Capai Net Zero Emission Perlu 1 Triliun Dolar AS

Nasional | Selasa, 11 Oktober 2022 - 12:26 WIB

Capai Net Zero Emission Perlu 1 Triliun Dolar AS
RIDA Mulyana (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - KEMENTERIAN Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan strategi pemerintah untuk meningkatkan investasi demi mencapai Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi karbon pada tahun 2060. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM Rida Mulyana, mengatakan ada tiga strategi yang akan dilakukan pemerintah, salah satunya dengan menyediakan regulasi tegas dan jelas.

"Pertama, menyediakan regulasi yang tegas dan jelas, tidak berubah dalam waktu dekat. Sekarang kita sudah terbitkan Perpres 112 Tahun 2022 tentang pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT)," kata Rida dalam acara The 1st Indonesian Sustainable Energy Week (ISEW) di Kawasan Sudirman Jakarta, Senin (10/10).


Selanjutnya, kata Rida, regulasi itu ditindaklanjuti dengan program early retirement atau pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Program ini akan menyedot investasi baik dari luar maupun dalam negeri. "Investasi itu untuk apa? Satu untuk menutup PLTU sendiri, di sisi lain juga untuk mengembangkan EBT pada saat yang bersamaan. Karena PLTU itu perlu diganti peranannya dengan masuknya green energy," imbuhnya.

Kedua, Rida membeberkan, ESDM perlu melakukan bisnis usaha dalam bentuk kemudahan perizinan bagi investor. Hal ini sesuai dengan komitmen ESDM untuk melakukan percepatan di bidang pelayanan publik.

Bahkan, ia menjamin, kemudahan itu akan diberikan dengan pelayanan secara online yang bisa diakses kapan dan di mana saja. Tak hanya kemudahan perizinan, Rida juga membuka peluang bagi investor terkait untuk mendapatkan coaching atau pendampingan. "Ketiga, yaitu sosialisasi dan edukasi. Ini (ISEW) juga menjadi forum sosialisasi tersebut terutama untuk Perpres 112 Tahun 2022 tentang pengembangan EBT," tegasnya.

Untuk diketahui, pemerintah pada tahun 2021 telah memproyeksi keperluan dana untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 sebesar 1 triliun dolar AS. Biaya tersebut direncanakan tidak hanya ditanggung Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau sektor publik, namun akan dibuka bagi para investor baik dalam maupun luar negeri.

Mengutip laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sumber pendanaan terkait penanganan perubahan iklim ini berasal dari publik dan non-publik. Pendanaan publik berasal dari domestik, yaitu belanja APBN, BLU BPDLH, green Sukuk (global dan retail), BUMN (PT SMI), dan APBD.

Sementara sumber pendanaan internasional, berasal dari green climate fund, global environment facility, adaptation fund, regional and bilateral agency, dan multilateral development banks. Lalu, pendanaan dari non-publik dapat berasal dari pembangunan pembiayaan sektor jasa keuangan (sustainable finance) yang diawasi oleh OJK, domestic private investment, foreign direct investment, private green bonds, filantropi, dan corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan/BUMN.

Menurut World Bank (2022) alokasi anggaran penanganan perubahan iklim dalam APBN masih relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhan untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC).

Indonesia memerlukan pendanaan rata-rata dalam setahun sebesar Rp266,3 triliun sampai dengan tahun 2030. Sementara rata-rata alokasi anggaran dalam APBN kurun 2020-2022 sekitar Rp3,79 triliun, sehingga masih terdapat selisih atau gap pendanaan.(esi)

Laporan JPG, Jakarta









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook