JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- MENTERI Agama (Menag) Fachrul Razi menyoroti sejumlah madrasah atau sekolah yang mulai membuka kegiatan tatap muka. Dia mengatakan saat ini kondisinya masih sangat riskan untuk menyelenggarakan pendidikan tatap muka.
Dia menjelaskan kondisi yang riskan di antaranya adalah di lembaga pendidikan berasrama. Baik itu pesantren maupun sekolah berasrama sejenisnya.
"Ada sebuah pengalaman yang kita tahu bersama di sebuah (lembaga, red) pendidikan berasrama yang terjadi wabah," katanya, kemarin (14/7).
Menurut Fachrul munculnya wabah di lembaga pendidikan berasrama itu cukup mengkhawatirkan banyak pihak. Secara khusus dia tidak menyebutkan nama lembaga pendidikan berasrama yang menjadi episentrum wabah Covid-19. Tetapi jika dilihat beberapa waktu ke belakang, ada sejumlah lembaga pendidikan berasrama yang jadi klaster atau pusat wabah Covid-19. Seperti adanya klaster Covid-19 di pondok pesantren Al-Fatah di Temboro, Magetan. Kemudian beberapa hari lalu ditetapkan ada klaster Covid-19 di Pondok Pesantren Gontor 2 di Ponorogo. Lalu pertengahan April lalu juga muncul klaster asrama Sekolah Tinggi Teologi (STT) Bethel di Petamburan, Jakarta.
Dia mengatakan pencegahan terjadinya klaster di lembaga pendidikan berasrama bisa dimulai dengan fase kedatangan anak didik atau murid. Harus bisa dipastikan murid yang datang tidak membawa virus corona. Jika ditemukan siswa yang sakit dan ditengarai membawa virus corona, harus segera diatasi secepatnya. "Kita menggarisbawahi setiap anak yang datang masuk ke sekolah berasrama, harus yakin bahwa dia sehat," jelasnya.
Sebab, jika seluruh elemen di sekolah berasrama yakin sehat, maka pembelajaran di lembaga pendidikan berasrama relatif lebih aman. Elemen di sekolah berasarama itu mulai dari siswa, guru, sampai jajaran pengelolanya.
Sebaliknya Fachrul mengatakan kalau ada siswa yang datang dengan kondisi tidak sehat dan membawa virus corona, pasti akan menularkan ke teman-temanya. Dia bersyukur adanya wabah Covid-19 di lembaga pendidikan berasrama berhasil diatasi dengan baik. "Kembali saya berpesan, tolong perhatian kita kepada sekolah-sekolah yang berasrama ini khususnya," kata mantan wakil Panglima TNI itu. Fachrul mengatakan kehati-hatian juga diperlukan untuk sekolah-sekolah biasa atau tidak berasrama.
Dia memantau sejumlah sekolah atau madrasah sudah mulai memasuki tahun pelajaran baru. Fachrul meminta tolong supaya semua pihak yang terkait untuk terus diyakinkan untuk taat kepada protokol kesehatan. Mulai dari para orang tua siswa, guru, lingkungan sekolah, harus betul-betul menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
Terpisah, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sejumlah pelanggaran terhadap SKB Empat menteri tentang aturan pembukaan sekolah pada masa tahun ajaran baru. Mulai dari sekolah yang nekat membuka aktivitasnya kembali meski bukan zona hijau hingga dinas pendidikan yang meninginstruksikan untuk siswa SD dan SM tetap masuk. Padahal meski di zona hijau, SD baru boleh dibuka dua bulan lagi. "Tak hanya untuk kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) melainkan juga untuk seluruh siswa TK, kelas I-VI SD dan kelas VII-IX SMP," ujar Satriwan Salim, Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, kemarin (14/7).
Heru merinci beberapa pelanggaran yang terjadi. Kabupaten Simeleu, Provinsi Aceh misalnya. Menurut laporan jaringan guru FSGI di Aceh, bahwa Dinas Pendidikan Kab. Simeleu menginstruksikan seluruh siswa masuk pada awal tahun ajaran baru, 13 Juli 2020. Instruksi wajib masuk sekolah kembali ini tak hanya bagi siswa baru peserta MPLS, tetapi juga untuk seluruh siswa TK, SD, SMP dan SMA. Padahal Gubernur Aceh melalui Dinas Pendidikan Provinsi Aceh sudah memberikan instruksi agar sekolah-sekolah khususnya TK dan SD tak dibuka. Sebab jelas-jelas melanggar SKB 4 Menteri.
"Walaupun berada di zona hijau, menurut SKB 4 Menteri, siswa SD masuk secara bertahap pada September, sedangkan untuk siswa TK/PAUD pada November," tegasnya.
Kemudian, di Kabupaten Pandeglang, Banten. Menurut data Gugus Tugas Covid-19, Pandeglang berada di zona kuning, yang seharusnya siswa masih dilarang belajar tatap muka di sekolah. Namun nyatanya, sebagian besar sekolah SD dan SMP di Kabupaten Pandeglang telah memulai pembelajaran. Kondisi ini disinyalir karena longgarnya instruksi dari Dinas Pendidikan setempat, yang tak tegas melarang sekolah dibuka kembali di tahun ajaran baru.
Tak jauh beda, di Kota Bekasi pun sama. Ada 2 SD dan 2 SMP yang tetap masuk, padahal zonanya adalah merah. Meski akhirnya langsung dihentikan oleh Dinas Pendidikan Kota Bekasi baik agenda MPLS maupun pembelajaran tatapmukanya per Selasa (14/7). Satriwan berharap, kondisi serupa tak terjadi lagi di daerah-daerah lain. Seluruh dinas pendidikab bisa tegas dan patuh pada SKB 4 Menteri.
"Tidak boleh coba-coba terhadap kebijakan ini, sebab nyawa ribuan siswa dan guru menjadi taruhannya," paparnya.
Menurutnya, pemda dan sekolah harusnya bisa mencontoh kebijakan Gubernur NTB. Meski berada di zona hijau, gubernur tetap menginstruksikan agar seluruh sekolah di Provinsi NTB tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah. Begitu pula dengan kegiatan MPLS yang cukup dilaksanakan secara virtual demi kesehatan dan keselamatan siswa dan guru. Alasannya, demi keselamatan guru dan siswa. Sekolah-sekolah pun mentaati instruksi Gubernur tersebut dengan tertib.
Melihat pelanggaran yang masih banyak di daerah, Satriwan memandang perlu adanya tim dari pusat, Kemendikbud dan Kemenag untuk mengawasi dan menegur dinas-dinas pendidikan daerah termasuk sekolah yang tidak patuh pada SKB 4 Menteri. Teguran ini pun didorong untuk segara dilakukan guna mencegah adanya penularan di sekolah. "Jangan tunggu sekolah menjadi klaster penyebaran Covid-19. Mumpung masih 2 hari berjalan di tahun ajaran baru," ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, FSGI menilai perlu adanya nomor kontak hotline dari Kemendikbud dan Kemenag yang bisa dihubungi oleh masyarakat terkait kebojakan tahun ajaran baru. Agar, masyarakat bisa melaporkan sekolah atau dinas pendidikan daerah yang tak mematuhi SKB 4 Menteri.(wan/mia/ted)
Laporan: JPG (Jakarta)