Media Harus Bertransformasi ke Digital

Nasional | Senin, 09 Desember 2019 - 10:07 WIB

Media Harus Bertransformasi ke Digital
Manager Total Remuneration, Policy and Planning Chevron Indonesia Business unit Diversity and Inclusion Champion Rina Mariama menyampaikan materi di seminar Women Empowerment Inclusion, Sabtu (7/12/2019).(Deslina/Riau Pos)


JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Tempo Media Week yang berlangsung Sabtu (7/12) di Perpustakaan Nasional Jakarta Pusat, menghadirkan sesuatu yang memberikan spirit kepada kalangan milenial. Terungkap dari paparan sejumlah ilmuwan dan peneliti muda yang berprestasi dan sangat inspiratif.

Salah satu agenda yang cukup menyedot kalangan milenial dan generasi Z serta sejumlah insan pers adalah seminar Future of Media, bagaimana masa depan media yang ada saat ini bisa bertahan dalam gempuran media digital dan sosial media.


Hadirnya para alumni koran Tempo, di antaranya Nezar Patria yang juga Pimpinan Redaksi The Jakarta Post. Menurutnya sekarang sulit memprediksi media mainstream untuk lima tahun ke depan. Alasannya karena gempuran media digital yang mampu memberikan apa yang diinginkan penggunanya.

Jika tak segera bertransformasi digital bukan tidak mungkin industri ini akan gulung tikar, dan itu sudah banyak. Namun kondisi ini menurut Nezar normal saja, bagian dari persaingan di era baru. Tinggal berusaha menyesuaikan sehingga ada keseimbangan baru dan bisnis mampu bertahan, salah satunya memperbaiki konten yang ada selama ini, sebagai sumber pendapatan baru.

Sementara Setri Yasra, Pimpinan Redaksi Tempo.Co mengatakan, bagaimana salah satu upaya mempertahankan masa depan perusahan media akibat gempuran era digital? Salah satunya, bisa disiasati dengan melakukan pengurangan penempatan awak redaksi di berapa daerah. Tapi disiasati berkaloborasi dengan wartawan media yang ada di daerah, terutama liputan investigasi di daerah tersebut.

Menempatkan korespo­nden di beberapa daerah saat ini sudah tak saatnya lagi, justru lebih efektif bekerja sama dengan media yang ada di daerah, terutama liputan investigasi kasus yang ada di sana.

Bahkan dikatakan Sestri, tugas jurnalistik investigasi yang dilakukan wartawan di daerah ini, biaya secara penuh ditanggung, diawali pembekalan teknik liputan di lapangan.

Sedangkan Metta Dharmasaputra, pendiri Katadata mengatakan, banyak eksperimen yang bisa diambil. Salah satunya, mendirikan divisi baru nonredaksi yang menseriusi menggarap konten-konten yang sesuai era digital.

Jadi bukan soal kuantitas konten diperbanyak, tapi fokus pada konten sedikit tapi berkualitas. Selain tiga narasumber di atas, juga ada pembicara satu-satunya perempuan yaitu, Citra Dyah Prastuti.

Tempo Media Week 2019 sudah berlangsung selama tiga tahun ini. Turut disponsori PT Chevron Indonesia ini dihadiri sekitar 20 komunitas. Sejumlah bisnis kuliner, master class, dan diskusi bisnis. Selain seminar Future of media juga seminar Women Empowerment Inclusion. Salah satu nara sumbernya dari PT Chevron Indonesia Rina Marima, Manager Total Remuneration PT Chevron Indonesia.

Dikatannya, perusahaan Chevron dalam memandang pekerja perempuan sama terbukanya dengan pekerja pria. "Keterseleksian lebih ditentukan atas dasar kemampuan dan keahlian di bidang yang mereka pilih. Tidak ada istilah pembatasan kuota pekerja perempuan, kalau mereka bisa lolos dalam seleksi, itu murni karena skill yang dimiliki," jelasnya.

Menurut Rina, PT Chevron Indonesia justru mampu mematahkan stigma negatif, bahwa mempekerjakan perempuan itu suatu hal yang merugi karena akan sering cuti. Salah satunya cuti panjang melahirkan, dan serta waktu khusus saat mereka menyusui.

Tidak adanya perbedaan kesempatan kerja ini mengacu pada visi Chevron Indonesia yang sangat menghargai keberagaman laki-laki dan perempuan, serta menghormati budaya desa tempat di setiap area operasinya.

Bahkan untuk pekerja perempuan yang mengenakan hijab, PT Chevron Indonesia terbuka menerima masukan keberagaman dari pekerja perempuan. Dengan memikirkan tentang pentingnya pengadaan jilbab khusus, yang bukan hanya sekadar kerudung penutup kepala, tapi hijab yang dikenakan mampu memproteksi keselamatan pekerja perempuan dari musibah jilatan lidah api pada leher yang terjadi di lapangan.

Memberikan izin cuti pada perempuan itu sudah diatur oleh undang-undang. Jadi tidak dilihat suatu hal yang merugikan. Bahkan bagi pekerja perempuan, produktifitas justru akan semakin meningkat ketika dia dihadapkan akan menjalani cuti yang panjang, yaitu melahirkan.(egp)
Laporan: DESLINA









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook