JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Persebaran virus SARS-CoV-2 berdampak serius ke perekonomian. Yang paling nyata adalah naiknya angka pengangguran. Porsinya lebih banyak di kota daripada di desa.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 9,77 juta orang pada Agustus lalu. Atau, sekitar 7,07 persen terhadap jumlah angkatan kerja (tingkat pengangguran terbuka/TPT). Angka tersebut naik 2,67 juta orang jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dengan TPT 5,23 persen.
Menurut Suhariyanto, penambahan pengangguran tersebut turut dipengaruhi pandemi Covid-19. "Bisa dilihat dampak pengangguran berdasar lokasi, peningkatan pengangguran di kota jauh lebih tinggi daripada di desa," ujarnya Kamis (5/11).
Pengangguran terbesar terjadi di perkotaan, dengan TPT 8,98 persen. Sementara itu, di perdesaan, persentase TPT sebesar 4,71 persen. Dia menilai dampak pandemi terhadap lapangan kerja lebih terasa di perkotaan ketimbang perdesaan.
TPT tertinggi terjadi di DKI Jakarta sebesar 10,95 persen dan Banten yang mencapai 10,64 persen. Namun, kenaikan TPT terbesar terjadi di Bali yang semula hanya 1,57 persen dari keseluruhan TPT Indonesia pada Agustus 2019 menjadi 5,63 persen pada Agustus 2020.
Suhariyanto menjelaskan, aktivitas pariwisata yang tersendat menjadi pemicu utama peningkatan TPT di Bali. "Kita sadari, Covid-19 menghantam keras pariwisata. Di Bali, pariwisata memiliki peranan besar," jelasnya.
Jika dilihat berdasar tingkat pendidikannya, TPT dari lulusan SMK sebesar 13,55 persen. Sementara itu, yang paling rendah merupakan lulusan sekolah dasar (SD). Yakni, sekitar 3,61 persen. "Di tengah pandemi, jumlah lowongan kerja menurun," terang Suhariyanto.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra PG Talattov menuturkan, dalam setahun ini, ada tambahan pengangguran sebanyak 2,67 juta orang. Wajar jika mayoritas dari mereka adalah lulusan SMK. Sebab, sektor industri memang sedang hancur. Jadi, peluang untuk mendapat pekerjaan semakin sulit lantaran minimnya lapangan kerja.
Menurut dia, yang perlu pemerintah lakukan dalam jangka pendek adalah mengupayakan angkatan kerja lulusan SMK dengan berwirausaha. Tentu dengan difasilitasi modal kerja dan pembinaan berkelanjutan agar survive.
"Dengan begitu, angkatan kerja SMK ini bisa mandiri dalam berusaha," kata Abra.
Secara mekanisme penyaluran, lanjut dia, pemerintah tentu memiliki data yang akurat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah tinggal melakukan sinergi dengan Kementerian Ketenagakerjaan serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk teknis pelaksanaan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi