MALANG (RIAUPOS.CO) – Siapa sebenarnya yang memberi perintah menembakkan gas air mata sehingga memicu tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, pada Sabtu (1/10) malam lalu? Itulah yang terus didalami tim gabungan itsus (inspektorat khusus) dan propam (profesi dan pengamanan) Polri. Diduga kuat, instruksi tersebut berasal dari sembilan komandan Satbrimob Polda Jatim yang saat ini telah dinonaktifkan.
Keterangan tersebut disampaikan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang dilibatkan Polri sebagai pengawas eksternal dalam penanganan tragedi Kanjuruhan. Menurut Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto, berdasar penjelasan tim pemeriksa internal kepolisian, tindakan represif di dalam stadion bukan atas perintah Kapolres Malang yang saat itu dijabat AKBP Ferli Hidayat. "Jadi, di dalam stadion ada yang bertindak di luar perintah Kapolres," ujarnya kemarin (4/10).
Lima jam sebelum pertandingan Arema FC vs Persebaya, aparat keamanan menggelar apel konsolidasi. Wahyu mengklaim, Kapolres berkali-kali meminta anggota tidak melakukan tindakan represif. Sebab, laga diprediksi punya tingkat kerawanan tinggi.
Upaya pengamanan diantaranya dilakukan dengan menyiapkan dua kendaraan barakuda untuk membawa tim Persebaya. "Polres Malang juga sudah meminta jam pertandingan dimajukan sore. Tetapi, tidak diindahkan PT LIB (Liga Indonesia Baru) sebagai operator dengan alasan ada kontrak hak siar," beber Wahyu.
Dia melanjutkan, kekhawatiran polisi menjadi kenyataan setelah pertandingan. Skenario mengevakuasi tim Persebaya dengan barakuda tidak berjalan. Kendaraan itu dikepung suporter sehingga tidak bisa langsung meninggalkan area stadion. Di sisi lain, kerusuhan juga terjadi di lapangan.
Menurut Wahyu, Kapolres berada di luar stadion saat kericuhan terjadi di dalam stadion. Dia berupaya agar barakuda bisa segera pergi. "Makanya sembilan komandan Brimob yang saat itu berada di lapangan saat ini dinonaktifkan. Diperiksa siapa yang memberi instruksi mengeluarkan gas air mata. Urgensinya apa juga ditembakkan ke tribun yang penuh penonton," katanya.
Sementara itu, Kadivpropam Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, saksi yang diperiksa penyidik terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan bertambah dua orang. Dia belum memerinci secara detail identitasnya. "Yang jelas, keduanya warga yang mengetahui langsung kerusuhan. Dengan yang kemarin (Senin, 3/10, Red), saksi yang sudah diperiksa jadi enam," jelasnya.
Empat saksi lain yang sudah diperiksa sebelumnya adalah Direktur PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Asprov PSSI Jatim Ahmad Riyadh, Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Arema Abdul Haris, dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Jatim Pulung Chausar.
Selain warga, lanjut dia, anggota kepolisian yang diperiksa propam bertambah satu orang. Dia berasal dari Brimob. Dengan begitu, anggota yang diduga melanggar kode etik menjadi 29 personel. "Termasuk di dalamnya Kapolres dan sembilan komandan Brimob," ujarnya.
Dedi menyebutkan, 19 personel lain yang diperiksa adalah staf polres dan Brimob. Identitas beserta dugaan pasal kode etik yang dilanggar belum disampaikan secara terperinci. "Masih berproses. Lengkapnya nanti setelah pemeriksaan selesai," ucapnya.
Selain meminta keterangan saksi, penyidik berupaya menemukan alat bukti dari stadion. Di antaranya, mempelajari enam kamera CCTV dari enam pintu tribun. Yakni, pintu 3, 9, 10, 11, 12, dan 13. "Tempat jatuhnya banyak korban sehingga perlu mendapat perhatian khusus," jelasnya.(edi/c6/fal/jpg)