MASUK UU CIPTA KERJA, SEKOLAH BISA JADI AJANG BISNIS

Klaster Pendidikan Ternyata Muncul Lagi

Nasional | Rabu, 07 Oktober 2020 - 09:45 WIB

Klaster Pendidikan Ternyata Muncul Lagi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Bukan hanya kalangan pekerja yang memprotes pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Para pegiat dunia pendidikan juga ramai-ramai menolak UU itu. Sebab, klaster pendidikan yang semula dijanjikan dihapus ternyata dimasukkan lagi.

Pengurus Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS) Darmaningtyas menyatakan, seminggu sebelum UU Cipta Kerja disahkan, pemerintah dan DPR berjanji menghapus klaster pendidikan dalam UU tersebut. "Nyatanya, janji itu tidak tulus dan penuh kebohongan," cetusnya.


Klaster pendidikan memang tidak terlalu banyak dibahas layaknya klaster ketenagakerjaan. Klaster ini tercantum dalam paragrap ke-12 Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 65. Dalam pasal 65 ayat 1 disebutkan, bahwa pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini. Kemudian, untuk ayat 2 berbunyi, ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pad asektor pendidikan diatur dengan peraturan pemerintah.

Sebagai informasi, dalam UU Ciptaker, pengertian periizianan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan atau kegiatannya. Definisi ini dimuat dalam pasal 1. Tyas mengungkapkan, keberadaan pasal ini sama saja dengan menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan. Apalagi jika melihat kembali UU 3/1982 pasal 1 tentang wajib daftar perusahaan yang mendefinisikan usaha sebagai tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.

"Jadi kalau pelaksanaan peprizianan pada sektor pendidikan dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksut dalam UU ini (Ciptaker, red), berarti menempatkan pendidikan untuk mencari keuntungan," keluhnya.

Menurutnya, ini sangat bertentangan dengan pembukaan UUD45 yang menyatakan salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan bangsa. Kemudian dipertegas dalam pasal 31 UUD 45 amandemen yang menyebutkan bahwa pendidikan merupakan hak yang dimiliki oleh setiap warga negara dan negara wajib membiayai, minimal sampai tingkat pendidikan dasar.

Atas pertimbangan tersebut, Tyas mengaku, pihaknya berencana mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). JR akan langsung dilakukan setelah UU ditandatangani presiden dan diumumkan di lembaran negara. Senada, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo pun menyesalkan munculnya klaster pendidikan yang sebelumnya dijanjikan untuk dicabut. Terlebih, pada pasal 65 UU Ciptaker, pendidikan seolah ditempatkan sebagai komoditas perdagangan.

"Pendidikan bukan barang dagangan (komoditas), pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi oleh negara," tegasnya. Sehingga, jika negara melakukan pembiaran dalam bentuk prosedur pengurusan perijinan berusaha maka ini berpotensi menjadi komoditas.

Menurut dia, ketika pendidikan menjadi komoditas maka berpotensi menjadi pasar bebas pendidikan. Yang artinya, anak-anak dari kalangan ekonomi berada akan mendapatkan pendidikan lebih berkualitas. Sementara, anak- anak dari kalangan tidak mampu, pendidikan yang diperoleh tentu berisiko memiliki kualitas rendah karena tidak punya kemampuan melakukan pembiayaan.

"Jika ini terjadi akibat lolosnya pasal 65 UU Cipta kerja maka negara berpotensi membentuk terjadinya bias kompetensi yang semakin lebar," ungkapnya. 

Bias kompetensi ini, lanjut dia, akan menumbuhkan kelompok orang yang berkompetensi tinggi dan linier dengan tingkat kesejahteraan yang diperoleh. Sementara, kelompok orang yang berkompetensi rendah linier dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. 

"Tentunya efek problem sosial akan semakin tidak berkurang," sambungnya.

Di sisi lain, pengesahan omnibus law nyatanya memberikan sentimen positif terhadap pasar modal. Kemarin, indeks harga saham gabungan (IHSG) finis di zona hijau. Meningkat 0,82 persen atau 40,45 poin di level 4.999,22. Analis pasar modal Hans Kwee menilai, omnibus law merelokasi aturan investor asing untuk masuk ke Indonesia. Selain itu, juga akan membuka peluang bagi sektor properti dan konstruksi karena pembebasan lahan akan lebih jelas. Tak ayal, saham emiten properti dan konstruksi ikut terkerek.

"Pasar merasa positif karena aturan lebih jelas dan terbuka, serta mengakomodir keinginan investor. Perizinan cepat, upah buruh yang lebih terkendali," ungkap Hans kepada Jawa Pos (JPG) kemarin.

Mengenai aksi demo, hal tersebut juga menjadi perhatian pasar. Namun, tidak memberikan sentimen berarti. Sebab, pasar memandang demo buruh sering terjadi dan merupakan hal biasa. Menurut Hans, investor lebih fokus terhadap produk omnibus law. Bagi, mereka itu terlihat menguntungkan. 

"Kita tidak bisa melihat aturan ini secara jangka pendek. Tapi jangka panjang untuk mendongkrak kembali perekonomian Indonesia," ucap Direktur Anugrah Mega Investama itu.

Keberadaan UU Cipta Kerja diyakini menjadi salah satu penopang pemulihan ekonomi 2021. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menyebut, pertumbuhan ekonomi RI saat ini cukup tertekan akibat pandemi Covid-19.

"Untuk bisa pulih pada 2021, UU Cipta Kerja menjadi satu modal. Karena pertumbuhan ekonomi 2020, semua komponen PDB, konsumsi, investasi, ekspor, semuanya negatif. Hanya (konsumsi) pemerintah yang positif," ujarnya di Jakarta, Selasa (6/10). 

Dia berharap, usai UU disahkan maka berbagai peraturan turunannya mulai dari Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), maupun peraturan menteri bisa segera diselesaikan. Sehingga payung hukumnya bisa segera dijalankan. Febrio menambahkan, peringkat kemudahan berusaha atau ease of doing business di Indonesia stagnan di posisi 72. Dengan UU Cipta Kerja, diharapkan minat investor menanamkan modal di Indonesia bisa meningkat. 

Sepanjang 2020, belanja pemerintah menjadi satu-satunya komponen pembentuk PDB yang tumbuh positif. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhannya berada pada rentang 0,6 hingga 4,8 persen.

"Harapannya benar-benar positif untuk pertumbuhan ekonomi kita, terutama mulai 2021. Jangan hanya (komponen dari) pemerintah saja yang terus dominasi PDB kita, nggak mungkin. Harus ada investasi yang tumbuh positif, menyerap lapangan kerja, makin banyak orang yang bekerja, dan upahnya pun makin naik. Itu yang kita harapkan," tuturnyaPotensi tumpang tindih undang-undang yang berlaku setelah adanya UU Cipta Kerja sudah tercium oleh pengamat sejak lama. Namun, mereka perlu memperbarui kajian kembali untuk melihat secara komprehensif pasal-pasal yang tumpang tindih tersebut. 

Pusat Studi Kebijakan dan Hukum (PSHK) adalah salah satu yang merasa perlu ada kajian lebih lanjut. Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK Fajri Nursyamsi menyebutkan bahwa PSHK sudah beberapa kali mengeluarkan pernyataan dan hasil studi tentang masalah yang ada dalam regulasi tersebut sebelum disahkan menjadi UU. Antara lain, mereka menyoroti soal UMKM serta riset dan inovasi.

Untuk UU versi terbaru, sementara ini PSHK menemukan ada tiga poin yang tiba-tiba muncul. Semuanya terkait dengan pajak (selengkapnya lihat grafis). Dan tidak menutup kemungkinan masih banyak pasal-pasal gaib lain. Misalnya klaster pendidikan yang semula hilang, namun muncul kembali. 

"Keseluruhan penambahan pasal di tengah jalan ini patut dipertanyakan, apa urgensi dan bagaimana para pemangku kepentingan terkait memberikan masukan," tegas Fajri kemarin.

Bukan hanya penambahan pasal, Fajri juga menyoroti pengurangan pasal yang mungkin terjadi tanpa terdeteksi. Berubah-ubahnya ruang lingkup pengaturan UU tersebut, menurut dia, menunjukkan bahwa perencanaan dan desain RUU tidak solid sejak awal.

Dia juga mengkritisi alur pengesahan RUU yang sejak awal dibawakan seolah semua fraksi setuju dan tidak ada perbedaan pendapat. Masih ada Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS yang menolak. Dalam konteks ini, dia menilai bahwa seharusnya suara orang per orang anggota diperhitungkan dan bukan suara kesatuan fraksi. 

Soal kajian, Fajri menerangkan bahwa publik harus mempreteli satu-persatu secara matang. Sebab, belum jelas seratus persen mana yang muncul dan mana yang hilang.  "Selain UU Minerba, ada juga potensi bertentangan dengan UU Pemda atau Putusan MK, tetapi ada kabar pasal-pasal itu sudah direvisi, sehingga perlu didalami lagi," pungkasnya.(deb/dee/han/mia/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook