JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Mahkamah Agung baru saja mengunggah putusan terkait gugatan uji materiil pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU Nomor 5 tahun 2019. Putusan itu merupakan hasil atas gugatan yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri bersama enam orang lainnya.
Mereka mengajukan permohonan uji materiil terhadap aturan tersebut karena dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Yakni Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Pasal 416 UU Pemilu mengatur soal pemilihan presiden dan wakil presiden. Di situ disebutkan bahwa yang berhak terpilih adalah pasangan yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dan mendapat minimal 20 persen suara di lebih dari setengah jumlah provinsi Indonesia.
Namun, pada PKPU 5/2019, pemohon menganggap tidak ada perincian minimal 20 persen. KPU hanya mengatur bahwa paslon yang menang adalah yang memperoleh lebih dari 50 persen. Tidak diperhatikan di berapa provinsi atau di provinsi mana sajakah paslon menang.
Oleh pemohon, hal itu dikhawatirkan tidak mencerminkan suara pemilih secara merata dan mewakili masyarakat Indonesia keseluruhan. Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 7 ayat 3 PKPU 5/2019 melampaui UU Pemilu.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Hasyim Asyari mengakui Pasal 7 ayat 3 PKPU 5/2019 memang tidak mengacu pada Pasal 416 UU Pemilu. Pasalnya, pasal tersebut hanya bersifat umum dan tidak mengatur norma pilpres yang hanya diikuti dua paslon.
Dalam hal pilpres hanya diikuti dua calon, yang menjadi acuan adalah Putusan MK Nomor 50 tahun 2014. Di mana MK menyatakan Pilpres dengan dua pasangan calon cukup dilakukan satu putaran saja. "Putusan MK tersebut bersifat erga omnes, artinya berlaku mengikat untuk semua," ungkapnya.
Selain itu, azas putusan hukum MA tidak berlaku surut. Dalam hal ini, peristiwa hukum penetapan paslon Presiden dan Wapres terpilih dilaksanakan pada tanggal 30 Juni 2019. Sementara Putusan MA diputuskan 28 Oktober 2019. Sehingga tidak tepat jika dikaitkan.
Hasyim menambahkan, penetapan hasil Pilpres 2020 sudah sesuai dengan konstitusi. "Sudah sesuai dengan ketentuan formula pemilihan atau elektoral formula sebagaimana ditentukan oleh Pasal 6A UUD 1945," ujarnya, kemarin (7/7).
Pasal 6A UUD 1945 sendiri mengatur ketentuan pemenang Pilpres. Yakni mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Secara logika hukum, lanjut dia, dalam Pilpres dua pasangan calon, tentu ada satu paslon memperoleh suara lebih dari 50 persen. Demikian juga perolehan suara paslon di setiap provinsi, dipastikan ada satu paslon yang unggul lebih dari 50 persen.
Dan hasil rekapitulasi, dari 154.257.601 suara, Jokowi-Maruf unggul dengan 85.607.362 suara atau 55,50 persen. Sementara Prabowo-Sandi hanya memperoleh 68.650.239 atau 44,50 persen.
Sementara dalam hal persebaran, Hasyim menyebut paslon Jokowi-Maruf Amin juga memenuhinya. Di mana ada 21 provinsi berhasil dimenangkan. Jumlah itu memenuhi ketentuan minimal 17 provinsi. "Hasil Pilpres 2019 dengan pemenang Paslon 01 Jokowi-Amin sudah sesuai dengan ketentuan formula pemilihan sebagaimana ditentukan oleh Pasal 6A UUD 1945," imbuhnya.(deb/far/jpg)