Dilarang Demo, BEM SI Tetap Turun ke Jalan

Nasional | Selasa, 15 Oktober 2019 - 23:30 WIB

Dilarang Demo, BEM SI Tetap Turun ke Jalan
Polisi bersiap menembakan gas air mata ke arah mahasiswa dan buruh yang melakukan demo di Kantor DPRD Jawa Timur beberapa waktu lalu. (AHMAD KHUSAINI/JAWA POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Polda Metro Jaya melarang adanya demonstrasi di sekitar Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada 15-20 Oktober 2019. Larangan itu dikeluarkan untuk menjaga situasi tenang menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada Ahad (20/10).

Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyesali keputusan Polda Metro Jaya yang melarang adanya demonstrasi di sekitar kawasan gedung DPR. Namun, pelarangan itu tidak menyurutkan mahasiswa untuk melakukan demonstrasi.


"Ya kita semakin dilarang semakin kita mau melakukan itu. Karena prinsipnya aksi itu bukan perizinan tapi pemberitahuan," kata Koordinator BEM SI, Muhammad Abdul Basit saat dikonfirmasi, Selasa (15/10).

Menurut Basit, BEM SI akan mengeluarkan sikap terhadap keputusan Polda Metro Jaya yang tidak memberikan izin demo kepada siapapun pada 15-20 Oktober 2019. Dia menilai, aksi unjuk rasa cara efektif untuk mendesak Presiden Joko Widodo agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) KPK.

Oleh karenanya, mahasiswa akan mencari cara untuk melakukan koordinasi bagaimana bisa mendesak pemerintah untuk mengeluarkan Perppu KPK.

"Kalau penekanan dari kita sebelum tanggal 14, kita minta Pak Jokowi untuk keluarkan Perppu. Jadi kalau pun kita aksi besok atau lusa desakannya sama soal Perppu," terang Basit.

Kendati demikian, Basit menyebut sejumlah kampus telah didatangi oleh pihak aparat. Upaya ini dilakukan agar mahasiswa tidak kembali turun ke jalan.

"Iya banyak sekali, sekarang kampus-kampus yang tergabung dalam BEM SI itu sedang di datangi oleh pihak aparat melalui jalur birokrasi maupun langsung," ujar Basit.

Oleh karenanya, terkait pelarangan aksi unjuk rasa, lanjut Basit, aturan itu telah melanggar hak untuk menyalurkan pendapat di muka umum. Dia pun menyebut, aturan itu terlalu berlebihan.

"Kalau itu hanya sebatas koordinasi antara aparat dan mahasisswa oke saja, cuma yang disayangkan itu ketika sifatnya sudah meredam atau jangan sampai turun ke jalan, ini sudah melanggar kebebasan berpendapat di lingkup akademisi kampus," tegasnya.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook