JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Biaya haji yang ditanggung jemaah calon haji (JCH) tahun ini lebih besar sekitar Rp10 juta dibandingkan tahun lalu. Publik berharap pemerintah bisa memastikan peningkatan layanan, khususnya ketersediaan toilet atau kamar mandi di Mina.
Seperti diketahui pemerintah bersama DPR mengesahkan rata-rata biaya haji tahun ini Rp90 jutaan. Biaya yang ditanggung jemaah (biaya perjalanan ibadah haji/Bipih) Rp49 jutaan. Besaran Bipih ini meningkat dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp39 jutaan. Sementara itu subsidi atau nilai manfaat tahun ini Rp40 juta lebih per jemaah.
Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Firman M Nur mengatakan, biaya yang ditetapkan pemerintah dan DPR itu masih rasional. ''Karena semua komponen biaya haji di Saudi naik. Bisa dilihat dari biaya umrah yang belakangan juga naik tajam,'' katanya di sela Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indone-sia(AMPHURI) Meeting di Jakarta, Kamis (16/2).
Firman mengatakan pascapandemi Covid-19 belum semua hotel beroperasi kembali. Sementara kuota haji kembali normal. Akibatnya semua negara pengirim jemaah berlomba-lomba mencari hotel. Bahkan banyak hotel sudah di-booking. Kondisi ini membuat stok hotel terbatas.
Dia berharap peningkatan biaya haji itu diiringi dengan peningkatan layanan. Di antara yang dia sorot adalah ketersediaan kamar mandi atau toilet di Mina. Ketersediaan kamar mandi sangat terbatas, baik bagi jemaah reguler maupun jemaah haji khusus atau VIP. ''Satu kamar mandi digunakan sekitar 100 jemaah,'' ungkapnya.
Firman mengatakan untuk di Arafah, ketersediaan kamar mandi juga terbatas. Namun masa tinggal jemaah di Arafah hanya satu hari. Yang krusial adalah kamar mandi di Mina. Apalagi jemaah ada yang tinggal di Mina selama empat hari. Yaitu satu hari sebelum wukuf dan tiga hari setelah wukuf.
Dia menjelaskan saat ini pemerintah Saudi sudah melakukan swastanisasi layanan di Arafah, Mudzalifah, dan Mina. Layanan di tiga titik itu sudah dipegang oleh syirkah atau perusahaan. Sebelumnya dipegang yayasan atau disebut muassasah. Dia berharap dengan dipegang perusahaan swasta, layanan di Arafah, Mudzalifah, dan Mina bisa lebih baik lagi.
Firman mengungkapkan ada tiga perusahaan yang berwenang mengelola layanan masyair tersebut. Salah satunya adalah Masyariq. Secara khusus CEO Masyariq Syekh Muhammad Amin Inderagiri berada di Indonesia. Sesuai namanya, dia keturunan Indonesia. Ayahnya dari Riau dan ibunya dari Madura. Amin Inderagiri datang di Indonesia untuk teken kontrak layanan masyair dengan sejumlah travel haji khusus, termasuk di bawah bendera AMPHURI.
Amin Inderagiri sempat menunjukkan gambaran layanan tenda jemaah di Arafah dan Mina untuk jemaah haji khusus. Dari tampilan video yang dia putar, tenda terbuat dari fiber. Kemudian AC yang digunakan sudah lebih baik. ''Karpetnya antibakteri,'' kata Amin yang beberapa kesempatan menggunakan bahasa Indonesia. Kemudian di setiap sisi tenda disiapkan beberapa colokan listrik.
Dia mengakui bahwa layanan kamar mandi di Mina sering jadi keluhan. Amin bahkan menantang arsitek Indonesia untuk merancang atau mendesain peningkatan kapasitas toilet di Mina. Nanti desain itu akan dia bawa ke Kementerian Haji dan Umrah Saudi. Ada usulan menggunakan kamar mandi portabel berbasis mobil. Tetapi saat masa melontar jumrah, mobil tidak boleh masuk di Mina.
Dalam Forum AMPHURI Meeting itu, delegasi Kemenag diwakili Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Nur Arifin. Dalam sambutannya dia menyinggung soal pembimbing haji. Dia berharap pembimbing haji yang direkrut profesional dan mengajarkan ajaran agama dengan benar.
Arifin mengatakan masih sering ada oknum pembimbing yang kurang tepat menyampaikan pemahaman soal ibadah haji maupun umrah. Di antaranya dengan mempertanyakan kepada jemaahnya, lebih penting mana antara berangkat haji atau umrah dengan membeli rumah atau mobil. ''Jangan dibenturkan seperti itu,'' katanya. Sebab setiap orang memiliki keperluan berbeda-beda.(wan/jpg)