PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Imbauan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan kepada pabrik kelapa sawit (PKS) untuk membeli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit paling rendah Rp1.600 per kilogram (kg) sepertinya tidak terjadi di Provinsi Riau. Pantauan pihak Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau, pelaku industri membeli TBS sawit petani di bawah harga tersebut. Petani pun meminta pemerintah untuk bergerak cepat mengantisipasi anjloknya harga sawit saat ini.
"Pertama kami memberikan apresiasi pada Mendag atas imbauan tersebut. Namun sangat disayangkan, pantauan kami di lapangan, imbauan itu tidak dilaksanakan oleh industri. Pada tingkat pabrik, TBS di Riau dibeli masih pada kisaran Rp1.200 per kg. Artinya di tingkat kami para petani masih Rp800 per kg,"," kata Sekretaris Apkasindo Riau Djono Albar Burhan pada Selasa (12/7).
Apkasindo berharap, Kemendag dapat mengeluarkan aturan atau instruksi tidak hanya sebatas imbauan. Hingga, ketika pelaku industri tidak menaatinya maka bakal ada sanksi. Namun Djono menyebutkan, Apkasindo juga menyadari ada masalah yang lebih krusial dan penting dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi jutaan petani sawit di Indonesia ini.
"Yang terpenting sebenarnya adalah pencabutan biaya-biaya yang beberapa bulan ini menekan harga minyak sawit seperti biaya ekspor dan lain-lain. Ini yang sebenarnya menekan harga di tingkat petani. Kalau biaya-biaya itu dihapus atau minimal dikurangi, harga di pabrik akan mengikuti akan naik dengan sendirinya," tekan Djono.
Djono menyebutkan, Apkasindo akan terus melalukan upaya-upaya untuk menaikkan harga TBS kepala sawit di tingkat petani. Bila tidak juga dicabut aturan bea-bea yang ada yang memberatkan tersebut, setidaknya ada aturan atau instruksi lebih mengikat yang disertai sanksi. Hingga nilai jual petani sawit lebih kompetitif.
Masni, satu di antara petani sawit swadaya di Medang Kampai, Dumai mengungkapkan, harga TBS di petani saat ini masih membuat pusing kepala. "Harga TBS sawit sekarang di kami cuma Rp800 per kg. Kalau harga masih di bawah Rp1.000 tentunya membuat kami semakin susah," katanya, Selasa (12/7).
Dirinya berharap pemerintah daerah, provinsi maupun pusat bisa hadir, untuk segera mencari solusi karena anjloknya harga TBS sawit ini sudah sangat berpengaruh ke ekonomi keluarganya, di tengah harga kebutuhan pokok melonjak tinggi. "Kami minta lah pemerintah hadir dan segera bergerak cepat, kalau harga ini tak naik naik, ampun kami Bang," ucapnya.
Di Kuantan Singingi, harga TBS sawit pekan ini menyentuh level terendah dalam dua tahun terakhir. Keluhan itu dibeberkan beberapa petani sawit rakyat di Kabupaten Kuansing. Ican, Nadi, dan Irza, petani sawit rakyat di Desa Pulau Kedundung, Kecamatan Kuantan Tengah, kepada Riau Pos, Selasa (12/7) membeberkan, kondisi harga sawit terasa lebih parah dari dua tahun lalu. Pada akhir 2019 hingga pertengahan 2020, harga sawit juga berkisaran Rp900 sampai Rp1.000 per kg di tingkat petani. Namun harga pupuk masih terbilang rendah dari sekarang.
"Hari ini (kemarin, red), harga sawit hanya Rp850 per kilogram," ujar Erza.
"Tauke sawit atau veron pengumpul buah, tadi bilang harga sawit naik Rp50 per kg. Jadi Rp850 per kg," timpal Ican.
Salah seorang veron pengumpul buah, Iwa yang dihubungi Riau Pos, menjelaskan harga sawit kemarin naik Rp50 per kg bila dibandingkan dengan Senin (11/7) yang hanya Rp780 sampai Rp800 per kg.
Begitu juga petani lain di Sentajo Raya, Rio. " Saya menunda panen bang. Menunggu harga sedikit naik," papar Rio.
"Tapi menurut informasi dari kawan-kawan, harga sawit di petani masih di bawah Rp1.000 per kg," tambahnya.
Ungkapan yang sama disampaikan petani sawit di Kabupeten Kampar. "Sekarang petani sawit menjerit karena anjlok harga TBS sawit semenjak Idulfitri. Sejak turun Rp1.000 per kg sampai Idul Adha ini, ada beberapa kali naik tapi tak sampai Rp1.000 lebih. Sekarang harga sawit hanya Rp1.000 per kg," jelas Hasbirullah, petani sawit Desa Penyesawan Kecamatan Kampa, Kabupaten Kampar, Selasa (12/7).
Menurut Hasbirullah anjlok harga sawit ini tidak diiringi turun harga pupuk, sehingga petani menjadi kesulitan. Diharapkan membeli pupuk subsidi tidak bisa. Kalau membeli dengan harga normal tak sebanding lagi dengan harga sawit. Seperti pupuk urea bisa mencapai Rp500 ribu per karung, sementara pupuk dulomot mencapai Rp900 ribu per karung.
"Kebun sawit kalau tak dipupuk tak mau pula berbuah. Jadi petani sawit hanya pasrah saja sekarang menunggu kebijakan dari pemerintah untuk bisa mendongkrak harga sawit bisa normal lagi paling tidak Rp1.500 per kg," jelas Hasbi, panggilan akrabnya.
Hasbi menjelaskan, seharus di saat harga TBS sawit ini anjlok, harga pupuk juga turun. Sehingga tidak memberatkan petani. Semenjak harga TBS sawit ini terjun bebas, para petani sawit swadaya tak bergairah lagi. Mereka terpaksa memanen sawit daripada busuk di batang.
Sementara itu, di Pelalawan turun drastisnya harga TBS kelapa sawit di pasaran, membuat petani swadaya semakin mengalami kesulitan ekonomi. "Ya, harga TBS petani swadaya saat ini yang dibeli oleh agen, veron atau RAM sebesar Rp165 per kg usia 10-20 tahun atau 80 persen dari harga yang ditetapkan pemerintah pada pekan ini yakni Rp263 per kg. Untuk yang umur 25 tahun ke atas Rp800 per kg. Tentunya kondisi ini akan semakin membuat para petani kesulitan untuk bertahan hidup," terang Diki Syaputra, salah seorang petani swadaya di Kelurahan Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, Selasa (12/7).
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Riau Zulfadli melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran, Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau Defris Hatmaja mengatakan, harga TBS di Riau khususnya untuk umur 10-20 tahun sepekan ke depan sudah berada pada level Rp1.500 per kg.
"Harga TBS kelapa sawit berdasarkan penetapan yang mengacu pada Permentan khusus untuk usia 10-20 tahun sudah berada pada level Rp1.500 per kg. Tidak lagi bisa ditetapkan di atas itu," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, imbauan untuk membeli TBS seharga minimal Rp1.600 per kg, hanya bisa diterapkan dua pekan belakangan. Saat itu harga TBS masih di kisaran Rp1.700 per kg. "Kalau saat ini pabrik tidak bisa lagi mengikuti imbauan itu karena harganya tidak sesuai lagi. Lagipula Mendag saat itu hanya mengimbau, bisa dijalankan atau tidak," ujarnya.
Dikatakan Defris, harga TBS kelapa sawit periode 13-19 Juli 2022 mengalami penurunan pada setiap kelompok umur. Jumlah penurunan terbesar terjadi pada kelompok umur 10-20 tahun sebesar Rp263 per kg dari harga pekan lalu. Sehingga harga pembelian TBS petani untuk periode satu pekan ke depan turun menjadi Rp1.509,38 per kg. Paenurunan harga TBS ini disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal turunnya harga TBS periode ini disebabkan oleh terjadinya penurunan harga jual CPO dan kernel dari perusahaan yang menjadi sumber data.
"Untuk harga jual CPO, PTPN V menjual CPO dengan harga Rp6.880,67 per kg dan mengalami penurunan harga sebesar Rp1.306,00 per kg dari harga pekan lalu, Sinar Mas Group menjual CPO dengan harga Rp6.949,81 dan mengalami penurunan harga sebesar Rp1.145,71 per kg dari harga pekan lalu," katanya.
Sedangkan untuk harga jual Kernel, PTPN V, Sinar mas Group, Astra Agro Lestari Group dan Asian Agri tidak melakukan penjualan pada pekan ini. PT Citra Riau Sarana menjual dengan harga Rp4.237,87 per kg dan mengalami kenaikan harga sebesar Rp128,77 per kg. PT Musim Mas menjual dengan harga Rp4.503,00 per kg.
"Sementara dari faktor eksternal, harga minyak sawit mentah CPO diprediksi bakal anjlok. Hal inu dipicu menularnya ketakutan pasar global terhadap resesi yang mengancam ekonomi Amerika Serikat (AS). Bahkan, ketakutan pasar tersebut diprediksi lebih kuat dari dampak tensi geopolitik di Ukraina," ujarnya.(kom/sol/dac/amn/mx/das)
Selain itu, stok CPO di Indonesia melimpah akibat larangan ekspor di bulan Mei 2022, dilanjutkan kebijakan DMO dan DPO jilid 2 sejak Mei hingga saat ini. Pada saat bersamaan, produksi minyak nabati lain khususnya kedelai, rapeseed dan sunflower oil di luar Rusia dan Ukrania sudah mendekati recovery.
"Penyebab lain, adanya ancaman inflasi dan resesi ekonomi dunia termasuk di negara-negara importir minyak sawit dunia sebagaimana dilaporkan IMF. Ini membuat konsumsi minyak nabati dunia dan minyak sawit akan menurun," jelasnya.(kom/sol/dac/amn/mx/das)
Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru