IRJEN TEDDY HARUS DIJERAT PASAL BERLAPIS

Gaya Hidup Mewah Polisi Disorot

Nasional | Minggu, 16 Oktober 2022 - 09:35 WIB

Gaya Hidup Mewah Polisi Disorot
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam arahannya kepada jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10/2022). (ANTARA/HO)

RIAUPOS.CO - Gaya hidup mewah polisi di tengah masyarakat sedang di­sorot. Bahkan, sorotan langsung disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu menjadi bagian dari arahan Jokowi kepada para pimpinan kepolisian. Isi pengarahan Jo­kowi kepada ratusan pimpinan polisi pada Jumat (14/10) memang akhirnya dibuka ke publik kemarin (15/10). 

Di hadapan Kapolri, petinggi Polri, Kapolda, hingga Kapolres, Jokowi mengatakan bahwa skor indeks kepercayaan masyarakat kepada polisi turun dari 80,2 persen (November 2021) menjadi 54 persen (Agustus 2022).


Jokowi menjelaskan, keterlibatan kepolisian dalam penanganan pandemi Covid-19, khususnya kegiatan vaksinasi, menempatkan indeks kepercayaan terhadap polisi berada di puncak. ’’Namun, begitu ada peristiwa FS (Ferdy Sambo), runyam semuanya. Dan jatuh ke angka paling rendah,’’ kata Jokowi. 

Dia menambahkan, sebelumnya dibandingkan dengan lembaga penegak hukum lainnya, nilai kepolisian tertinggi. Sekarang harus menjadi yang terendah. Jokowi mengatakan, nilai atau indeks kepercayaan masyarakat harus kembali dinaikkan. ’’Terus terang itu rendah sekali,’’ ujar Jokowi. Dia menuturkan, pekerjaan berat kepolisian saat ini adalah mengembalikan skor atau indeks kepercayaan masyarakat tersebut.

Di tengah situasi global yang tidak mudah, banyak negara berada di posisi rentan. Bahkan, ada 345 juta penduduk di 82 negara masuk krisis pangan akut. Kepolisian harus punya sense of crisis. Untuk itu, Jokowi mengingatkan masalah gaya hidup personel kepolisian. 

Jangan sampai gaya hidup yang mewah memicu letupan sosial karena terjadi kecemburuan sosial-ekonomi. Jokowi meminta kapolres, kapolda, pejabat utama, dan pejabat tinggi kepolisian untuk tidak gagah-gagahan. Misalnya, memiliki mobil atau motor gede yang bagus. 

’’Hati-hati. Saya ingatkan hati-hati,’’ ujar Jokowi.

Jokowi mengatakan terlalu banyak mendapatkan laporan soal gaya hidup personel kepolisian. Mulai urusan kecil seperti kepemilikan mobil dan motor mewah, tetapi mengganggu kepercayaan terhadap Polri. Dia menambahkan, masyarakat dengan gampang menilai kemewahan polisi lewat baju yang dipakai, sepatu, dan lainnya.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu menuturkan, 29,7 persen keluhan masyarakat terhadap Polri karena praktik pungutan liar (pungli). Dia meminta isu tersebut diredam. Kemudian, 19,2 persen keluhan soal oknum polisi yang mencari-cari kesalahan. Jokowi mengatakan, hal-hal terkecil pengaduan masyarakat harus dilayani dengan betul. Ketika ada masyarakat kehilangan sesuatu, dia minta untuk direspons cepat. Dengan begitu, masyarakat merasa terayomi dan aman.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Lina Miftahun Jannah mengungkapkan, upaya sederhana yang bisa dilakukan kepolisian untuk meningkatkan indeks kepercayaan adalah membangun image. ’’Orang jadi percaya lagi jika image-nya baik,’’ katanya. Untuk membangun image yang baik itu, kepolisian harus memberikan hasil kinerja yang baik di mata masyarakat.

Lina mengatakan, semua lembaga memiliki peraturan atau SOP dalam bekerja. Selama peraturan dan SOP itu dijalankan dengan baik, dengan sendirinya kepercayaan masyarakat ikut terkatrol. Jangan malah sebaliknya, kepolisian melanggar aturan atau SOP-nya sendiri.

Kemudian, Lina juga menyoroti SDM kepolisian yang selama ini sudah cukup terlena sampai Presiden Jokowi menyoroti kemewahan personel kepolisian. Dari mobil, motor gede, baju, sampai sepatu mewah. Menurut Lina, sebagai aparatur negara, aparat kepolisian harus bisa menampilkan gaya hidup sederhana.

’’Masyarakat sekarang sudah tahu gaji polisi itu berapa,’’ ujarnya. Jadi, ketika ada oknum kepolisian tampil dengan gaya hidup mewah, masyarakat bertanya-tanya. Dapat dari mana uangnya untuk bisa hidup mewah.

Irjen Teddy Harus Dijerat Pasal Berlapis
Pelanggaran hukum pidana yang menjerat Irjen Teddy Minahasa Putra mendapat sorotan banyak pihak. Gelombang dukungan terhadap Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap kasus tersebut terus mengalir. Termasuk dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Mereka meminta Polri tegas menindak Teddy. Kompolnas meminta yang bersangkutan dihukum berat bila terbukti menjadi otak di balik pengedaran narkotika seperti disangkakan Polda Metro Jaya.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyampaikan bahwa proses pelanggaran etik dan proses hukum pidana Irjen Teddy harus berjalan. Sebab, mengambil barang bukti narkotika kemudian menjualnya sampai diedarkan di masyarakat merupakan pelanggaran berat. ”Jika Irjen TM (Teddy, red) benar terlibat, sanksi PTDH (pemecatan tidak dengan hormat) harus dijatuhkan kepada yang bersangkutan,” katanya saat diwawancarai JPG kemarin (15/10).

Untuk pelanggaran pidana, Poengky menyatakan bahwa penggunaan pasal berlapis saja tidak cukup untuk menjerat para tersangka. Khususnya yang berlatar belakang personel Polri. ”Perlu dijerat dengan pasal berlapis dan pemberatan hukuman,” imbuhnya. 

Dengan begitu, para pelaku akan mendapat hukuman maksimal atas perbuatan yang telah mereka lakukan. Terlebih, Presiden Joko Widodo turut menyoroti kasus narkotika dalam arahan yang disampaikan dua hari lalu (14/10).

Menurut Poengky, itu wajar lantaran narkotika bisa sangat menyengsarakan masyarakat. ”Serta merusak bangsa dan negara,” tegasnya. Merujuk kasus yang menyeret Teddy, Kompolnas meminta seluruh pimpinan Polri untuk mengawasi anak buah masing-masing dengan baik. Apalagi, saat ini Polri juga sudah memiliki Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat (Waskat).

Dari kasus Teddy pula, Kompolnas mendorong agar dilakukan tindakan yang komprehensif dan menyeluruh terhadap seluruh personel Polri. Baik di level Mabes Polri maupun polda dan jajaran. Poengky bahkan mengusulkan dilakukan tes urine secara berkala terhadap semua personel Polri. ”Untuk menjerat anggota-anggota (kepolisian, red) yang diduga melakukan penyalahgunaan (narkotika),” ucap alumnus Universitas Airlangga tersebut. 

Lebih lanjut, Poengky meminta supaya praktik-praktik seperti beking, pengedar, hingga bandar harus dimusnahkan dari tubuh Polri. ”Harus diproses pidana dan dipecat,” tegasnya. 

Selain itu, Mabes Polri bersama polda dan jajaran diminta memetakan kembali bandar-bandar narkotika. Sehingga mereka bisa ditangkap dan diproses hukum. Untuk perbaikan, Poengky menyebutkan bahwa Kompolnas juga tengah melaksanakan penelitian terkait penyalahgunaan narkotika oleh personel Polri. 

Penelitian itu dipimpin langsung oleh Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto. Dalam penelitian tersebut juga didalami upaya pemulihan terhadap personel Polri yang menyalahgunakan narkotika. Apabila berjalan sesuai rencana, penelitian itu selesai dilakukan akhir tahun ini. ”Hasil penelitian akan disampaikan kepada Kapolri dan jajaran,” kata Poengky. Dia sepakat segala ikhtiar harus dilakukan untuk membuat Polri menjadi lebih baik. 

Terpisah, Koordinator Masya­rakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyampaikan, perlu ada penelusuran terhadap harta kekayaan yang dimiliki Teddy. ”Dimulai dari yang ada di LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara),” katanya. 

Berdasar laporan terakhir yang disampaikan Teddy kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harta kekayaannya mencapai angka Rp29,97 miliar. Tertinggi dibandingkan dengan pejabat Polri lainnya. 

Dari LHKPN itu, lanjut Boyamin, Polri bisa melakukan pengembangan. ”Dikembangkan ke yang diduga terkait meski tidak terdaftar. Misalnya melebar ke famili atau pegawainya,” terang dia. 

Menurut Boyamin, pengembangan tersebut sangat mungkin dilakukan Polri. Bahkan, dia menilai Polri wajib melakukan pengembangan itu. Sehingga penanganan kasus yang tengah berjalan benar-benar dapat dijadikan sebagai momentum untuk bersih-bersih di tubuh Polri. 

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M. Isnur menambahkan, keterlibatan perwira tinggi (pati) dalam sederet peristiwa kejahatan merupakan fenomena gunung es. Dalam konteks kejahatan peredaran narkoba, sebut dia, Polri harus mengecek kembali jejaring peredaran narkotika di tubuh kepolisian. 

Bersamaan dengan penelusuran jejaring narkoba di kepolisian, Isnur juga meminta Polri menelusuri kekayaan para pihak yang ditengarai terlibat dalam jejaring tersebut. Jika penelusuran itu berhasil, Polri harus menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan merampas semua kekayaan yang diduga bersumber dari kejahatan.

”Jadi, pidana pokoknya harus diiringi dengan pidana pencucian uang itu. Aset-aset yang mereka dapatkan dari kejahatan harus disita,” ungkapnya. Penerapan TPPU tersebut, lanjut Isnur, juga harus diterapkan pada anggota kepolisian yang diduga terlibat dalam berbagai macam kejahatan. ”Harus ada pembuktian terbalik terhadap harta yang diduga tidak sah itu,” imbuhnya.(syn/tyo/c9/wan/c7/oni/jpg/muh)

Laporan JPG, Jakarta









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook