JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Putusan Mahkamah Konstitusi terkait sistem pemilu bakal segera diketahui. Senin (12/6), MK telah merilis jadwal pembacaan putusan atas perkara yang diajukan kader PDIP Demas Brian Wicaksono bersama empat warga negara lain tersebut.
Sesuai jadwal yang dirilis MK, putusan akan dibacakan Kamis 15 Juni 2023 mendatang. Juru Bicara MK Fajar Laksono membenarkan hal itu. “Waktunya pukul 09.30 WIB,” ujarnya, Senin (12/6).
Fajar menjelaskan, putusan tersebut sudah sesuai mekanisme. Usai penyerahan kesimpulan 31 Mei lalu, para hakim telah menjalankan rapat permusyawaratan hakim. “Jadi ga ada penundaan-penundaan atau memperlama proses,” ujarnya.
Sementara itu, jelang putusan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei terkait sikap publik terhadap sistem pemilu. Survei sendiri dilakukan pada 30-31 Mei 2023 dengan metode random digit dailing (RDD).
Direktur Riset SMRC Deni Irvani mengatakan, 76 persen publik Indonesia menginginkan sistem pemilu proporsional terbuka. Di mana warga bisa memilih secara langsung calon anggota DPR yang mewakili partai tersebut.
“Ditentukan oleh pemilih atau rakyat secara langsung, bukan oleh pimpinan partai,” ujarnya. Sementara yang menghendaki sistem tertutup, hanya 15 persen. Kemudian, sembilan persen sisanya tidak punya sikap.
Deni menjelaskan, sikap mayoritas warga yang menginginkan sistem terbuka sangat konsisten. Dalam empat survei terakhir sejak Januari 2023, yang menginginkan sistem proporsional terbuka ada di kisaran 71-76 persen. “Jauh lebih banyak dibanding yang menginginkan proporsional tertutup, 15-19 persen,” ujarnya.
Bahkan, aspirasi itu mayoritas di setiap massa pemilih partai. Bahkan meski PDIP mendukung tertutup, 69 persen pemilihnya menginginkan terbuka. “Usulan sistem pemilu proporsional tertutup bertentangan dengan aspirasi mayoritas pemilih,” jelas Deni.
Lebih lanjut lagi, survei SMRC juga memotret potensi menurunnya partisipasi pemilih. Jika pemilu 2024 nanti dilakukan sistem tertutup, hanya 58 persen warga yang menyatakan akan ikut memilih. Tidak ikut memilih sebesar 36 persen dan ada enam persen yang tidak menjawab. Jika hanya 58 persen angka partisipasi, itu artinya jauh dari capaian pemilu 2019 yang mencapai 82 persen.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah berharap Hakim MK memutuskan pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Dalam demokrasi, lanjut dia, hal yang menyangkut kepentingan umum jika semakin terbuka maka semakin demokratis.
“Kami berharap MK akan meneruskan tradisi demokrasi dan tradisi masyarakat demokrasi,” ujarnya. Menurut Fahri, bangsa ini tidak bisa kembali lagi ke belakang menganut paham tertutup.
“Jangan lagi kita menyerahkan urusan umum, urusan publik kepada segelintir orang elite Indonesia. Tetapi harus diserahkan kepada seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya. Dalam sistem tertutup, partai akan menjadi pemegang kontrol penuh terhadap kadernya yang duduk di DPR RI maupun DPRD kabupaten/kota.(far/jpg)