorang tak cukup jika hanya divaksinasi 2 dosis.

’’Kita harus ingat nih untuk konteks Omicron plus yakni BA.2, dan turunannya, nah adanya cakupan vaksinasi 2 dosis tak cukup. Harus 3 dosis barulah efektif. Dosis cakupan booster harus di atas 70 persen. Indonesia kan belum. Terutama kita lihat di Indonesia kita lihat cakupan vaksinasi booster sudah di atas 50 persen belum,” jelasnya.

Maka ia meminta agar para menteri, pejabat daerah, hingga tim teknis mampu menerjemahkan arahan pelonggaran yang disampaikan Presiden Joko Widodo agar lebih hati-hati dan bijaksana. Ia sepakat bahwa pelonggaran dapat dilakukan bertahap. Dicky menargetkan akhir 2022 adalah waktu yang pas bagi cakupan vaksinasi secara global.

’’Tentang masker ini harus bijak tak terburu-buru. Saya sepakat dengan pak presiden, bertahap ya. Prediksi saya akhir tahun ini kita akan berada dalam situasi yang jauh lebih baik dan aman jika cakupan vaksinasi global 70 persen terpenuhi. Tapi kalau masih banyak negara yang melakukan pengabaian atas vaksinasi, tetap saja risikonya besar. Kita belum cukup aman dalam situasi pelonggaran masker ini, harus dikendalikan terukur dulu. Sabar sih menurut saya,” kata Dicky.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 

 

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook