JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto turut buka suara pasca Sekolah Calon Perwira (Secapa) TNI AD menjadi kluster baru penyebaran Covid-19 di Bandung, Jawa Barat.
Melalui Juru Bicara Menhan Dahnil Anzar Simanjuntak, Prabowo meminta swab test prajurit TNI dilaksanakan lebih massal.
Keterangan tersebut disampaikan Dahnil, kemarin (10/7). Selain klaster Secapa TNI AD, Pemkot Cimahi mengumumkan ada 99 personel TNI di Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom) positif Covid-19. "Terkait dengan hal tersebut, Pak Prabowo meminta ada swab test massal kepada seluruh prajurit TNI," ungkapnya.
Dahnil mengakui, sudah beberapa kali TNI melaksanakan swab test di banyak lokasi, kesatuan, dan unit mereka. Namun, Prabowo menilai tes massal tetap harus dilakukan. "Beliau (Prabowo) minta bisa dilakukan secara berkesinambungan dan lebih luas," imbuhnya. Menurut orang nomor satu di Kementerian Pertahanan (Kemhan) itu, swab test massal penting.
Alasannya tidak lain karena prajurit TNI termasuk yang berada di garda depan dalam penanggulangan Covid-19 di tanah air. "Menjadi salah satu ujung tombak penanganan Covid-19 di lapangan," kata Dahnil.
Karena itu, mereka harus selalu dalam keadaan fit dan siap untuk menjalankan tugas tersebut. Beberapa hari belakangan, grafik peningkatan angka positif Covid-19 di Jawa Barat memang naik cukup signifikan. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sudah menyatakan, klaster Secapa TNI AD menyumbang paling banyak. "Itu (di Secapa TNI AD) 1.266 orang kalau saya nggak salah," ungkap Letjen TNI Doni Monardo.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 itu pun menyatakan bahwa pemerintah setempat sudah mengambil langkah-langkah strategis. Dia pun memastikan, sebagian besar personel TNI AD yang terkena Covid-19 di sana sudah ditangani dengan baik.
"Mereka hampir semuanya itu masih dalam kondisi fit ya, lari masih kuat, kegiatan masih tahan," imbuhnya.
Selain itu, kebanyakan di antara mereka tidak menunjukkan gejala Covid-19. Pasca penyebaran Covid-19 di Secapa TNI AD, jajaran matra darat di Jawa Barat juga melakukan upaya-upaya pencegahan agar penyebaran Covid-19 tidak sampai ke masyarakat yang tinggal di sekitar Secapa TNI AD. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa juga sudah memberi atensi.
Menurut Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) III/Siliwangi Kolonel Infanteri F. X. Sri Wellyanto, hari ini (11/7) Andika bertolak ke Bandung untuk menyampaikan keterangan secara resmi terkait hal itu. "Perkembangan (penyebaran) Covid-19 di Secapa bisa langsung menanyakan kepada bapak KSAD," kata perwira menengah dengan tiga kembang di pundak itu.
Keterangan serupa disampaikan oleh Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Nefra Firdaus. Dia menyatakan, pihaknya tengah mengatur rencana tersebut dengan Pendam III/Siliwangi. Terkait informasi puluhan personel TNI positif Covid-19 di Pusdikpom, dia belum bersedia banyak komentar. "Orang tanpa gejala," kata dia singkat.
Utamakan Produk Lokal
Setelah RI-GHA, rapid test buatan Indonesia, diluncurkan harusnya kran impor ditutup. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang no 3/2014 tentang perindustrian yang menyatakan barang yang bisa diproduksi dalam negeri wajib digunakan.
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto menyatakan bahwa sebelum pandemi Covid-19 sudah berkoordinasi dengan Kemenristek terkait produk inovasi. Produk buatan anak negeri akan dimunculkan dalam katalog barang dan jasa yang dapat dibeli oleh Kementerian atau lembaga. Roni juga sudah bertemu dengan Presiden Joko Widodo agar memerintahkan seluruh kementerian, lembaga, hingga pejabat di daerah untuk membeli produk dalam negeri.
"Karena ini perintah UU 3/2014 dan Perpres 16/2018 tentang pengadaan barang dan jasa menyatakan wajib gunakan produk dalam negeri," ujarnya.
Produk dalam negeri menurutnya harus digunakan. Kecuali produk tersebut belum ada dan harus impor. Jika tidak maka pejabat pengadaan dapat mendapat sanksi tertulis, denda administratif, hingga pencopotan jabatan.
Dia menekenkan bahwa masing-masing menteri dan kepala lembaga membuat aturan lanjutan yang mengharuskan membeli barang dan jasa. "Menkes sebenarnya sudah bilang barang di katalog harus dibeli. Namun di katalog itu ada produk lokal dan impor," ungkapnya. Untuk itu dia menyarankan ada revisi yang mengharuskan produk lokal diutamakan.
Dia menyadari bahwa ada banyak aspek yang membuat akhirnya barang impor dipilih. Di sektor kesehatan, Roni menyatakan bahwa industri kesehatan kurang dibangun. Jika ada kualitasnya pun banyak yang dibawah produk asing. Akibatnya masih banyak belanja alat kesehatan dari luar negeri.
Jika imbauan untuk memakai bahan baku lokal untuk rapid test ini benar-benar diterapkan, rumah sakit termasuk yang swasta pun akan mengikuti. Selama ini, rumah sakit swasta yang menyediakan layanan rapid test menggunakan bahan baku impor.
Salah satunya Eka Hospital Group. Mereka menggunakan bahan baku yang diimpor dari Prancis. Namun jika ada imbauan jelas untuk pemakaian bahan baku lokal, rumah sakit ini pun akan menyanggupi asal memang sudah bisa dan teruji.
"Kita akan mengikuti, asalkan memang sudah bisa. Soalnya saat ini kan masih dari luar," jelas Public Relation Eka Hospital Group Erwin Suyanto, kemarin (10/7).
Perubahan ini pun diperkirakan tidak bakal memengaruhi penggunaan bahan baku yang sudah mereka gunakan sebelumnya. Untuk bahan baku impor dari Prancis, Erwin menjelaskan bahwa pemesanannya hanya dibatasi untuk jangka waktu tertentu saja.
"Kita cuma tiap bulan (pesan). Memang ada masa tunggu expired reagennya, jadi kita hanya stok untuk tiap bulan," jelasnya.
Pada bagian lain,Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro menuturkan, bahwa selama ini pemenuhan kebutuhan alat kesehatan di Indonesia masih sangat bergantung pada impor. Proporsinya pun tak main-main, mencapai 90 persen lebih.
Tak heran bila akhirnya industri alkes dalam negeri pun masih terbilang skala kecil. "Kalau mencari skala besar belum ada," ujarnya dalam konpers pendanaan penelitian tahap II konsorsium riset dan inovasi Covid-19 di Jakarta, kemarin (10/7).
Hal ini pula yang membuat hilirisasi alkes yang dihasilkan tim konsorsium sulit diproduksi masal. Dia mencontohkan, untuk alat rapid test RI-GHA Covid-19. Pihaknya kesulitan mencari mitra industri yang mau membantu mengembangkannya. Padahal, permintaan alat tes diagnostik cepat untuk mendeteksi penularan Covid-19 saat ini sangat besar. "Karena mereka harus melakukan investasi baru," ungkap Mantan Menteri Keuangan tersebut. Selain itu banyak juga yang maju mundur karena masih belum bisa menakar risiko kalau benar-benar masuk ke industri ini. "Sebab ini adalah suatu tahapan produksi yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan," sambungnya.
Melihat kondisi ini, pihaknya pun tengah berupaya menjalin komunikasi dengan kementerian lembaga untuk memfasilitasi ini. Dia berhatap Kementerian BUMN atau Kementerian Perindustrian paking tidak bisa membantu mencarikan kandidat mitra yang mampu untuk bekerja sama dengan peneliti.
Di samping itu, Bambang juga terus mendorong para peneliti, utamanya yang berada di bawah pembiayaan konsorsium untuk mengembangkan mesin Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR). Dengan begitu, Indonesia tidak perlu impor lagi.
Untuk pengembangannya, peneliti bisa berkolaborasi dan bersinergi lintas bidang. "Saya dorong bapak ibu ekspertis terkait mesin itu mungkin sudah mulai mengupayakan inovasi untuk mesin RT PCR," katanya. Karena, bagaimanapun PCR sangat diperlukan untuk diagnosis Covid-19.
Pada tahap II pendanaan penelitian dari konsorsium riset dan inovasi kali ini, setidaknya ada 139 proposal yang berhasil lolos. Total pendanaan yang dikucurkan untuk 139 proposal penelitian tersebut mecapai Rp27,3 miliar. Pendanaan berasal dari dana penelitian yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.
Bambang mengatakan, proposal-proposal penelitian pada tahap II ini harus bisa menjadi kelanjutan dan kelengkapan atau sesuatu yang baru dari proposal penelitian pada tahap pertama. Dengan begitu tidak melakukan pengulangan atau replikasi. Direktur Utama LPDP Rionald Silaban menambahkan, pendanaan riset tahap II merupakan kesempatan untuk berkontribusi pada percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia. Dia berharap, semua penelitian yang dihasilkan bisa diaplikasikan dalan perang melawan Covid-19 saat ini.
Inovasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terkait Covid-19 tidak berhenti pada rapid test. Saat ini juga sudah mulai diproduksi massa emergency ventilator atau ventilator darurat. Riset ini dikeroyok bersama belasan lembaga serta produksinya menggandeng PT Len Industri (Persero).
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan saat ini sudah jadi 40 unit ventilator emergency atau darurat. "Dan sedang ditambah seratus unit lagi," katanya, kemarin (10/7).
Harga satu unit ventilator darurat itu berkisar Rp 25 juta sampai Rp 30 juta. Hammam menjelaskan sebagian besar ventilator itu didistribusikan sebagai bentuk sumbangan. Jumlahnya sekitar 80 unit. Sisanya dipesan langsung oleh berbagai pihak.
Dia menjelaskan pengembangan ventilator karya anak bangsa itu sudah dimulai sejak Maret lalu. Selain BPPT ada 17 tim yang terlibat. Mulai dari universitas, perusahaan, dan lembaga riset. Menurut dia ventilator ini merupakan inovasi yang paling cepat mendapatkan izin edar dari Kemenkes. Izin tersebut keluar Rabu 10 Juni lalu. "Dengan demikian bisa segera diproduksi dan diedarkan untuk membantu penanganan Covid-19 di Indonesia," jelasnya.
Hammam mengatakan ventilator yang diberimana Emergency Ventilator BPPT3S-LEN itu digunakan untuk kebutuhan alat bantu pernafasan di rumah sakit. Riset ventilator ini merupakan bagian dari program kerja BPPT melalui task force riset dan inovasi teknologi untuk penanganan Covid-19.(lyn/deb/mia/wan/jpg)