JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Upaya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk membenahi berbagai aspek di BUMN Indonesia mendapat tanggapan positif dari para pelaku usaha. Tak terkecuali soal upaya Erick yang menyoroti kurang efisiennya keberadaan anak dan cucu perusahaan BUMN. Pihak swasta menilai hal tersebut patut diapresiasi karena secara tidak langsung hal tersebut dapat meredam sikap BUMN yang dianggap cenderung dominan dan monopoli terhadap sektor-sektor tertentu.
"Kita apresiasi, dia memulai dengan langkah awal yang bagus. Saya dukung dan apresiasi adanya sebuah proses audit yang keras terhadap kinerja BUMN seluruhnya," ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana, saat dihubungi JPG, kemarin (15/12).
Menurut Danang, yang mengejutkan publik adalah hal-hal yang cenderung baru diungkap tentang BUMN, bahwa tak sedikit dari mereka yang memiliki banyak sekali anak dan cucu perusahaan serta terjadinya maladministrasi rangkap jabatan yang terjadi secara masif.
Terkait dengan keseriusan Erick untuk mengevaluasi anak dan cucu perusahaan BUMN yang tidak efisien, menurut Danang hal tersebut yang sebenarnya sudah kerap dikeluhkan oleh pelaku usaha.
"Egoisme BUMN menggarap banyak sektor-sektor itu tidak tersentuh oleh undang-undang persaingan usaha. Padahal kita punya KPPU. Ini mesti diperbaiki segera," tambahnya.
Danang juga menilai langkah Erick dalam membenahi kursi manajemen di level direksi dan komisaris di berbagai BUMN sangat positif. Sependapat dengan data dari pemerintah sendiri, Danang menyebut bahwa hanya segelintir BUMN yang tersebukti mampu memberi deviden yang signifikan bagi negara.
"Sebagian besar justru menggerogoti keuangan negara. Bahkan yang mampu setor pun, tidak sebanding dengan ekuitas yang diinjeksikan pemerintah ke dalam BUMN terkait," paparnya.
Dengan adanya upaya perombakan yang masif di tubuh BUMN, menurut Danang pelaku usaha berharap BUMN nantinya bisa lebih bersinergi dengan korporasi swasta. "Kalau boleh, saya menyarankan kepada Pak Erick, untuk lakukan repositioning BUMN bukan hanya sebagai entitas penyumbang pemasukan keuangan negara tetapi juga sebagai bagian strategik dari suply chain terhadap perusahaan swasta," tegasnya.
Dengan reposisi tersebut, lanjut Danang, orientasi kinerja para BUMN harus diubah sehingga concern pemerintah adalah bagaimana supaya BUMN-BUMN mampu menurunkan harga bahan baku yang diperlukan oleh industri andalan seperti industri kimia, tekstil, otomotif, dan lain-lain.
"Makanya jangan boleh BUMN bikin anak cucu cicit, soalnya mereka akan meminimalisir peran swasta. Padahal peran swasta dalam pertumbuhan ekonomi sangat penting diperlukan," ujarnya.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menuturkan, langkah Erick untuk memfokuskan bisnis BUMN agar kembali ke core business-nya kini tengah melalui proses. Kementerian BUMN masih melakukan penghitungan jumlah cucu-cucu usaha BUMN yang tak sesuai dengan bisnis inti induk usahanya.
"Kita lagi data semua. Nanti yang bisa dijadikan core business akan disatukan," tuturnya.
Terpisah, Pengamat BUMN Toto Pranoto mengapresiasi langkah tersebut. Menurut Toto, ratusan anak cucu usaha BUMN yang ada juga terbilang banyak yang merugi. Kementerian BUMN tentu harus memilah-milah mana saja anak cucu BUMN yang kesehatannya buruk dan tidak.
"Kalau dia rugi dan memang bisnisnya tidak related dengan core business-nya ya memang dilikuidasi saja. Langsung dikeluarkan saja. Sehingga, kita akan dapatkan portfolio bisnis yang sinergi antara induk dan anaknya," tuturnya kepada JPG, kemarin.
Kebijakan itu pun sebetulnya bukanlah hal baru. Toto mencontohkan, dengan sinergi yang terjalin antara PT Phapros Tbk yang merupakan anak usaha dari PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang dicaplok dengan PT Kimia Farma Tbk.
Kondisi itu justru dinilai positif. Sebab, Phapros dan Kimia Farma memiliki bisnis yang sama-sama sejalan yakni di bidang farmasi. "Jadi RNI sebagai pemilik lama mendapat harga bagus atas penjualan Phapros, sementara Kimia Farma juga dapat barang bagus karena Phapros bisnis utamanya sama-sama di bidang obat-obatan," jelasnya. Hal itu pun merupakan kondisi yang lumrah terjadi di bisnis korporasi.(agf/dee/jrr)
Laporan JPG, Jakarta