Kuota Bertambah, Kini Naik Haji tanpa Batas Usia

Nasional | Senin, 09 Januari 2023 - 10:37 WIB

Kuota Bertambah, Kini Naik Haji tanpa Batas Usia
(KEMENAG RI/RIAUPOS.CO)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kabar baik datang dari Jeddah, Ahad (8/1) malam. Pemerintah Arab Saudi menyetujui kuota haji Indonesia tahun ini sebanyak 221 ribu jemaah. Kuota ini bertambah dibanding tahun lalu yang hanya 100.051 orang. Selain penambahan kuota, musim haji tahun ini juga tanpa batas usia.

Keputusan tersebut tertuang dalam nota kerja sama yang disahkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah. Yaqat bersyukur dengan penandatanganan nota kesepahaman itu. Sekaligus menandakan dimulainya musim haji 2023.


''Hari ini (kemarin, red) saya menandatangani kesepakatan haji dengan Menteri Haji Saudi. Kuota haji Indonesia tahun ini sebesar 221 ribu,'' kata Yaqut di Jeddah, Ahad (8/1).

Kuota tersebut cukup besar dibandingkan dengan musim haji 2022 lalu. Seperti diketahui tahun lalu Indonesia hanya mendapatkan jatah kuota haji sebanyak 100.051 orang. Kuota haji tahun ini, sama persis dengan kuota haji di 2019 lalu, sebelum ada pandemi Covid-19.

Yaqut mengatakan Kemenag langsung membagi kuota tersebut untuk jemaah haji reguler dan khusus. Tahun ini kuota haji reguler dipatok sebanyak 203.320 jemaah. Sedangkan kuota haji khusus ada 17.680 orang. Kemudian kuota untuk petugas haji secara keseluruhan, tahun ini sebanyak 4.200 orang.

Kebijakan lain yang diatur dalam perjanjian itu adalah pendaratan jemaah menggunakan bandara Jeddah dan Madinah seperti selama ini. Kemudian dia juga menyampaikan tidak ada pembatasan usia. Berbeda dengan tahun lalu, usia jemaah haji dibatasi maksimal 65 tahun. ''Artinya jemaah usia 65 tahun ke atas juga dapat berangkat haji tahun ini,'' jelasnya.

Pada kesempatan pertemuan dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi itu, dimanfaatkan Yaqut untuk melobi tambahan kuota haji. Pertimbangannya antrean haji di Indonesia sangat panjang. Dia berharap Pemerintah Saudi bersedia memberikan tambahan kuota haji untuk Indonesia.

Menteri Tawfiq merespons positif adanya usulan tambahan kuota haji itu.  Tetapi dia mengatakan keputusan kuota haji ada di tangan Raja Salman. Dia menegaskan Pemerintah Arab Saudi berupaya menjalankan penyelenggaraan haji dengan mengutamakan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan.

Tahun ini menandakan kuota haji kembali normal, seperti sebelum ada pandemi Covid-19. ''Namun saya katakan, Indonesia akan selalu mendapatkan prioritas utama dalam memperoleh kuota tambahan,'' katanya.  Kuota tambahan itu bisa dari keputusan negara lain yang mengurangi kuota jemaah hajinya. Kemudian sisa kuotanya diberikan ke Indonesia.

Tawfiq mengatakan salah satu kebijakan baru dalam perhatian tahun ini adalah dihapusnya muassasah sejenis badan atau yayasan yang menaungi urusan teknis penyelenggaraan haji. Sebagai gantinya penyelenggaraan haji dari sisi Arab Saudi, diselenggarakan oleh syirkah atau perusahaan yang ditunjuk. Setiap negara pengirim jemaah haji, dapat memilih syirkah sebagai mitranya.

Dengan skema tersebut, Tawfiq mengatakan ada persaingan harga layanan haji antar satu syirkah dengan syirkah lainnya. Sehingga ada peluang negara pengirim jemaah mendapatkan harga dan layanan terbaik. Bagi syirkah yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik, akan dikenakan sanksi oleh Pemerintah Saudi.

Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin ikut mengomentari kembalinya kuota haji Indonesia ke angka normal. ''Saya kira pada saatnya memang harus kembali (normal). Karena kalau sudah keadaan normal, itu kan kembali ke normal,'' tuturnya saat kunjungan kerja di Kota Bogor pada Sabtu (7/1) malam.

Dia mengatakan saat ini pemerintah, khususnya Kemenag harus menyiapkan diri untuk memberangkatkan jemaah haji dengan jumlah normal. Menurut dia, masalah penanganan haji itu bukan persoalan yang mudah, termasuk juga dalam penetapan ongkos berangkat hajinya nanti. ''Ongkos hajinya supaya lebih rasional,'' katanya.

Dalam artian subsidi yang diberikan oleh Badan Pengelola Dana Haji (BPKH) harus dihitung dengan cermat. Tidak seperti haji di 2022 lalu, nilai subsidinya lebih dari 50 persen ongkos riil haji. Untuk diketahui biaya riil haji tahun lalu lebih dari Rp 100 juta per orang. Tetapi jemaah haji membayar uang sekitar Rp40 jutaan.

Ma’ruf berharap subsidi biaya haji jangan terlalu besar. Sebab bisa menggerus habis dana haji yang dikelola oleh BPKH. Akibat jangka panjangnya, calon jemaah haji yang di antrian belakang, tidak kebagian uang hasil pengelolaan dana haji. Dia menekankan rasionalisasi subsidi biaya haji demi keberlanjutan pengelolaan dana haji di BPKH.

Umrah Wajib Jadi Anggota BPJS Kesehatan
Pada kesempatan itu Ma’ruf juga mengomentari soal polemik kebijakan daftar umrah dan haji khusus wajib jadi peserta aktif BPJS Kesehatan. Ma’ruf mengatakan selama kebijakan itu membawa kebaikan untuk menjamin sesuatu yang lebih maslahat, tidak ada masalah.

Mantan Ketua Umum MUI itu mengatakan, semua orang pada waktunya harus siap bergabung menjadi peserta BPJS Kesehatan dalam rangka sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). ''Memang pada awalnya tentu kaget-kaget,'' katanya.

Tetapi ketika kebijakan ini memberikan manfaat jaminan kesehatan yang bagus bagi jemaah umrah, seharusnya bisa diterima. Ma’ruf mengatakan akan terus memantau perkembangan implementasi kebijakan tersebut.

Sementara itu, dari para travel umrah, suara keberatan atas kebijakan itu terus bermunculan. Di antaranya disuarakan Ketua Umum Kebersamaan Pengusaha Travel Haji Umrah (Bersathu) Wawan Suhada. Dia mengatakan dalam implementasinya nanti, kebijakan itu berpotensi banyak menimbulkan masalah.

Seperti seorang karyawan yang ternyata status BPJS Kesehatannya tidak aktif, akibat kelalaian tempat bekerjanya. ''Saat mau daftar umrah, tiba-tiba tahu kalau BPJS-nya tidak aktif,'' katanya. Ketika mau mengaktifkan kembali, dia sudah terbebani tunggakan yang cukup banyak. Akibatnya menambah cost keberangkatan umrah.

Masalah lainnya adalah ada seorang pimpinan perusahaan gagal berangkat umrah, gara-gara tidak terdaftar BPJS Kesehatan. Padahal di satu sisi, yang bersangkutan memiliki paket asuransi kesehatan premium dari lembaga swasta. ''Dari aspek kesehatan, mereka ini terlindungi,'' katanya.

Wawan menilai kebijakan ini sebuah kemunduran. Dia menegaskan yang diperlukan jemaah umrah adalah perlindungan layanan kesehatan saat berada di Saudi. Sementara BPJS Kesehatan tidak bisa meng-cover layanan itu.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti ikut angkat bicara soal isu ini. Dia mengatakan, kewajiban tersebut sejalan dengan instruksi presiden (Inpres) nomor 1/ 2022 yang mengamanatkan kepada 30 Kementerian/Lembaga termasuk Gubernur, Bupati, Wali Kota untuk mengambil langkah-langkah strategis sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan Program JKN-KIS. ''Tentu ini termasuk Kemenag,'' ujarnya saat dikonfirmasi, Ahad (8/1).

Sebetulnya, kata dia, kebijakan ini tentu tak akan jadi soal. Mengenai perusahaan yang lalai tidak membayar iuran bagi pekerjanya yang kebetulan akan umrah, mantan Wakil Menteri Kesehatan itu mengatakan, pekerja tinggal mengingatkan.

Kalaupun mendesak dan administrasi di perusahaan memerlukan waktu, sang calon jemaah umrah bisa menalangi untuk kemudian dibicarakan lebih lanjut dengan perusahaan.

''Administrasi (aktivasi kepesertaan, red) sangat mudah, asal dibayar sangat cepat,'' jelasnya.

Tentu beda perkara dengan mereka yang memang enggan menjadi peserta. Atau, mereka yang saat ditanya, jawabannya tidak mampu namun akan berangkat umrah. ''Jelas kurang pas. Kalau umrah bisa mampu tetapi membayar kewajiban sebagai peserta JKN merasa  tidak mampu, keberatan, berarti ada pemahaman yang kurang pas,'' paparnya.

Padahal, kepesertaan JKN merupakan hal wajib menurut UU N0 40 tahun 2004. Selain untuk perlindungan diri, kepesertaan ini juga untuk gotong royong, saling membantu sebagai warga negara Indonesia.(wan/mia/das)

Laporan JPG, Jakarta

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook