NOTA KEUANGAN

Ini Penjelasan Presiden Jokowi Mengapa Pemerintah Longgarkan Defisit APBN 

Nasional | Sabtu, 15 Agustus 2020 - 04:07 WIB

Ini Penjelasan Presiden Jokowi Mengapa Pemerintah Longgarkan Defisit APBN 
Presiden Joko Widodo menghadiri pelaksanaan Sidang Tahunan MPR Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020) pagi, dengan mengenakan busana adat dari Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT). (SEKRETARIAT KEPRESIDENAN)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut, berawal dari masalah kesehatan, dampak pandemi Covid-19 telah meluas ke masalah sosial, ekonomi, bahkan ke sektor keuangan. 

Penanganan yang luar biasa telah dilakukan oleh banyak negara, terutama melalui stimulus fiskal. Pemerintah Indonesia juga melakukan hal yang sama.


Jokowi menyampaikan, pemerintah telah melakukan langkah yang luar biasa melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020. Di antaranya dengan melonggarkan ketentuan defisit APBN menjadi di atas 3 persen selama tiga tahun hingga 2022.

Jokowi memaparkan, bukan hanya Indonesia, negara-negara lain seperti Jerman juga melakukan langkah fiskal dengan mengalokasikan stimulus fiskal sebesar 24,8 persen PDB-nya. 

Sebagaimana diketahui, ekonomi Jerman terkontraksi minus 11,7 persen pada kuartal-II 2020. Kemudian, Amerika Serikat mengalokasikan 13,6 persen PDB, karena ekonominya terkontraksi 9,5 persen.

Lalu, Cina juga mengalokasikan stimulus sebesar 6,2 persen PDB. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok telah kembali positif 3,2 persen pada kuartal-II 2020, setelah terkontraksi 6,8 persen pada kuartal sebelumnya.

“Tahun ini, APBN telah diubah dengan defisit sebesar 5,07 persen PDB dan kemudian meningkat lagi menjadi 6,3 persen PDB,” ujarnya dalam pidato penyampaian nota keuangan,  di Gedung DPR MPR, Jumat (14/8/2020).

Jokowi menjabarkan, pelebaran defisit dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara mengalami penurunan. Selain itu, perekonomian tahun depan juga diprediksi masih penuh ketidakpastian.

Sehingga, program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang.

“Kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB masih diperlukan, dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal,” katanya mengakhiri.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook